Dengan kata lain, klub Saudi Pro League itu sedang coba mewujudkan transfer pinjaman seharga 1 miliar euro (sekitar 850 juta pounds). Angka ini tergolong spektakuler, karena nyaris 2,5 kali lipat lebih besar dari harga beli klub Newcastle United saat dibeli PIF (BUMN Arab Saudi, yang juga pemegang saham mayoritas klub Al Nassr, Al Ittihad, Al Hilal dan Al Ahli) seharga 350 juta pounds tahun 2021.
Di sisi lain, PSG juga tak patah arang. Klub milik Nasser Al Khelaifi ini masih berupaya menyodorkan tawaran perpanjangan kontrak 10 tahun, dengan total gaji 1 miliar euro.
Dengan fulus bagai tanpa nomor seri, angka 1 miliar euro mungkin bukan masalah buat tim Saudi Pro League dan bos PSG itu.
Pertanyaannya, apakah dana sebesar itu masuk akal untuk sebuah transfer jangka pendek dan memagari seorang pemain oportunis? Tidak sama sekali.
Malah, itu menunjukkan tumpulnya logika setiap kubu: PSG ingin coba mengulang cara yang sukses tahun lalu, sementara Al Hilal ingin coba memakai cara yang sukses menjaring pemain-pemain top mendarat di Timur Tengah.
Ironisnya, PSG yang tahun lalu memberi keistimewaan pada eks pemain AS Monaco, kini justru menekankan "tidak ada pemain yang lebih besar dari klub".
Dari sisi olahraga, pernyataan ini benar, tapi situasi yang berkembang telah membuat PSG menciptakan seorang pemain yang harganya lebih mahal dari harga beli atas sebuah klub Liga Inggris.
Sebagai informasi, klub Manchester City dibeli Sheikh Mansour dengan harga 210 juta pounds, atau sekitar 245 juta euro pada tahun 2008.
Di sisi lain, Mbappe yang sekilas terlihat ingin berkomitmen justru seperti sedang menguji daya tawar yang datang padanya. Penyerang gesit ini memang sudah lama mendambakan pindah ke Real Madrid, tapi  itu bisa saja kembali berubah, kalau tawaran gaji mewah tak kuasa ditolak.
Kebetulan, PSG sendiri diketahui sudah menerima tawaran transfer Al Hilal, dan mengizinkan mereka bernegosiasi secara personal dengan sang pemain.