Mohon tunggu...
Y Rosandi
Y Rosandi Mohon Tunggu... -

let's make the world a bit better

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tinjauan heuristik sekolah anak-anak kita

12 Juli 2012   09:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:02 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengamati setiap gejolak pada awal tahun pelajaran baru, sering kali saya merasa miris. Anak yang gagal masuk sekolah, yang salah mengambil pilihan sekolah, passing grade sedikit terlalu tinggi, hasil UN yang tidak menggambarkan kualitas siswa dan lain-lain. Saya sering kali ikut deg-deg-an dengan adanya system seleksi untuk melanjutkan sekolah dari satu tingkat ke tingkat lebih tinggi; dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA, dan dari SMA ke perguruan tinggi. Para orang tua seakan berlomba untuk memasukkan anaknya ke sekolah tertentu yang ternama dan favorit. Belum lagi ketika membaca proses anak ketika memasuki lingkungan sekolah baru; penuh dengan stres.

Kemudian timbul pertanyaan di benak saya; bukankan semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang setara? Ya, semua anak. Anak berkemampuan lebih, anak berkemampuan kurang, dan anak biasa-biasa saja, semua seharusnya memiliki hak untuk menempati satu bangku sekolah, dan mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Bahkan anak yang terbelakang pun harus memiliki satu tempat untuk belajar. Saat ini saya ingin berbicara hanya mengenai pendidikan dasar dan menengah, yang secara undang-undang wajib bagi anak Indonesia. Karena sekolah itu wajib, hendaknya setiap anak secara otomatis mendapatkan hak satu kursi di kelas sebuah sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Tidak seharusnya seorang anak ikut merasa stres dan takut tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak manapun harus dapat secara langsung melanjutkan sekolah. Ini adalah hak mereka, dan penyelenggara pendidikan wajib memenuhinya. Jadi jika kita berbicara mengenai "wajib belajar", kata-kata ini seharusnya ditujukan pada pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan. Bukan pada anak-anak karena bagi mereka pendidikan adalah "hak".

==Quote: "Pendidikan adalah hak anak"==

Kecenderungan para orang tua untuk memasukkan anak ke sekolah yang ternama --walaupun jauh dari tempat tinggalnya-- seharusnya dapat dihindari seandainya keberadaan sekolah dikembalikan kepada fungsi dasarnya. Yakni, menyediakan pendidikan yang layak bagi semua anak indonesia yang berada pada umur sekolah. Dengan demikian jumlah bangku sekolah (tentu saja jumlah sekolah) harus sesuai dengan jumlah anak. Lokasi sekolah-sekolah seharusnya tersebar di sekitar tempat-tempat tinggal anak-anak, tidak terkonsentrasi di beberapa tempat saja. Data sensus, misalnya, dapat digunakan untuk menentukan distribusi lokasi sekolah. Pemerintah harus menjaga agar proses pendidikan yang dilaksanakan dan sarana yang dimiliki oleh sekolah memenuhi standar.

Yang saya maksud adalah standardisasi proses dan sarana prasarana pendidikan, bukan standardisasi "hasil didikan". Perbedaan tingkat "prestige" dan status gengsi dari sekolah, menurut saya, membawa pengaruh yang negatif bagi system pendidikan secara umum karena mengesampingkan tujuan dasar sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua anak secara merata. Saat ini salah satu gambaran prestasi dari sebuah sekolah adalah hasil Ujian Negara (UN) dari siswa-siswanya. Ini justru yang salah kaprah, karena kita hanya melihat hasil akhir tanpa memperhatikan sarana, proses belajar dan pendidikan yang diterima oleh para siswa sebelum melakukan ujian. Akibatnya, orang-tua dan guru melakukan "usaha-usaha khusus" agar anak didik lulus UN dengan nilai baik, yang ujung-ujungnya malah kontra produktif.

Perangkingan sekolah melalui tingkatan prestige dan prestasi sebenarnya datang secara alami. Akan tetapi hendaknya ada kontrol agar hal ini tidak terlalu dibesar-besarkan. Informasi ini barangkali lebih bermanfaat bila disimpan dan dipelajari oleh fihak pengatur hanya untuk melakukan evaluasi dan tidak dijadikan sebagai acuan tujuan tempat sekolah anak oleh masyarakat. Acuan diperlukan untuk melakukan normalisasi dan standardisasi sekolah lain oleh penyelenggara pendidikan. Kita dapat melihat dan mengevaluasi, apa gerangan kelebihan sekolah yang berprestasi tinggi, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan sekolah-sekolah lain yang tertinggal sehingga merata. Dengan hilangnya tingkatan prestige dan kemudian pemerataan sekolah tercapai, membawa dampak yang sangat baik bagi anak. Tidak akan ada semacam kebanggaan berlebihan atau perasaan sombong terhadap masing-masing sekolah. Semua anak Indonesia harus sadar bahwa semua temannya, satu sekolah atau tidak, memiliki hak pendidikan yang sama dan setara, tidak dipengaruhi oleh tingkat  kaya atau miskin orang tuanya dan elit atau tidaknya sekolah mereka.

==Quote: "Hindari perangkingan prestige sekolah. Semua sekolah memiliki tujuan dasar yang sama, yakni menyediakan pendidikan layak bagi setiap anak"==

Penempatan sekolah anak sangat baik jika ditentukan berdasarkan domisili tempat tinggal. Banyak sekali hal yang menguntungkan jika ini dapat terlaksana. Pertama, menghindarkan anak-anak dari stres lalu-lintas dan juga mengurangi kepadatan lalu-lintas pada jam-jam sibuk. Kedua, jika jarak ke sekolah tidak terlalu jauh anak-anak dapat dididik hidup sehat dengan membiasakan diri berjalan kaki ke sekolah atau bersepeda. Ketiga, hal ini dapat meringankan beban orang tua untuk mengeluarkan ongkos anak sekolah. Keempat, orang tua memiliki akses yang mudah pula untuk berkomunikasi dengan pihak sekolah, dan dapat pula membantu aktif untuk memantau proses belajar dan lingkungan serta pergaulan anak-anak. Saya yakin bila ditelaah lebih jauh, masih banyak kebaikan lain yang menguntungkan anak dan lingkungan sekitar. Namun sebelumnya pemerataan sarana dan prasarana sekolah harus diwujudkan.

Tentu saja selalu ada pengecualian. Bagi anak-anak yang membutuhkan sekolah khusus dapat mengunjungi sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Tetapi sebaiknya ini adalah suatu pengecualian berdasarkan kasus per kasus, misalnya untuk anak-anak berkemampuan lebih atau anak berkemampuan kurang, yang memerlukan penanganan khusus.

==Quote: "Sekolah dekat rumah, anak-anak lebih sehat"==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun