Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ajax, Setitik Sinar di Tengah Kegelapan

12 Mei 2017   13:07 Diperbarui: 13 Mei 2017   02:22 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam 2 dekade terakhir, prestasi klub-klub asal Belanda tergolong seret, untuk ukuran liga penghasil pemain top dunia. Sejak Ajax Amsterdam juara Liga Champions musim 1994/1995, dan menjadi finalis musim berikutnya, hanya ada Feyenoord Rotterdam, yang sukses juara Piala UEFA 2001/2002. Setelahnya, belum ada lagi, klub Belanda, yang mampu mencapai final lagi, di kompetisi antarklub Eropa. Pencapaian tertinggi terakhir mereka, adalah saat PSV Eindhoven mencapai semifinal Liga Champions, edisi 2004/2005. Selebihnya, bukan prestasi yang membanggakan.

Situasi ini muncul, karena klub-klub Negeri Tulip, terbiasa melepas pemain bintang mereka, saat harganya dirasa cocok. Uang yang didapat, lalu dipakai, untuk membantu pendanaan klub, atau membeli pemain potensial, yang harganya murah, sambil mempromosikan pemain muda dari akademi. Tapi, saat si pemain mulai 'mekar', mereka langsung dilepas, jika harganya cocok. Mereka lalu mencari lagi, membina lagi, dan melepas lagi, tanpa benar-benar bisa menikmatinya.

Akibat siklus yang terus berulang inilah, klub-klub asal Belanda sulit berprestasi di Eropa. Meski rutin mencetak pemain bagus, macam Klaas Jan Huntelaar, Robin Van Persie, Arjen Robben, Wesley Sneijder, dan Giorginio Wijnaldum, liga Belanda masih hanya dianggap sebatas sebagai "liga batu loncatan", bagi para pemain muda.

Dalam situasi ini, pihak yang diuntungkan hanya timnas Belanda. Banyaknya pemain lokal, yang diekspor ke luar negeri, justru membuat kualitas Tim Oranye meningkat. Terbukti, dalam 2 dekade terakhir, timnas Belanda mampu 2 kali menembus semifinal Piala Eropa (edisi 2000 dan 2004), 2 kali menjadi semifinalis Piala Dunia (1998 dan 2014), dan menjadi finalis Piala Dunia 2010.

Sayangnya, setelah meraih medali perunggu, di Piala Dunia 2014, timnas Belanda seperti masuk dalam kegelapan. Mereka gagal lolos, ke Euro 2016, dan terancam gagal lolos, ke Piala Dunia 2018. Situasi timnas Belanda saat ini, seperti sedang 'menyusul' kegelapan prestasi klub wakil liga Belanda di Eropa, dalam sedekade terakhir.

Syukurlah, di tengah kegelapan ini, Ajax Amsterdam mampu memberi setitik sinar. De Rood Witte (Si Merah Putih) memberi secercah harapan, usai lolos ke final Liga Europa musim 2016/2017. Meski kalah 1-3, dari tuan rumah Olympique Lyon (Prancis), Jumat (12/5, dinihari WIB) ini, mereka tetap unggul 5-4 secara agregat. Pada leg pertama, yang pada pekan lalu digelar di Amsterdam, Ajax menang 4-1.

Di final, Ajax akan menantang klub wakil Inggris, Manchester United, yang lolos ke final, setelah menyingkirkan tim kejutan Celta Vigo (Spanyol), dengan agregat 2-1 (1-0, 1-1), Jumat (12/5, dinihari WIB). Laga final Liga Europa kali ini, akan digelar di Stadion Friends Arena, Stockholm, Swedia, pada tanggal 24 Mei mendatang.

Situasi yang sedang dialami Ajax, dan timnas Belanda saat ini, mirip dengan yang mereka alami 30 tahun silam. Kala itu, prestasi klub-klub Belanda di Eropa kurang bagus. Regenerasi pemain timnas juga macet. Akibatnya, Belanda harus absen di tiga turnamen besar; Piala Dunia 1982 dan 1986, plus Piala Eropa 1984. Ini merupakan periode tersuram sepakbola mereka, setelah sebelumnya sukses memukau dunia, pada dekade 1970-an.

Dalam situasi suram itu, Ajax muncul, dan memberi secercah harapan. Di bawah komando Johan Cruyff (1947-2016), legenda terbesar mereka, Ajax sukses menjuarai Piala Winners (almarhum, kini setara Liga Europa) musim 1986/1987. Gelar ini diraih, setelah Ajax menumbangkan Lokomotiv Leipzig 1-0 di final, berkat gol Marco Van Basten. Ajax asuhan Cruyff ini, lalu dikenal sebagai "Class of 1987" (generasi 1987). Dari tim ini, muncul Frank Rijkaard, dan Marco Van Basten, yang lalu menuai banyak prestasi, dan menjadi legenda di klub maupun timnas Belanda. Di timnas Belanda, Rijkaard dan Van Basten, adalah bagian integral tim, saat Belanda juara Euro 1988.

Ajax generasi 1987 ini, muncul setelah berakhirnya generasi 1970-an, yang dibangun Rinus Michels (1928-2005), dan dikomandani Johan Cruyff. Setelah generasi 1987 selesai, muncul generasi 1995. Generasi 1995 ini muncul, saat Ajax juara liga Champions 1994/1995, dan menjadi finalis, di musim berikutnya.

Dalam tim yang kala itu diasuh Louis Van Gaal (65), terdapat pemain-pemain macam Edwin Van Der Sar, Marc Overmars, De Boer bersaudara (Frank dan Ronald), Edgar Davids, Clarence Seedorf, dan Patrick Kluivert. Di timnas, mereka adalah pilar tim, saat Belanda menjadi semifinalis Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2000, dan 2004.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun