Penerimaan negara dari sektor perpajakan memiliki kontribusi signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam upaya mengamankan dan mengoptimalkan pendapatan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki peran strategis dalam mengawasi dan menegakkan kepatuhan pajak. Salah satu instrumen penting dalam proses tersebut adalah audit atau pemeriksaan pajak. Pemeriksaan ini bukan sekadar prosedur administratif, melainkan instrumen pengawasan yang menjadi dasar dari tindakan penegakan hukum seperti penagihan.
Audit pajak memungkinkan otoritas fiskal untuk memverifikasi kewajaran pelaporan pajak, memastikan keakuratan penghitungan pajak, serta mengungkap potensi pelanggaran perpajakan. Berdasarkan hasil audit tersebut, otoritas berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP), yang selanjutnya menjadi dasar dalam proses penagihan pajak sesuai ketentuan.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2025 memperbaharui tata cara pemeriksaan pajak agar lebih adaptif terhadap tantangan sistem perpajakan digital dan kompleksitas transaksi lintas batas. PMK ini memperkuat posisi audit sebagai prasyarat legal dalam proses penagihan, yang mekanismenya juga diatur secara rinci dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020
Pengertian dan Fungsi Audit dalam Penagihan Pajak
Audit pajak atau pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kepatuhan perpajakan Wajib Pajak (WP) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam konteks penagihan, audit berfungsi sebagai alat legal untuk menilai apakah WP memiliki utang pajak yang belum dilunasi, serta menjadi landasan administratif untuk menerbitkan instrumen tagihan yang sah.
Fungsi audit dalam proses penagihan pajak meliputi:
Verifikasi Kebenaran Laporan: Menilai apakah laporan keuangan dan SPT yang disampaikan sesuai dengan transaksi nyata.
Identifikasi Pelanggaran: Mendeteksi adanya rekayasa laporan seperti underreporting, transfer pricing, atau faktur fiktif.
Menetapkan Besarnya Pajak Terutang: Menghitung kekurangan pembayaran pajak berdasarkan bukti dan dokumen yang dikumpulkan.
Memberikan Kepastian Hukum: Menjadi dasar kuat untuk menerbitkan SKPKB, SKPKBT, atau STP.
Audit juga membedakan antara WP patuh dan tidak patuh, sehingga memudahkan otoritas pajak dalam mengalokasikan sumber daya pemeriksaan dan penagihan secara efisien.