Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mudik, Sebuah Memori Rumit

16 April 2022   15:04 Diperbarui: 16 April 2022   15:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik naik kereta api (Kompas.com)

Bicara soal mudik, saya punya sebuah memori rumit, yang pada poin tertentu agak traumatis. Memang, selain Natal-Tahun Baru, Lebaran selalu jadi satu momen libur panjang yang ditunggu.

Tapi, apa yang saya alami pada libur lebaran tahun 2019 menjadi satu memori kurang mengenakkan, karena situasinya terkesan serba dipaksakan, bahkan sejak jauh hari.

Saya ingat, sejak sebulan sebelumnya, suasana sudah heboh, karena keluarga di rumah sudah meminta saya untuk mudik. Sebelumnya, mereka sempat menyuruh saya pulang ke Yogyakarta pada bulan April, supaya bisa mencoblos saat pemilu 2019.

Tapi, saya waktu itu tidak bisa pulang. Tidak ada biaya, karena masih harus melunasi hutang dari bos di kantor, akibat gaji yang terlambat cair. Ditambah lagi, saya masih repot mencari, sebelum akhirnya pindah kost seorang diri, dari bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, ke Setiabudi, Jakarta Selatan.

Ketika akhirnya bisa mudik, situasinya tidak kalah ruwet. Ada dana dari THR kantor, yang jumlahnya sepertiga gaji bulanan, karena belum lama bekerja purnawaktu, tapi sebagian besar langsung ludes untuk membayar ongkos naik kereta. Tahu sendirilah, tarif kereta api di masa liburan semahal apa.

Bagian paling menyakitkannya adalah, saat turun dari kereta, saya terpaksa naik kursi roda, karena saat perjalanan, lutut saya bengkak akibat kejatuhan koper pakaian milik penumpang lain yang terburu-buru turun dari kereta sambil membawa bocah.

Suasananya waktu itu memang sedang kacau, karena banyak yang terburu-buru, sehingga rawan bertindak ceroboh.

Waktu itu, secara apes koper mereka menimpa lutut saya, dan tangan penumpang lain di dekat saya. Alhasil, saya terkapar di rumah selama dua hari berikutnya, sementara tangan penumpang di dekat saya juga bengkak.

Cedera, ditambah kelelahan karena menempuh 7-8 jam perjalanan membuat liburan waktu itu seperti mimpi buruk. Dari lima hari yang saya alokasikan antara akhir Mei sampai awal Juni, hanya satu hari yang benar-benar efektif.

Itupun, masih ada sedikit rasa jengkel, karena itu diwarnai momen "flexing", saat bertemu keluarga besar ibu saya di desa. Ada yang pamer prestasi anak, ada yang membawa anak dan pasangan. Benar-benar seperti sebuah bazaar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun