Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Komplikasi Defisit BPJS Kesehatan

15 November 2019   19:01 Diperbarui: 16 November 2019   03:45 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila tidak, maka mudah dipahami bila kepuasan terjadi, dari kondisi yang belum ada acuan dasarnya. BPJS Kesehatan menjadi satu-satunya asuransi yang dimiliki, sehingga sulit melacak tingkat kepuasan yang tidak memiliki rujukan pembandingnya.

Ketiga: toh meskipun mengalami keterlambatan tidak ada kasus rumah sakit yang pailit karena BPJS Kesehatan. Indikatornya mudah terlihat dari semakin bertambahnya relasi kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan, bukti bahwa program ini menarik.

Kesimpulan tersebut cacat, karena meski tidak dirilis data pailit rumah sakit, nyatanya jual beli ijin dan pergantian kepemilikan di bisnis rumah sakit terjadi, yang bermuara pada konsentrasi penguasaan terpusat di beberapa genggaman konglomerasi. Sisanya terseok-seok, mati segan hidup pun kepayahan.

Pada saat yang sama, perlu dilihat apakah pilihan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terkait dengan prospek bisnis yang mencukupi? Atau karena memang seluruh segmen pasar, akan menjadi market asuransi sosial BPJS Kesehatan sebagaimana amanat undang-undang. 

Jika begitu, motif rumah sakit bekerja sama dengan BPJS Kesehatan lebih kepada aspek pragmatis, sekedar kalkulasi bisnis, karena populasi pasien di masa depan, akan terkonsentrasi di BPJS Kesehatan sebagai pembeli tunggal dari seluruh pasar nasional. Tidak ada pilihan lain.

Etika, Nilai dan Manfaat

Pertanyaannya, mungkinkan terjadi keseimbangan bila model asuransi sosial menggunakan asas gotong royong sebagaimana BPJS Kesehatan, dapat menggunakan skema nilai premi yang rendah dengan kebermanfaatan meluas?

Pertama: jawabnya bisa. Bila ditilik dengan kacamata ekonomi, skemanya menjadi tipikal dengan apa yang disebut Adam Smith, dengan modal sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, maka cara pandang itu selaras dengan prinsip ekonomi kapitalisme dasar. 

Jika demikian pola keberimbangan BPJS Kesehatan, harus sejalan mengikuti hukum permintaan dan penawaran -supply demand dalam pasar bebas. Logika menjelaskan kenaikan premi di harga pasar, dengan melepaskan intervensi pemerintah.

Secara teknokratik jawaban itu menjelaskan bagaimana solusi kali ini diambil. Naik premi, lepas ke harga aktuaria, tutup defisit. Dengan begitu, jawaban atas defisit akan selalu ditempatkan pada persoalan kenaikan premi. Perlahan menuju harga pasar.

Lantas andai hal itu terus dilakukan, jelas akan ada unsur yang melesap, yakni hilangnya peran etik pemerintah dalam menjamin dan melindungi warga negara, sebagai tanggung jawab atas keberadaan entitas pemerintahan bagi kehidupan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun