Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Hidup Bermanfaat dari Stephen Hawking

21 Maret 2018   16:00 Diperbarui: 21 Maret 2018   16:10 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stephen Hawking muda. (Foto: quantamagazine.org)

Dalam film Theory of Everything, ketika memaparkan teorinya tersebut, kesehatan Hawking sudah cukup buruk dan harus mulai duduk di kursi roda. Dia tidak mampu lagi untuk mengangkat benda-benda kecil, bahkan secangkir air sekali pun. Pada fase ini, Hawking membutuhkan bantuan istrinya untuk mengenakan pakaiannya sehari-hari. Kala itu, sebagian besar tubuhnya mulai lumpuh.

Namun, kelumpuhan ini tidak membuatnya menyerah dan kalah. Di tengah-tengah kondisinya tersebut, anggota Institut Astronomi Cambriedge ini berhasil mempublikasikan buku pertamanya berjudul Struktur Besar Ruang-Waktu pada tahun 1973. Empat tahun kemudian, dia ditunjuk sebagai profesor fisika gravitasi di Cambriedge. 

Hebatnya lagi, pada 1979, Hawking mendapatkan posisi akademik sebagai Profesor Lucasian untuk Matematika. Posisi ini termasuk yang bergengsi di Cambriedge, bahkan di dunia. Sejak 1663, hanya 19 orang yang pernah menduduki posisi tersebut, termasuk Sir Isaac Newton dan Charles Babbage. Stephen Hawking sendiri merupakan Profesor Lucasian ke-17. Dia berada di posisi tersebut selama 30 tahun, hingga usianya mencapai 67 tahun pada 2009 silam.

Pada tahun 1985, setelah tubuhnya benar-benar lumpuh, Stephen Hawking mendapatkan cobaan kedua. Dia kehilangan suaranya akibat radang paru-paru. Sejak saat itu, praktis akses komunikasi satu-satunya Stephen Hawking terputus. Sebagai gantinya, dia mendapatkan sebuah komputer berjuluk Equalizer. Perangkat tersebut memiliki bank kata sebanyak 3.000 kata dan mampu mengubah tulisan ke suara. Dengan perangkat ini, Stepheng Hawking bisa berkomunikasi dengan kecepatan 15 kata per menit.

Bukannya takluk, kondisi ini malah membuat Stephen Hawking muncul dengan karyanya yang lebih besar. Pada tahun 1988, Hawking menerbitkan buku berjudul A Brief History of Time setelah meramunya selama 6 tahun. Buku ini terjual hingga 10 juta salinan dan diterjemahkan ke dalam 40 bahasa. Di Inggris dan Amerika sendiri, buku ini melejit menempati posisi paling banyak dibeli.

Stephen Hawking juga mulai merambah ke layar kaca. Pada 1993, Steven Spielberg memproduseri film dokumenter tentang kehidupan Hawking berjudul A Brief History of Time. Di film tersebut, Hawking juga muncul sebagai dirinya sendiri. Empat tahun kemudian, sebuah mini seri di televisi juga hadir berjudul Stephen Hawking's Universe.

Kemunculan Hawking juga terdapat di beberapa acara populer di layar kaca. Pada tahun 1993, dia muncul di episode Star Trek: The Next Generation. Enam tahun kemudian, dia juga muncul sebagai tokoh kartun dalam film The Simpsons. Dalam serial bertajuk sains, Stephen Hawking muncul sebagai bintang tamu di Futurama dan The Big Bang Theory. Hal ini menambah predikatnya sebagai ikon budaya pop.

Di bidang akademik, Stephen Hawking masih muncul dengan taringnya. Pada tahun 2004, dia mengumumkan bahwa dirinya telah memecahkan Paradok Lubang Hitam. Menyusul setahun kemudian, buku A Briefer History of Time terbit. Buku ini merupakan bentuk pembaharuan dan penulisan ulang dari buku A Brief History of Time. Juga buku The Grand Design pada 2010. Buku ini termasuk yang fenomenal di Indonesia. Dalam buku ini, Stephen Hawking membantah bahwa Tuhan menciptakan alam semesta.

Kehidupan Stephen Hawking juga memperlihatkan bahwa disabilitas bukan berarti ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Dengan tubuh yang lumpuh dan suara yang sirna, penerima Medali Copley ini justru menjadi Direktur Riset Institut Kosmologi Teori di Departemen Matematika Terapan dan Fisika Teori di Universitas Cambriedge pada 2009. Bahkan, enam tahun kemudian, penulis buku Alam Semesta di dalam Kulit Kacang ini memulai proyek baru untuk mencari kecerdasan luar angkasa bersama miliarder Yuri Milner.

Bagi Stephen Hawking, pekerjaan dan karya membuat hidupnya memiliki arti dan tujuan. Arti dan tujuan ini membuatnya bisa bertahan hidup dan berkarya selama lebih dari lima dekade setelah didagnosis ALS oleh dokter. "Kehidupan akan kosong tanpa itu (arti dan tujuan)," ungkap penerima US Medal of Freedom ini, dikutip dari BBC.

Dengan kondisinya yang serba minim, Stephen Hawking mengingatkan para difabel untuk berkonsentrasi bahwa disabilitas tidak akan menghalangi untuk melakukan yang terbaik. "Jangan disabel dalam semangat," tandas Fellow Royal Society ini kepada New York Times.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun