Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita KRL] Balada Sepatu Kaca

6 April 2019   09:53 Diperbarui: 6 April 2019   10:40 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cuitan dari burung love bird kesayanganku pagi itu terdengar cukup nyaring. Sepertinya dia bahagia menyambut pagi. Ditambah lagi dengan sinar ke-emasan sang mentari. Cerah. Se-cerah harapanku untuk melangkah menuju stasiun kereta yang nanti akan mengantar ke tempat kerja, untuk beribadah sekaligus mencari nafkah.

15 menit saja roda dua tua ini berjalan melindas aspal untuk tiba di stasiun. Segera kurapihkan semua perlengkapan berkendara. Berkemas, lalu melangkah pasti menuju peron. Seperti biasanya, Saya mencari tempat yang setiap pagi saya berdiri disana untuk menunggu kedatangan si lokomotif besi. Sudah cukup ramai penumpang yang menunggu. 

Seorang wanita tiba-tiba datang dan tepat berdiri dibelakangku. Rupanya dia ingin ikut mengantri juga. Namun diiringi dengan omelan halus. Sambil terus membersihkan sepatunya dengan tissue, dia tidak berhenti mengomel. Kurang lebih yang keluar dari mulutnya seperti ini: "pada bisa gak sih jalan liat-liat, masak main injek sepatu orang aja". 

Oh rupanya dia kesal karena ada sesorang yang menginjak sepatunya. Saya melirik kebawah. Terlihat memang sepatunya cukup bersih dan mengkilap. Ada ornamen seperti kaca atau entah apa bahannya yang berbentuk kupu-kupu kecil. Semakin membuat indah sepatunya.

Tidak sampai 5 menit kemudian, kereta tiba ditempat kami semua berdiri. Alhamdulillah kebetulan pintu masuk persis berada didepanku. Segera kami berebutan masuk ketika pintu terbuka. Semua saling berjuang mendapatkan kursi. Dan Alhamdulillahnya lagi, mungkin rezeki saya pagi itu, saya mendapatkan kursi. Sementara si wanita tadi tidak mendapatkannya sehingga dia harus rela berdiri.

Namun kursi yang saya tempati tidak bertahan lama karena kuberikan kepada wanita lain yang baru saja masuk. Semoga ini bukan riya, hanya menceritakan saja. Sekelebat saya lihat tatapan wanita bersepatu kaca itu. Sepertinya dia tidak senang dan tidak ridho. Kenapa bukan dirinya yang saya berikan tempat kursi? Hihihihi... rezeki sudah ada yang mengatur koq Bu.. :-)

Kereta bergerak perlahan dengan denyitnya yang khas. Disetiap stasiun berhenti. Dan semakin banyak penumpang yang masuk. Wanita bersepatu kaca itu tetap gelisah. Setiap ada penumpang masuk yang otomatis bergerak kearahnya karena dorongan penumpang lain, wanita itu tampak risih. 

Sepertinya dia sangat ketakutan kalau sepatunya terinjak. Kebetulan jarak antara kami berdiri tidak terlalu jauh, sehingga saya dapat melihat dengan jelas ekspresi wajah dan gerakan tubuhnya. Duuhh... ibu, kenapa jadi repot begitu ya? Kenapa gak pakai sandal aja da sepatunya ditenteng, gumamku. Tapi biarlah itu urusan dia.

Sampai juga di stasiun yang saya tuju. Dan rupanya ibu ini turun di stasiun yang sama denganku. Dia berancang-ancang sambil meminta jalan kepada penumpang lain agar lebih mendekati pintu keluar. Saya masih saja dibelakangnya. Toh tanpa permisipun, Saya yakin orang-orang yang di depan itu pasti akan turun juga. Betul saja, ketika pintu terbuka, penumpangpun berebut turun. 

Tidak terkecuali wanita bersepatu kaca itu. Tapi lagi-lagi terdengar kegaduhan yang suaranya bersumber dari wanita tersebut. Ketika kaki saya sudah menyentuh peron, saya lihat wanita itu sedikit kebingungan dan terlihat panik. Saya coba tanyakan kepadanya, ada apa? Rupanya salah satu sepatunya terlepas ketika dia turun. 

Dan itu bukan karena terinjak, melainkan kakinya tersangkut sesuatu di pintu keluar kereta sehingga sepatunya terlepas. Saya katakan supaya segera menghubungi petugas. Namun dilalahnya, tidak ada petugas dekat situ, sementara penumpang yang berjalan juga cukup banyak untuk menuju pintu keluar peron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun