Mohon tunggu...
Yudistira Pratama
Yudistira Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemimpi(n)

Lantang tanpa suara!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Harapan dan Masa Depan para Birokrat

8 Maret 2020   12:25 Diperbarui: 12 Maret 2020   00:07 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) (Sumber: CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. 

Berdasarkan pengertian tersebut sebelumnya kita semua sepakat bahwa setiap orang yang bekerja dalam lingkup Pemerintahan (Pusat ataupun Daerah) pada jenjang hierarki dan jenjang jabatan tertentu disebut sebagai Birokrat (Orang yang menjadi bagian dari birokrasi).

Pada buku Birokrasi dalam perspektif Politik dan Administrasi Karya Budi Setiyono terbitan tahun 2012, disebutkan bahwa Birokrasi dijuluki sebagai "The Most Important Organization In The World" atau Organisasi paling penting di dunia. 

Julukan ini disematkan karena hampir semua tugas dan fungsi dari birokrasi bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. 

Ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, orang tua si anak butuh mengurus Akte Kelahiran ke Dinas Dukcapil yang ada di daerah atau setidaknya Surat Keterangan Kelahiran dari Bidan setempat untuk mempermudah proses administrasi anaknya apabila suatu saat nanti dokumen tersebut dibutuhkan.  

Saat usia si anak semakin bertambah, pada usia dini ia butuh diimunisasi untuk meningkatkan sistem immune (kekebalan tubuh) agar si anak dapat bermain dan tetap sehat selama masa pertumbuhannya, organisasi yang menjadi Leading Sector akan hal ini adalah Dinas Kesehatan setempat. 

Ketika si anak sudah mulai menapaki jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah ada lagi organisasi yang bertanggung jawab akan kualitas pendidikan generasi muda bangsa dimana pada level terendah (Pemerintah Daerah) organisasi itu dikenal sebagai Dinas Pendidikan. 

Sang anak  pun selesai menjalani pendidikan dan bertumbuh dewasa, tentunya ia membutuhkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya nanti ketika sudah membina hubungan rumah tangga.

Sebagian dari mereka ada yang memilih untuk berdagang, menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia), ada yang memilih jalan untuk bertani, berkebun ataupun beternak untuk menjadi pahlawan pangan, dan ada pula yang memilih jalan untuk menjadi atlet sesuai dengan keahliannya masing - masing. 

Jarang kita sadari bahwa pilihan hidup dari anak - anak yang mulai tumbuh dewasa sebagaimana yang disebutkan sebelumnya tadi kesemuanya itu menjadi tanggung jawab dari Birokrasi (Dinas Tenaga  Kerja, Dinas Perikanan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Olahraga, Dinas Perdagangan) yang bertugas untuk memberikan pelayanan dan pendampingan kepada setiap warga negara agar dapat mendapatkan penghasilan yang layak untuk keluarganya. 

Bahkan untuk pengurusan surat keterangan kematian seorang warga negara pun menjadi tanggung jawab organisasi birokrasi yang ada pada level Kelurahan/Desa/RT/RW.

Mengingat pentingnya peranan birokrasi, Pemerintah saat ini tengah gencar - gencarnya mencanangkan Reformasi Birokrasi (RB) guna mewujudkan Birokrasi yang bersih, bertanggung jawab serta melayani. 

Gerakan perubahan ini berangkat dari citra negatif birokrasi sebelumnya yang sering diidentikkan oleh masyarakat sebagai organisasi yang lambat, kurang berdedikasi dan selalu berpegang teguh pada motto Kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat?

Akan tetapi itu adalah cerminan birokrasi Tempo Doeloe yang sudah mulai ditinggalkan di era yang sekarang. 

Reformasi Birokrasi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai Good Governance dengan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.

Terlepas dari usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia, saya memiliki pemikiran yang mungkin saja bisa menjadi perhatian pemerintah dalam meningkatkan peranan birokrasi sebagai The Most Important Organization in The World.

 Penegasan kedudukan Birokrasi dalam Politik

Saya memiliki analogi tersendiri dalam memandang Birokrat (Pelaku Birokrasi) dan politik, ibarat seekor ikan yang hidup di habitat yang tercemar oleh minyak, kehidupan birokrasi tidak bisa lepas dari dunia politik, apabila tingkat kewajaran minyak yang mencemari habitatnya melebihi batas kewajaran maka birokrasi bisa mengalami disfungsi. Kondisi ini memang tidak bisa dihindarkan karena posisi birokrasi yang berada langsung di bawah pejabat Politik (Top Leader).

Pada Level Pemerintahan Daerah, Bupati/Walikota/Gubernur yang berhasil memenangkan kontestasi Pilkada setelah dilantik dengan sendirinya akan menjadi atasan para birokrat di daerah sekaligus  memegang kewenangan sebagai PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang berwenang dalam melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dan pembinaan manajemen ASN (PP Nomor 11 Tahun 2017).

Kewenangan yang dimiliki oleh PPK dalam hal manajemen ASN ini tentunya menjadi peluang tersendiri bagi sebagian birokrat yang menjadi bawahannya, oleh karenanya pada setiap pelaksanaan Pilkada sebagian birokrat di negeri ini mulai merapatkan barisan pada kandidat yang mereka yakini berpeluang untuk menang dengan harapan ketika Calon Kepala Daerah ini berhasil mereka hantarkan ke kursi kemenangan mereka akan mendapatkan feed back berupa promosi jabatan ataupun bentuk keuntungan lainnya. 

Secara aturan ASN tidak boleh melakukan politik praktis, akan tetapi di sisi yang lain ASN memiliki 1 (satu) suara politik untuk menentukan pilihannya. 

Terlepas dari boleh tidaknya ASN mendukung ataupun memobilisasi massa untuk memilih kandidat tertentu, dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini dapat menyebabkan disfungsi birokrasi sebagaimana yang saya kemukakan sebelumnya, apa yang mendasari pemikiran ini?

Para pembaca bisa buktikan pasca pelaksanaan Pemilihan, dimana pada beberapa daerah akan terjadi gelombang mutasi (Pergantian) gerbong jabatan mulai dari jabatan tertinggi hingga jabatan yang paling rendah pada masing - masing daerah, dan fenomena ini pun sering diberitakan di berbagai media massa.

Lantas apa kaitannya antara disfungsi birokrasi dan pergantian pejabat birokrasi? kaitannya adalah ketika pergantian pejabat birokrasi tidak dibarengi dengan sistem merit (Merit System).

Mutasi tidak mengedepankan prinsip The Right Man in The Right Place banyak jabatan yang diisi tidak berdasar pada kesesuaian antara bidang ilmu dengan pekerjaan yang akan dilakukan ataupun berdasarkan kinerja dari birokrat yang bersangkutan, akan tetapi lebih mengedepankan unsur kekeluargaan, kedekatan ataupun dukungan. 

Fenomena ini tentu saja akan berdampak pada kinerja birokrasi dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat berupa percepatan pembangunan, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, serta pelayanan yang sifatnya mendasar. 

Saya selalu memiliki keyakinan birokrasi adalah kunci dari kemajuan suatu daerah ataupun negara (mengingat peranan birokrasi pada paragraf awal), walaupun suatu daerah ataupun negara memiliki pemimpin yang cerdas dan visioner akan tetapi apabila birokrasi di bawahanya tidak mampu mengejawantahkan pemikiran dan harapan dari Top Leadernya tentu saja hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Terkait permasalahan yang saya kemukakan di atas, saya memiliki pemikiran ataupun harapan untuk penegasan kedudukan birokrasi dalam politik. Mengapa tidak hak suara dari para birokrat dicabut sama halnya seperti TNI dan Polri?

Hal ini mengingat bahwa ASN pun merupakan aparatur negara yang memiliki instrumen-instrumen yang rentan disalahgunakan ketika pelaksanaan Pilkada. Kemudian terkait kewenagan manajemen ASN, perlu adanya formulasi baru yang dapat membuat ASN dapat Profesional dalam bekerja tanpa harus menjadi korban politik.

Mungkin ada yang menjawab bahwa sudah ada aturan ataupun formulasi untuk mencegah apa yang dikhawatirkan sebagaimana yang dikemukakan di atas. Benar, akan tetapi negara kita memiliki daerah otonom yang jumlahnya tidak sedikit untuk diawasi, kemudian sekalipun birokrat diberikan hak untuk dapat menggugat ke PTUN pastinya ada banyak faktor yang sifatnya tak formil yang menjadi pertimbangan para birokrat yang menjadi korban politik.

Penyelesaian masalah kesenjangan pendapatan

Sudah bukan rahasia umum lagi bila ASN Provinsi DKI Jakarta dan beberapa ASN di daerah tertentu memiliki Take Home Pay yang lumayan menggiurkan bila dibandingkan dengan daerah - daerah lain yang ada di Indonesia.

Berdasarkan keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada salah satu acara stasiun TV menyebutkan bahwa seorang PNS DKI Jakarta yang levelnya staf bisa memiliki Take Home Pay hingga belasan juta rupiah.

Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan ASN yang daerahnya memiliki PAD (Pendapatan Asi Daerah) yang rendah dimana PAD itu sendiri menjadi salah satu indikator penetapan tunjangan pegawai selain kebijakan dari Kepala Daerah.

Mungkin terlalu jauh membandingkan ASN DKI Jakarta dengan daerah - daerah lain yang PADnya jauh dibawahnya. Perbandingan antara satu Kabupaten dan Kabupaten/Kota yang menjadi tetangganya di suatu daerah yang notabenenya memiliki PAD dan jumlah APBD yang relatif sama, tunjangan ASN yang diberikan memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Daerah yang satu mendapatkan tunjangan perbulan sebesar 1 (Satu) Juta rupiah, daerah yang satunya lagi mendapatkan tunjangan 0 (Nol) Rupiah sehingga pegawai yang bersangkutan hanya mengandalkan gaji kurang lebih sebesar 2,5 Juta rupiah untuk lulusan S1 (Strata 1) dengan masa kerja 0 tahun. Bisa dibayangkan apabila ASN kita harus hidup/menghidupi keluarganya dengan pendapatan 2,5 Juta rupiah?

Apabila kita hitung secara matematika Rp. 2.500.000,- : 30 Hari = Rp. 83.333,33.... / hari, memang benar apabila seorang ASN memiliki Suami/Istri/Anak akan diberikan tambahan tunjangan, akan tetapi tunjangan tersebut hanya sekian persen dikali dengan gaji pokok ASN yang bersangkutan. Pada poin ini sebenarnya yang ingin saya tekankan bukan masalah pendapatan yang didapatkan oleh ASNnya tapi efektifitas dari kinerja ASN itu sendiri. 

Dengan pendapatan sebagaimana yang dikemukakan di atas, ASN akhirnya beralih untuk mencari pendapatan lain untuk menghidupi keluarganya.

Hal ini umumnya terjadi dengan ASN yang bekerja pada level Kelurahan/Kecamatan yang jarang mendapatkan tambahan penghasilan lain seperti ASN yang bekerja pada level OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang masih bisa mendapatkan tambahan penghasilan ketika melaksanakan perjalanan dinas. 

Beberapa ASN kita di level Kecamatan/Kelurahan utamanya di daerah pelosok datang ke kantor untuk mengisi buku absen dan beberapa jam kemudian menghilang untuk mencari pendapatan lain yang halal guna memenuhi kebutuhan keluarganya.

Fenomena seperti ini jelas mengurangi efektifitas kinerja ASN untuk melayani masyarakat, akan tetapi apakah ada jawaban yang logis guna menjawab pertanyaan apa yang akan kamu lakukan ketika jumlah kebutuhan melebihi pendapatan?.

Masalah kesejahteraan pegawai memang selalu menjadi bahasan menarik untuk selalu dibicarakan. Saya yakin beberapa ASN sebagaimana yang dikemukakan di atas ingin memberikan sumbangsihnya untuk melayani masyarakat, akan tetapi mereka pun memiliki keluarga yang harus dinafkahi. 

Beberapa teman saya pernah bercerita bahwa biaya hidup di Jakarta sebenarnya tidaklah sefantastis yang dibayangkan orang kebanyakan, yang fantastis itu adalah Gaya Hidupnya bukan Biaya Hidupnya. Apabila kita bisa mengatur keuangan dengan baik kita bisa hidup di Jakarta dengan biaya yang sedikit. Lantas bagaimana dengan nasib ASN di daerah - daerah pelosok yang hanya memperjuangkan biaya hidupnya saja?.

Kedua permasalahan yang saya kemukakan di atas merupakan problematika yang terus - menerus membayangi Profesionalisme para Birokrat dalam menyandang perannya sebagai The Most Important Organization in The World poros dari roda negara yang bergerak maju menuju kesejahteraan. 

Besar harapan kita bersama bahwa di masa depan ketika seseorang ingin mengrus perizinan untuk memulai usaha cukup klik salah satu menu aplikasi yang tersedia di Smartphone, di masa depan para petani kita bisa meningkatkan produksi pertaniannya dikarenakan supervisi yang diberikan dinas terkait (Birokrasi) begitu maksimal.

Di masa depan kita mengharapakan pada setiap kecamatan dan kelurahan memiliki sistem pelayanan berbasis online dengan penambahan jenis inovasi lainnya dikarenakan para Camat dan Lurah yang ditugaskan  memiliki kepekaan dan memang benar - benar berkompeten di bidangnya (Merit System).

Apabila TNI dan Polri kita ditugaskan oleh negara untuk menjaga perdamaian dunia atau yang biasa dikenal dengan istilah (Peace Keeper), maka pada masa mendatang kita mengharapkan ASN (Birokrat) kita bisa menjadi (Peace Maker) untuk negaranya sendiri.

Dengan profesionalisme dan kualitas kinerja ASN dalam mengurus hajat hidup orang banyak, kita semua berharap stabilitas/perdamaian/ketentraman turut hadir menyertai kehadiran kesejahteraan dan kedaulatan bangsa nantinya. 

Sumber: Setiyono, Budi. 2012. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Cetakan I. Bandung: NUANSA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun