Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool dan Mimpi yang Tersamar

8 April 2024   08:10 Diperbarui: 8 April 2024   08:10 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk ukuran tim yang bersaing di jalur juara dan sudah punya pengalaman di situasi serupa, ini sikap yang sangat buruk. Mereka tahu apa yang harus dilakukan, tapi malah bertindak ceroboh sampai merusak semuanya.

Kekalahan 4-3 atas Setan Merah di Piala FA mungkin masih bisa diterima, karena ini turnamen sistem gugur. Kalah berarti selesai. Sebuah konsekuensi simpel.

Masalahnya, kalau hasil imbang 2-2 atas The Red Devils di Liga Inggris sampai melenyapkan kesempatan meraih trofi, ini terasa konyol. Apalagi kalau pacuan juara liga sampai ditentukan oleh perbedaan selisih gol.

Pada masa lalu, Liverpool pernah dua kali kalah satu poin dari Manchester City dalam pacuan juara liga, yakni pada musim 2018-2019 dan 2021-2022. Dengan standar Manchester City yang cenderung perfeksionis, dua kekalahan ini masih bisa diterima, bahkan masih layak dipuji, karena mampu menjadi lawan seimbang dari tim yang begitu superior.

Tapi, seiring kemunculan Arsenal sebagai "tim ketiga", ditambah kematangan mental Manchester City sebagai tim pemburu gelar, kekalahan di pacuan juara liga musim 2023-2024 akan terasa menyakitkan.

Selain karena margin poin tipis, kemungkinan kalah karena perbedaan satu detail diluar perbedaan poin akan terasa lebih konyol. Rasa sakitnya pun akan terasa, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian.

Di Liga Inggris, kekalahan semacam ini pernah terjadi ketika Manchester United kalah selisih gol dari Manchester City pada musim 2011-2012. Meski sudah berlalu sedekade lebih, Manchunian yang ingat momen dramatis ini pasti masih merasakan rasa sakit yang sama.

Kekalahan sangat dramatis seperti ini memang sebuah risiko normal dalam satu kompetisi. Masalahnya, berhubung pelatih Juergen Klopp akan mundur di akhir musim 2023-2024, kekalahan di pacuan juara Liga Inggris akan membuat "luka" kekalahan itu akan terasa sangat sakit.

Apalagi, kalau itu pada akhirnya turut disebabkan oleh kesalahan sendiri. Pilihannya cuma dua, ambruk seperti musim 2022-2023, atau meraih trofi Liga Inggris seperti musim 2019-2020.

Dengan kompetisi yang begitu intens, ditambah pergantian pelatih di musim panas 2024 nanti, kekalahan sangat dramatis akan membuat tantangan yang ada semakin kompleks.

Tapi, mengingat kacaunya performa Liverpool musim 2022-2023, dan aktivitas transfer yang hanya mendatangkan 4 pemain baru, sepak terjang tim kesayangan Kopites ini tetap akan jadi satu memori menarik, karena menjadi anomali di tengah royalnya aktivitas belanja musim panas sebagian klub Liga Inggris, termasuk Chelsea yang mampu mencatat rekor transfer pemain termahal, tapi tersesat di papan tengah Liga Inggris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun