Padahal manusia memiliki rasionalitas dan nilai moralitas. Hal tersebut membedakan manusia dari binatang, meski tidak bisa sepenuhnya menjadi malaikat. Karena itu kemudian hawa nafsu dan emosi mutlak harus dikendalikan, agar tidak menjadi bersifat destruktif.
Penelitian yang menghadirkan perspektif baru, dari sudut pandang umum berlaku tentang homo homini lupus -manusia yang menjadi serigala bagi manusia lain, mendasarkan diri pada konsep homo socius -makhluk yang bersahabat. Tulisan panjang Rutger Bregman, Humankind, Sejarah Penuh harapan, 2020 menyajikan temuan tersebut, tentang manusia yang sesungguhnya baik.
Dalam berbagai kejadian, bahkan dalam momentum perang terhebat umat manusia modern sekalipun sebagaimana perang dunia ke-II, diketahui bila manusia menghindar untuk menyakiti manusia lain secara langsung dan terbuka. Hal itu terlihat aneh, namun begitu faktanya, itulah kemanusiaan.
Hal penting yang menurut Bregman menjadi pemandu dari kewarasan manusia dalam menjaga sifat baik kemanusiaan adalah dengan (i) menghilangkan bias negativitas, (ii) berasumsi baik, (iii) mengupayakan kemenangan bersama, hingga (iv) berupaya memahami dan mencintai manusia lain.
Jelas bukan perkara mudah, kemanusiaan sudah dikotori oleh kompetisi, bersaing untuk menjadi yang berada di puncak teratas, ada ambisi dan nafsu kekuasaan disana. Kegelapan itu semakin menjadi ketika kita tenggelam dalam gulungan informasi yang salah. Hari-hari ini kita semakin sering melihatnya.
Problem pokoknya, apakah kita mau larut dalam situasi tidak berujung kehilangan rasa kemanusiaan, ataukah kita mulai bersiap untuk mengasah kepekaan kemanusiaan? Pilihan itu ditangan kita!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI