Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Maaf Jose, Ini Sevilla!

1 Juni 2023   06:56 Diperbarui: 1 Juni 2023   11:15 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jose Mourinho dikatakan telah melakoni laga terakhirnya mendampingi pasukan Roma pada final Liga Europa 2023 yang dimenangkan Sevilla lewat adu penalti setelah bertanding 1-1 selama 120 menit tersebut. (AFP/ODD ANDERSEN via kompas.com)

Bicara soal sosok Jose Mourinho, kebanyakan orang mungkin sepakat, dia adalah pelatih sekaligus motivator ulung. Makanya, hampir semua tim yang pernah dibesutnya bisa meraih trofi juara.

Sedangkan bagi AS Roma, pelatih asal Portugal ini awalnya datang sebagai kejutan, yang bahkan tak disangka-sangka sebagian Romanisti. Untuk pertama kalinya sejak Fabio Capello hampir dua dekade silam, ada pelatih berprofil tinggi di klub.

Efeknya pun langsung terasa, karena tim ibukota Italia itu mengalami kenaikan level. Dari yang tadinya sebatas "langganan  lolos ke Eropa" tapi inkonsisten, menjadi "terbiasa melangkah jauh di Eropa".

Terbukti, dalam dua musimnya di Stadio Olimpico, Si Serigala selalu tampil di final kompetisi antarklub Eropa. Dimulai dari edisi perdana Conference League yang dimenangkan musim 2021-2022, dan berlanjut ke final Liga Europa musim 2022-2023.

Ada "mental turnamen" yang sudah terbentuk di sini, dan itu didukung oleh pengalaman Mourinho, yang selalu menang di lima final Eropanya. Bahkan, eks pelatih Chelsea itu tercatat sebagai pelatih pertama yang juara di tiga level kompetisi antarklub Eropa.

Sebelum membawa Roma meraih trofi pertama di Eropa, eks pelatih FC Porto ini sudah meraih sepasang trofi Liga Champions dan Liga Europa. 

Sebuah portofolio yang bisa membuat lawan (minimal) sedikit merasa tertekan secara psikologis, karena menghadapi seorang pelatih berpengalaman.

Tapi, ketika bertemu Sevilla di final Liga Europa, Kamis (1/6, dinihari WIB) situasinya sangat berbeda, karena yang dihadapi adalah tim "raja turnamen". Seperti diketahui, jagoan Spanyol itu selalu menang di final Liga Europa, dan itu terjadi sampai enam kali.

Jadi, bukan kejutan kalau tim asuhan Jose Luis Mendilibar ini mampu tampil percaya diri, dan mendominasi penguasaan bola. Meski Roma dan Mou punya skenario taktik "main efektif", beratnya tekanan mental tak bisa disembunyikan.

Terbukti, meski unggul duluan di babak pertama lewat gol Paulo Dybala, rencana Giallorossi tampak kacau setelah kebobolan gol bunuh diri Gianluca Mancini di babak kedua.

Setelah skor imbang 1-1, Roma memang mampu membuat serangan Sevilla buntu, tapi di babak tos-tosan, rasa grogi itu tak bisa disembunyikan lagi. 

Pada saat bersamaan, giliran Los Nervionenses menunjukkan aura mereka sebagai "raja" Liga Europa, yang ternyata lebih kuat dari reputasi mentereng Jose Mourinho di final Eropa.

Kegagalan eksekusi penalti Roger Ibanez dan Gianluca Mancini, ditambah kepiawaian kiper Yassine Bounou (Maroko) dalam membaca arah bola, benar-benar jadi mimpi buruk buat Roma dan Mou. Mimpi buruk itu semakin sempurna, karena semua eksekutor Sevilla  sukses mencetak gol.

Skor 4-1 di babak adu penalti memastikan Ivan Rakitic dkk meraih gelar ketujuh Liga Europa, sekaligus kekalahan pertama Jose Mourinho di final Eropa. Sebuah malam yang berat di Budapest buat sang wakil Italia, yang sekaligus menunjukkan sisi kejam partai final.

Jose Mourinho, melepas medali perak seusai kalah di final Liga Europa musim 2022-2023 (Sports Illustrated)
Jose Mourinho, melepas medali perak seusai kalah di final Liga Europa musim 2022-2023 (Sports Illustrated)

Secara permainan, Rui Patricio dkk memang bermain sesuai skenario taktik sang pelatih, karena tak ada pemain lawan yang mampu mencetak gol, tapi satu kesalahan dari tim sendiri membuat mental mereka ambruk.

Sehebat apapun reputasi Jose Mourinho dalam memotivasi pemain, ternyata itu tak cukup untuk membangkitkan semangat tim yang sudah kena mental. Apa boleh buat, Roma harus bersiap kembali tampil di Liga Europa.

Sebelumnya, rival sekota Lazio ini sempat bersaing di perebutan posisi empat besar Liga Italia, tapi penurunan performa di saat akhir membuat mereka harus bertaruh di final Liga Europa, demi lolos ke Liga Champions. Sebuah taruhan yang  gagal.

Sebaliknya, kemenangan ketujuh ini jadi satu capaian spesial buat Sevilla, karena musim ini hanya finis di posisi 11 La Liga, dalam sebuah musim yang serba naik-turun.

Mungkin, rival sekota Real Betis ini tak punya skenario sedetil Roma, tapi mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk menang. Inilah satu perbedaan yang terbukti menentukan di Puskas Arena.

Di sini, Sevilla sekali lagi menunjukkan, final adalah sebuah pertarungan mental. Sekuat apapun lawan, sekali kena mental, semakin mudah ditaklukkan di saat penentuan.

Dan, di Hongaria mereka mencapai langit ketujuh dengan catatan spesial: selalu menang di final Liga Europa, bahkan atas pelatih yang dikenal sebagai seorang "serial winner": Jose Mourinho.

Istimewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun