Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Racikan Gerimis, Malam, dan Bandung a la Kafe Tera Walk Station

2 Februari 2015   22:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:56 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: cdninstagram.com"][/caption] Pintu perlintasan Kereta Api di Jalan Merdeka Bandung tiba-tiba saja berbunyi, tanda palang perlintasan segera tertutup. Tak sampai satu menit, sebuah kereta api melintas dari timur ke barat. Serta merta juga, getaran akibat lewatnya “Ular Besi" itu tiba di telapak kaki saya. Sambil menikmati irama getarannya hingga ke sekujur tubuh, secangkir kopi perlahan-lahan saya minum. Sembari menunggu hidangan selanjutnya tiba di meja saya. Barangkali, itulah salah satu hiburan yang disuguhkan oleh Kafe Tera Walk Station, di Hotel Panghegar Bandung. Jaraknya dengan rel kereta api sendiri sangat dekat, hanya terhalang jalan kecil selebar 3 mobil pribadi berjuluk Jalan Tera. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan pengelola hotel dengan membuat kafe berkonsep stasiun kereta api abad 19. “Bila orang lain menilai rel kereta api sebagai gangguan, kami justru membuatnya jadi hiburan,” ungkap Euis Rosita, pemilik kafe. Kafe Tera Walk Station sendiri berada di sisi utara Hotel Panghegar Bandung. Kesan tema stasiun kereta api kuno sudah terasa ketika saya melangkahkan kaki di pintu masuk kafe. Berbagai aksesoris khas stasiun kereta api seperti lonceng dan mebel berbentuk loket, langsung menyambut pendatangnya. Di dinding atasnya terdapat lukisan kereta api tua, lengkap dengan lokomotif berbahan bakar batu bara. Tak lupa, foto-foto lokomotif tua juga berjejer apik di dinding berwarna putih di bawahnya. Untuk memperkuat kesan tema stasiun tua, Kafe Tera Walk Station juga menempatkan beberapa set mebel kursi dan meja tamu tua dari era nenek-kakek saya. Mebel-mebel ini umumnya berbahan kayu jati yang dipadukan dengan rotan. Kesan ini semakin kuat dengan keberadaan pemutar piringan hitam khas tahun 1950-an di tengahnya. Di bagian lainnya, tampak beberapa rak dan bufet berbahan kayu jati. Di setiap rak berjejer rapih guci, patung, buku, serta toples makanan bergaya tahun 1940-an. Kesan ini semakin kuat dengan keberadaan beberapa aksesoris sezaman, seperti mesin jahit, radio, dan gilingan kopi. Tak lupa juga lampu dan kipas angin bernada serupa, turut membawa saya hanyut ke masa lalu. Di sisi lain, berjejer sofa-sofa empuk berwarna merah menyala. Setiap sofa bisa memuat 3 orang. Sekilas, mebel-mebel ini tampak modern dan tidak memiliki kesan stasiun kereta api. Namun, bila diamati lebih teliti, sofa-sofa ini sangat berkaitan dengan fasilitas kereta api di negeri ini. Yah, sofa-sofa ini sengaja meniru kursi kereta api kelas ekonomi di Indonesia. Fasilitas ini sengaja dihadirkan untuk membangun kenangan pengunjung kafe terhadap kereta api di Indonesia. Tidak hanya bentuknya saya yang dibuat serupa. Namun, cara orang untuk keluar dari bangku pun meniru budaya di kereta api. “Orang (yang duduk di pojok) harus meminta izin dulu sebelum keluar, persis seperti di kereta api ekonomi,” tandas Hilwan Soleh, suami pemilik kafe.

***

Selang 15 menit kemudian, palang pintu kereta api Jalan Merdeka kembali tertutup. Kali ini, serombongan gerbong kereta api melintas dari arah barat menuju timur. Seiring dengan itu, seorang pelayan kafe membunyikan lonceng kecil selama kereta api melintas. “Teng-teng-teng-teng,” bunyinya mirip suara lonceng lokomotif tua ketika tengah beraksi. Kembali, saya merasakan getaran kereta api lewat. Kini, iramanya hampir senada dengan renyahnya sepotong Pempek hasil racikan sang koki. Pempek yang digoreng garing ini membuat lidah saya bergoyang. Rasanya ikannya yang begitu terasa, membuat perut ini menagih, lagi dan lagi. Pempek merupakan salah satu menu “Juara" Kafe Tera Walk Station. Pengunjung bisa menikmati 5 jenis Pempek yang berbeda, yaitu: Pempek Kapal Selam, Pempek Lenggang, Pempek Telur Kecil, Pempek Lenjer, dan Pempek Adaan. Konon, Pempek ini diterbangkan langsung dari Palembang ke Bandung. Berbicara tentang menu, Kafe Tera Walk Station mengajak saya untuk mengunjungi stasiun kereta ternama di Indonesia dan dunia melalui makanan. Salah satunya adalah Pempek yang ada di kelompok menu Kertapati Station. Stasiun ini berada di Kecamatan Kertapati, Palembang, Sumatera Selatan, “kampung halaman” Pempek. Selain Kertapati, kafe ini juga mengajak saya mengunjungi Bandung Station. Beberapa yang disajikan di stasiun ini, antara lain: de Monchy Holland Rissole dan The Rocket French Bratwurst. Tak hanya Indonesia, Kafe Tera Walk Station juga mengajak saya mengunjungi stasiun-stasiun ternama di dunia. Sebut saja beberapa di antaranya adalah Gare du Nord Station di Paris, Perancis; Grand Central Station di New York, Amerika; Kanazawa Station di Ishikawa, Jepang; dan Milano Centrale Station di Milan, Italia. Di kelompok menu stasiun tersebut, pengunjung diberi berkesempatan mencicipi kelezatan makanan dari setiap negara.

***

Lalu lintas kereta api di Bandung semakin indah dan menarik ketika berpadu dengan malam dan hujan gerimis. Saya rasa, Kafe Tera Walk Station bersedia membantu saya menikmati ketiganya. Tak lama setelah saya menghabiskan sepiring Pempek, Kafe Tera Walk Station menyajikan hidangan “juara” lainnya, yaitu Sup Pindang Ikan Patin. Dari aromanya, saya bisa langsung merasakan lezatnya ikan pindang dan patin yang berbalut dengan saus nanas ini. Ketika kuahnya sampai di lidah, rasa asam, pedas, dan gurihnya langsung membuat perut saya “mengaku” lapar kembali. Padahal, hidangan Pempek sebelumnya sudah membuat saya kekenyangan. Terlebih lagi, hidangan yang disajikan panas ini cocok untuk menikmati dinginnya Bandung. Sup Pindang Ikan Patin ini sendiri berasal dari kelompok menu Tera Walk Station. Kelompok menu ini berisi hidangan-hidangan “Juara” Kafe Tera Walk Station. Beberapa di antaranya adalah Sup Pinggang Iga Sapi, Sate Maranggi ala Tera Walk, Nasi Minyak Malaysia, dan Nasi Lemak Ayam Penyet. Barangkali, saya harus bilang berhati-hati dengan menu-menu ini. Pasalnya, ketika panganan ini tiba di lidah, pemakannya akan langsung merasakan jatuh berkali-kali di lubang cinta. Tidak hanya cinta kepada Indonesia dan Kereta Api, juga cinta pada Kafe Tera Walk Station dan menu Gerimis Malam Bandung.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun