Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nelayan Tua di Volendam

7 November 2017   00:48 Diperbarui: 8 November 2017   00:28 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hahahahahaha..." Kali ini Si Kakek ikut tertawa mendengar ucapan saya. Kami berdua tertawa terus-terus menerus. Suara tawa kami berbaur dengan desir angin dan deru ombak yang memukul-mukul bibir pantai

Setelah saya bisa menenangkan diri, Raoul melanjutkan ceritanya. "Karena peristiwa salah masuk rumah terjadi berulang-ulang, pemerintah daerah merasa perlu untuk memberi identitas pada setiap rumah."

"Jadi pemilik rumah boleh mengganti warna cat rumahnya?" Saya mencoba menerka.

"Bukan cuma warna cat. Sekarang semua nelayan diizinkan mengganti desainnya. Mereka boleh mengganti pagar, atap atau apapun yang tentu saja obyektifnya untuk memberi tanda agar mereka tidak salah lagi mengenali rumahnya."

"Tapi banyak turis yang merasa bahwa rumah-rumah mereka masih tampak sama?" tanya saya.

"Memang betul. Ciri khas tiap-tiap rumah hanya bisa dikenali oleh pemiliknya. Buat orang lain masih terlihat sama karena benang merah dari desain keseluruhan tetap dipertahankan."


Pertemuan dengan Raoul begitu berkesan di hati. Saya jadi teringat Papa saya. Beliau  juga suka memancing. Biasanya dia pergi dengan beberapa temannya ke Muara Kamal, Jakarta Utara. Di muara yang berhubungan dengan Laut Jawa itu banyak sekali perahu nelayan. Di sana Papa dan rombongan menyewa perahu dari nelayan lalu berangkat memancing malam hari dan pulang keesokan paginya.

Dari jaman masih kecil, saya sering minta ikut memancing dengannya tapi papa tak pernah mau mengajak saya karena saya seorang perempuan. Papa lebih nyaman mengajak A Koh, kakak lelaki saya. Bahkan sampai setua sekarang, keinginan saya yang amat sederhana ini tidak pernah kesampaian. Siapa menyangka, harapan itu bisa saya peroleh dari seorang nelayan tua berusia 80 tahun dan bertempat tinggal 23.000 mil jauhnya dari rumah. Tuhan itu memang luar biasa ya?

Sejak saat itu, setiap kali ke Volendam, saya selalu menyempatkan diri mengunjungi Nelayan Tua ini. Sambil menunggu para turis, kami berdua memancing bersama. Raoul menghadiahkan sebuah joran miliknya. Dengan sabar dia mengajari saya bagaimana cara mengaitkan umpan. Bagaimana cara melemparkan kail agar mencapai jarak yang jauh.

Selama memancing bersamanya, saya tidak pernah berhasil mendapat ikan seekor pun. Raoul pun sama saja. Kalaupun berhasil yang diperolehnya cuma ikan-ikan kecil yang lalu dia lepaskan kembali ke laut. Meskipun demikian, waktu yang saya jalani bersama Raoul  sangat berkualitas dan merupakan episode hidup yang menyenangkan.

Seiring berjalannya waktu, hubungan kami semakin lama semakin rapat. Setiap kali datang, saya selalu membawa oleh-oleh sederhana berupa syal, topi, t-shirt bergambar Barong Bali, rokok Kretek Indonesia, buku dan pernah juga saya membawakannya Surjan Jawa untuk dipakai saat angin laut terlalu kencang dan dingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun