Hari itu teman saya, seorang ibu muda dengan anak yang masih duduk di kelas dua SD curhat pada saya.
"Saya khawatir sekali dengan Kiki, matematikanya itu lho," katanya perlahan. Tampak sekali keresahan ada di wajahnya.
"Memangnya Kiki kenapa?" tanya saya heran. Dalam pandangan saya Kiki adalah anak yang lincah, cepat menangkap pelajaran, meski menurut pengakuannya ia lebih suka menggambar daripada matematika.
"Gurunya mengajar matematika dengan menggunakan game, teman-temannya bisa enjoy dan menjawab pertanyaan dari gurunya, tapi Kiki kok masih bingung dan harus dibimbing ya?"jawab si ibu ini lagi.
"Materinya apa?" tanya saya lagi.
"Penjumlahan bersusun,"Â
Teman saya kemudian menceritakan metode pembelajaran yang dilakukan di kelas Kiki, dimana gurunya menggunakan game dalam pembelajarannya.
Skenarionya, satu kelas dibagi menjadi empat tim, dan setiap tim diberi soal yang dikerjakan bergantian oleh setiap anggotanya. Begitu satu anak selesai, anak tersebut mundur dan diganti temannya yang lain, jadi semacam estafet soal.Â
Tim yang paling cepat dan benar dalam mengerjakan soal  lakan, mendapat nilai tertinggi. Sangat menyenangkan.
Yang menjadi keluhan ibu Kiki, teman-teman Kiki tampak gembira (dari video ) dan bisa mengerjakan soal dengan lancar, sementara Kiki berkali-kali tampak bingung dan harus dibimbing oleh guru tentang apa yang harus dilakukannya. Kiki tampak semakin bingung ketika teman-temannya berteriak,"Ayo..ayo...cepat... cepat..."