Refleksi kehidupan setelah semua terpaan angin dan badai menjadikan puing-puing dalam kesunyian paling sunyi
"Aku Tia, Kisah ini secuil hidup yang kucecap dari kemanisan yang sempat kureguk di awal kehidupan berumah tangga.sampai semuanya bermula dari awal lagi"Â
Rumah besar ini begitu mewah, terdiri dari dua lantai dengan desain gaya eropa. Halaman yang luas dengan parkiran mampu memuat 4 mobil sekelas Alphard. Keluarga yang kaya, sepasang suami istri dengan dua anak yang sudah remaja. Suami istri yang benar sepadan menurutku, terlalu sibuk mengurus bisnis mereka sebagai supplier konveksi sehingga sangat sedikit waktu untuk mengurus orang tua mereka yang sudah renta. Orang tua yang merupakan bapak dari bu Nisa istri pak Ronal yang sejak awal pernikahan mereka tinggal bersama. Begitu profil keluarga yang akan ditempati sebagai perawat lansia. Hari ini pertama kehadiranku di rumah ini yang dikirim oleh perusahaan penyalur. Pada awalnya aku agak keberatan untuk merawat bapak-bapak karena masih ada trauma pada kejadian kontrak kerjaku sebelumnya yang merawat bapak-bapak yang sikapnya sangat kasar. Tetapi tuntutan kehidupan yang begitu berat tidak banyak pilihan bagiku kecuali memikirkan bagaimana aku menghidupi dua anakku yang masih sekolah di kampung, aku harus berjuang sendirian di Jakarta ini demi mereka berdua.Â
Hanya mengingat mereka berdua buah hatiku yang telah ditinggal bapaknya menghadap sang Maha Kuasa menjadi gumpalan-gumpalan semangatku dengan tidak menghiraukan betapa terkadang rasa lelah, rasa sakit yang kusembunyikan diam-diam. Hanya senyum dan canda yang kuperlihatkan di balik semua deraan dan perjuangan yang kulakukan demi mereka bisa sekolah. Berbangga dengan mereka atas karunia Allah mereka tumbuh menjadi sepasang remaja yang cantik dan gagah. Anakku yang perempuan masih sempat kerja part time di tempat klinik dokter gigi praktik setelah pulang sekolah. Walau aku tidak setuju, ingin mereka fokus belajar, tetapi betapa bangganya aku, anakku memiliki hati dan jiwa yang luas ingin meringankan beban mamanya, aku sangat tahu itu. Tetapi mereka jalani dengan bahagia. Walau di kampung masih tinggal bersama neneknya namun mereka sangat mandiri.
***
Setelah menerima penjelasan apa yang harus aku kerjakan, dan sesuai pula dengan SOP yang ditetapkan kantorku, aku mulai hari ini tinggal di rumah besar ini sebagai perawat Pak Toni yang sudah lansia dan juga sakit-sakitan. Kamarku sudah disediakan cukup luas dengan fasilitas sangat memadai.Â
Setelah memperkenalkan diri dan berbasa-basi aku di suruh istirahat dulu sebelum besok pagi mulai bekerja.
***
Ada perasaan haru, ada kesedihan melintas dalam anganku pertama merebahkan diri di kamar ini. Aku pernah memiliki rumah, pernah mereguk kebahagiaan bersama orang yang sangat kucintai. Entah mengapa semua bayangan masa lalu melintas begitu padat menyesak pikiranku. Mungkin cat kamar ini persis sama dengan cat kamarku dahulu, berwarna pink. Aku larut dalam bayangan masa lalu. Kerinduan yang sangat kepada laki-laki satu-satunya yang kucintai.
Ingatan itu begitu dekat, semua bayangan di pelupuk mata. Kebahagiaan dulu sampai kepada keterpurukanku hingga saat ini aku kembali bangkit, mencoba menata hati, menata diri dari awal dengan segala keterbatasan.
Aku menikah didasari saling mencintai dengan seorang laki-laki yang memiliki usaha sebuah toko. Kami selalu bersama di toko melayani pembeli, dan rasanya sangat bahagia. Pelan-pelan kehidupan berjalan lebih baik, usaha yang cukup maju hingga satu persatu kami bisa membeli barang-barang, bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan kasih sayang kepada anak-anak. Hidup rasanya begitu indah dengan dasar rasa cinta. Suamiku sangat menyayangiku, itu sudah segalanya bagiku dibandingkan dengan harta yang kami peroleh dari usaha. Merenovasi rumah yang kami tempati menjadi bangunan permanen dua lantai juga membeli beberapa perabotan. Sudah bisa pula membeli sebuah mobil untuk membawa barang jualan sekaligus mobil keluarga.