Selamat ulang tahun corona.  Semoga ulang tahun ini adalah ulang tahunmu  yang pertama dan terakhir.  Sungguh kami tak berharap kamu tetap eksis dan akan berulang tahun lagi di tahun-tahun mendatang.
Kehadiran corona membuat banyak perubahan di sekolah. Hari ini ketika piket di sekolah saya berjalan-jalan memutari sekolah. Kondisi sekolah tetap bersih, Â tertata rapi , namun terasa ada kurang karena tidak ada jejak tangan siswa terlibat di dalamnya. Â Taman toga, tabulampot, Â lapangan volley, Â lapangan basket, Â masjid semua sepi dari gurau dan jeritan siswa. Â
Pun demikian juga dengan perpustakaan, Â pojok dolanan, Â apalagi kantin. Â Semua tinggal meja dan kursi yang diam membisu ditinggal sendiri. Kolam ikan tempat siswa mengembangkan aquaponik pun sepi. Â Meski ikan-ikan di dalamnya semakin besar dan kecipak air tetap menjadi irama yang menghiasi dari waktu ke waktu. Â Ya, Â setahun sudah sekolah menjadi begitu sepi karena kami harus melaksanakan PJJ.Â
Setahun ini benar- benar membuat kami harus belajar. Belajar menghadapi tantangan pandemi yang tidak tahu kapan akan berhenti.  Belajar menyampaikan materi dengan metode yang jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.  Belajar lebih memahami kondisi siswa  yang tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Belajar lebih bijak menyikapi semua keadaan. Â
Menengok sebentar perjalanan pembelajaran satu tahun ke belakang ternyata ada beberapa catatan penting yang membuka kesadaran kita. Di antaranya adalah:
1. Bahwa belajar tidak harus selalu di ruang kelas. Belajar bisa dimana saja, secara daring maupun luring. Kunci utamanya adalah kemauan untuk terus mengembangkan diri.
2. Harus lebih melek teknologi. Â Dengan melek teknologi maka akan semakin terbuka wawasan bahwa sumber belajar begitu banyak dan melimpah. Para siswa lebih pintar browsing untuk memperluas wawasan mereka sehubungan dengan materi pembelajaran atau tugas. Sementara bagi guru, workshop, pelatihan, sharing bisa dengan mudah dilakukan lewat pertemuan daring. Tiba-tiba saja zoom, Â googlemeet, webex menjadi mahluk yang akrab dengan kita padahal sebelumnya tidak begitu kenal. Â Tidak ada alasan bagi guru untuk gaptek. Â Guru harus cepat menyesuaikan diri dengan belajar IT supaya tidak tertinggal dalam penyampaian materi pembelajaran.
3. Lebih bijak dalam berinternet. Internet bagaikan sebuah pedang bermata dua. Â Di satu sisi sangat menguntungkan karena banyak sumber pengetahuan di sana, Â di sisi lain sangat merugikan karena banyak konten yang kurang bagus. Jadi harus pandai pandai memilah dan memilih saat berinternet. Â
Di masa pandemi  banyak juga siswa yang menikmati 'kebebasannya' dengan terus-terusan main game. Bahkan dari wawancara dengan siswa yang bermasalah ada yang yang tiap hari main game sampai jam 12 malam.  Akibatnya esok tidak bisa masuk pembelajaran karena lelah.  Ketika hal ini dilakukan terus-menerus akhirnya di akhir semester siswa harus membayar hutang-hutang tugasnya yang selama ini diabaikan. Apakah mereka ingin tetap seperti itu?  Tentu tidak.  Dari pengalaman ini siswa belajar bagaimana menggunakan internet secara bijak juga mengatur waktu lebih baik.
4.  Keluarga dimaksimalkan kembali fungsinya sebagai tempat belajar pembentukan karakter anak. Jika sebelumnya siswa  berada di sekolah selama 8 jam, sekarang full berada di rumah.  Pendidikan karakter yang kemarin banyak didominasi sekolah dengan adanya fullday school kini harus dikembalikan ke keluarga.  Sekolah tetap melaksanakan pendidikan karakter tapi tentu saja porsinya tidak sebesar keluarga.
5. Mempererat komunikasi antara sekolah dan keluarga. Untuk mengatasi siswa bermasalah saat PJJ, sekolah melakukan  komunikasi dengan orang tua guna mencari solusinya. Keterbukaan pihak orang tua dan sekolah banyak membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul. Ya,  Bapak Pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara menasehatkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada kerjasama tripusat pendidikan yaitu sekolah,  keluarga dan masyarakat.
6. Melaksanakan pembelajaran bermakna. Menurut penelitian konten yang diberikan dalam pembelajaran di masa pandemi ini  tidak bisa terserap 100%, paling hanya 60%.  Tantangannya adalah agar yang 60% itu menjadi sesuatu yang bermakna. Pembelajaran bermakna mempunyai ciri mempelajari sesuatu yang dekat dengan kehidupan siswa dan  memancing siswa untuk selalu ingin tahu.  Pembelajaran bermakna akhirnya bisa menimbulkan kesadaran pada siswa bahwa mereka harus terus belajar. Â