Pandemi Covid-19 sangat berdampak bagi dunia, termasuk Indonesia tercinta ini. Wabah yang penularannya super cepat telah menyibukkan pemerintah dan masyarakat. Salah satu cara untuk mengurangi dampak wabah adalah memutus mata rantai penularannya. Dampaknya masyarakat diminta untuk melaksanakan social ditancing yang diganti WHO dengan istilah physical distancing, pada intinya mengurangi kontak fisik, aktifitas sosial yang berpotensi memperluas menyebarnya wabah.
Kebijakan ini berdampak dialihkannya pembelajaran tata muka di sekolah dengan sistem belajar di rumah. Proses pembelajaran tetap berlangsung tetapi memanfaatkan teknologi informasi. Berbagai cara dan inovasi telah dilakukan dan tidak akan kita bahas pada artikel ini. Â
Pelaksanaan belajar di rumah telah berlangsung dan malah diperpanjang, mengingat resiko pandemi masih sangat potensial. Artinya jadwal pembelajaran jarak jauh berlanjut sampai tulisan ini ditulis.
Pada artikel sederhana ini penulis mencoba menuangkan sudut pandang dari pengamatan selama pandemi ini yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan jarak jauh. Penulis bukanlah individu yang terlibat langsung dalam program pendidikan berbasis jaringan ini. Penulis hanya mengamati dan membaca dari berbagai media. Tertarik menulis artikel ini dengan alasan bahwa banyak hal dalam dunia pendidikan yang selama ini seakan tidak menjadi perhatian kita.
Dunia pendidikan bukanlah industri dengan bahan baku, proses produksi sampai pemasaran yang dilakukan dengan standar tertentu, SOP yang kaku. Tetapi pendidikan dengan banyak polemik dan permasalahan yang tidak diapungkan karena semua hal tersebut sudah dianggap dikalangan praktisi pendidikan suatu tugas dan tantangan.
Jika menganggap proses pendidikan adalah transfer ilmu, dengan membaca referensi dan mengerjakan tugas mandiri menurut penulis kurang tepat juga. Walau tidak kita pungkiri ada beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan yang melaksanakan proses pembelajaran dengan sistem tersebut. Apabila berbicara pada tatanan perguruan tinggi mungkin hal ini dapat berjalan. Tetapi saat strategi ini diterapkan pada siswa sekolah menengah apalagi di jenjang sekolah dasar mungkin kita merevisi pandangan tersebut.
Ada beberapa video yang beredar yang sempat penulis dapatkan entah itu benar-benar terjadi atau rekayasa. Dalam video tersebut anak didik jenjang sekolah dasar yang rindu dengan gurunya, rindu dengan teman-temannya. Terlepas dari benar tidaknya, tetapi penulis dapat mengambil benang merahnya, karena dilingkungan sendiri juga mendengar hal yang serupa.
Tidak hanya masalah anak secara psikologis rindu sama guru dan teman-temannya. Lebih dari itu, banyak hal yang saling terkait, orang tua, saudaranya, dan juga sudut pandang gurunya.
Adanya rasa rindu anak didik untuk bertemu dengan gurunya. Pernyataan ini menyayat. Begitukah hubungan pembelajaran yang diberikan guru kepada anak didik. Tidak sebatas materi pembelajaran. Ternyata pikiran itu amat dangkal. Ada hubungan secara psikologis anak dengan gurunya, walau gurunya pernah memarahi, pernah jengkel. Tetapi malah anak yang rindu dimarahi gurunya, rindu ditegur gurunya. Begitu juga dengan teman-temannya, mereka rindu berkumpul. Manusia adalah makhluk sosial, tentu saja hal ini muncul. Dan perlu kita sadari bahwa proses pembelajaran itu amatlah luas, seperti mengutip pepatah "Alam Terkembang Jadi Guru" berarti alam semesta adalah bahan pembelajaran termasuk bersosialisasi sesama teman.
Jadi suasana pandemi, ada hikmahnya setidaknya sudut pandang kita kepada dunia pendidikan khususnya di tingkat sekolah dasar. Peran guru sangat dominan, peran sekolah mutlak. Sekolah adalah wadah belajar dan bermain, guru adalah orang tua yang mengayomi mereka selama berada di sekolah. Peran orang tua dan peran guru dalam porsi yang sangat berbeda.