Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kamu Kaya Anjing, Ya

20 Mei 2018   21:10 Diperbarui: 21 Mei 2018   02:30 2364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana sarapan di sebuah hotel selalu sama dari waktu ke waktu. Sajian makanan yang berlimpah, orang-orang yang lalu lalang mengambil santapan, dan celotehan pagi para wajah kuyu selepas bangkit dari peraduan. Semua itu menjadi pemandangan umum di restoran hotel mana pun pada pagi hari.

Seperti biasa, saya memperhatikan geliat mereka yang tertangkap oleh kedua mata dan telinga saya. Menengok makanan yang mereka ambil, melihat cara makan mereka, sampai mendengar percakapan mereka. Semuanya kerap tak lepas dari perhatian saya. 

Pernah suatu ketika, saya yang tengah sarapan bersama seorang kawan, menyetop obrolan kami. Pasalnya, tetiba saja saya tertarik untuk mencuri dengar percakapan di meja seberang. Beberapa dari mereka merupakan pengelola program yang tengah saya jalani ketika itu. Isi obrolannya tentu saja ihwal kelangsungan program berikut tantangan yang mereka hadapi ketika itu.

"Kamu kaya anjing, ya," tetiba saja kawan saya menyela dan membuyarkan konsentrasi. Kontan, saya tersentak mendengarkan ucapan dari mulutnya. "Soalnya, kamu suka memperhatikan sekitar kamu," kawan saya menjawab keheranan saya. Tampaknya, dia menangkap perbuatan "mencuri dengar" saya tersebut.

Kebiasaan saya ini bukan tanpa sebab. Saya memumpuknya sejak menjalani hari-hari sebagai jurnalis beberapa tahun sebelumnya.  Bagaimana pun, menjadi jurnalis bukan soal seberapa bagus kita menulis. Lebih dari itu, seberapa baik kita bisa menggali narasumber yang baik dan tepat.

Pada beberapa kesempatan, seringkali saya bisa menemui banyak narasumber dalam satu waktu. Umumnya, hal ini terjadi pada acara-acara besar dan penting dengan banyak tokoh di dalamnya. Tentunya, banyak jurnalis juga hadir dalam acara seperti ini. Para jurnalis ini biasa berebut dan saling sikut untuk mewawancarai orang-orang penting. Bagi mereka, dan saya juga tentunya ketika itu, testimoni para tokoh ini bisa menjadi berita untuk medianya masing-masing.

Dalam jurnalistik, terkenal istilah DoorStop. Istilah ini merujuk kepada aktivitas wawancara yang dilakukan dengan menghentikan narasumber di tengah jalan. Entah seorang presiden yang sedang berjalan di istana usai menemui tamu negara, juga seorang gubernur yang baru saja selesai menghadiri undangan mitranya, pun juga bupati yang baru saja meninjau pembangunan di wilayahnya. Jurnalis bisa melakukan wawancara doorstop seketika pada saat itu juga.

Seringkali, ketika tengah wawancara doorstop, terlihat juga sosok lain yang penting untuk diwawancara. Ketika hal ini terjadi, saya harus mampu memperhatikan orang yang tengah saya wawancarai dan sosok lain yang hendak beranjak pergi secara bersamaan. Saya harus tahu waktu yang tepat untuk menyudahi wawancara dengan seorang tokoh, dan beranjak ke tokoh yang lain tanpa kehilangan momen. Dalam hal ini, ketajaman dalam melihat dan kejelian dalam mendengar seorang jurnalis menjadi pertaruhan penting baginya untuk mendapatkan berita.

Di sisi lain, seorang jurnalis memang harus melatih ketajamannya dalam observasi. Observasi sendiri bahasa lainnya meninjau sebuah lingkungan, sosok, atau objek dan mengambil kesimpulan dari tinjauan tersebut. Dalam hal ini, seorang jurnalis harus mempergunakan kelima inderanya, mulai dari penglihatan, pendengaran, hingga perabaan. Ketepatan observasi ini memperlihatkan ketajaman "insting" sekaligus kekayaan pengalaman seorang jurnalis.

Sebagai contoh, seorang jurnalis senior berkunjung ke sebuah perkampungan di sebelah utara Bandung. Saya menyebut beliau Sang Pakar. Di sebuah warung kecil, Sang Pakar menemukan gula putih yang dibungkus kecil-kecil dan hanya cukup untuk menyeduh segelas teh atau kopi. Warga setempat menyebut gula tersebut dengan julukan "Gula Melarat".

Segera, Sang Pakar melihat bahwa kondisi mayoritas masyarakat kampung tersebut berada di bawah garis kemiskinan. Pasalnya, penghasilan masyarakat yang rendah membuat mereka hanya mampu hidup dari hari ke hari. Untuk menikmati manisnya gula pun, mereka hanya mampu membeli untuk satu bungkus kecil yang hanya cukup untuk satu gelas.

Dan benar saja. Ketika Sang Pakar menelusuri lebih dalam kondisi masyarakat di kampung tersebut, mayoritas berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, kemampuan observasi Sang Pakar sudah terasah dengan baik. Intuisinya cukup tajam dengan pengalaman yang tentunya segudang.

Kembali ke soal anjing. Berbicara tentang jurnalisme, setiap jurnalis awal belajar tentang fungsi jurnalisme dalam masyarakat. Salah satunya sebagai anjing pengawas, alias watch dog. Anjing jenis ini dengan setia mengawasi sistem kemasyarakat, termasuk pemerintahan dan demokrasi.

Sang anjing akan mempergunakan segenap inderanya untuk menjalankan fungsinya, termasuk: penglihatan, pendengaran, dan tentu saja penciuman. Bila ada yang tidak beres, sang anjing kemudian akan menyalak. Keras, mungkin cukup keras untuk menyadarkan masyarakat sebagai sosok tempat dia mengabdi. Masyarakat kemudian akan mengambil langkah-langkah penting guna menyelamatkan seluruh elemen masyarakat.

Apakah ada kaitannya anjing yang kawan saya sebutkan dengan fungsi jurnalisme sebagai anjing pengawas? Ah, saya tidak tahu. Satu hal yang pasti, celetukan teman saya itu lebih baik saya pergunakan sebagai cermin untuk merefleksi diri saya. Bila pun saya anjing, semoga menjadi anjing yang baik dan membawa manfaat bagi sang pemelihara.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun