Mohon tunggu...
Yudistira Pratama
Yudistira Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemimpi(n)

Lantang tanpa suara!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Harapan dan Masa Depan para Birokrat

8 Maret 2020   12:25 Diperbarui: 12 Maret 2020   00:07 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pembaca bisa buktikan pasca pelaksanaan Pemilihan, dimana pada beberapa daerah akan terjadi gelombang mutasi (Pergantian) gerbong jabatan mulai dari jabatan tertinggi hingga jabatan yang paling rendah pada masing - masing daerah, dan fenomena ini pun sering diberitakan di berbagai media massa.

Lantas apa kaitannya antara disfungsi birokrasi dan pergantian pejabat birokrasi? kaitannya adalah ketika pergantian pejabat birokrasi tidak dibarengi dengan sistem merit (Merit System).

Mutasi tidak mengedepankan prinsip The Right Man in The Right Place banyak jabatan yang diisi tidak berdasar pada kesesuaian antara bidang ilmu dengan pekerjaan yang akan dilakukan ataupun berdasarkan kinerja dari birokrat yang bersangkutan, akan tetapi lebih mengedepankan unsur kekeluargaan, kedekatan ataupun dukungan. 

Fenomena ini tentu saja akan berdampak pada kinerja birokrasi dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat berupa percepatan pembangunan, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, serta pelayanan yang sifatnya mendasar. 

Saya selalu memiliki keyakinan birokrasi adalah kunci dari kemajuan suatu daerah ataupun negara (mengingat peranan birokrasi pada paragraf awal), walaupun suatu daerah ataupun negara memiliki pemimpin yang cerdas dan visioner akan tetapi apabila birokrasi di bawahanya tidak mampu mengejawantahkan pemikiran dan harapan dari Top Leadernya tentu saja hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Terkait permasalahan yang saya kemukakan di atas, saya memiliki pemikiran ataupun harapan untuk penegasan kedudukan birokrasi dalam politik. Mengapa tidak hak suara dari para birokrat dicabut sama halnya seperti TNI dan Polri?

Hal ini mengingat bahwa ASN pun merupakan aparatur negara yang memiliki instrumen-instrumen yang rentan disalahgunakan ketika pelaksanaan Pilkada. Kemudian terkait kewenagan manajemen ASN, perlu adanya formulasi baru yang dapat membuat ASN dapat Profesional dalam bekerja tanpa harus menjadi korban politik.

Mungkin ada yang menjawab bahwa sudah ada aturan ataupun formulasi untuk mencegah apa yang dikhawatirkan sebagaimana yang dikemukakan di atas. Benar, akan tetapi negara kita memiliki daerah otonom yang jumlahnya tidak sedikit untuk diawasi, kemudian sekalipun birokrat diberikan hak untuk dapat menggugat ke PTUN pastinya ada banyak faktor yang sifatnya tak formil yang menjadi pertimbangan para birokrat yang menjadi korban politik.

Penyelesaian masalah kesenjangan pendapatan

Sudah bukan rahasia umum lagi bila ASN Provinsi DKI Jakarta dan beberapa ASN di daerah tertentu memiliki Take Home Pay yang lumayan menggiurkan bila dibandingkan dengan daerah - daerah lain yang ada di Indonesia.

Berdasarkan keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada salah satu acara stasiun TV menyebutkan bahwa seorang PNS DKI Jakarta yang levelnya staf bisa memiliki Take Home Pay hingga belasan juta rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun