Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menunggu

22 November 2021   17:06 Diperbarui: 22 November 2021   17:23 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menunggu (Tribunnews.com)

Ada berbagai macam rasa di sini. Mulai dari surprise, harap-harap cemas, sampai bodo amat. Semua kembali ke situasi personal masing-masing.

Saya sendiri sempat mengalami berbagai macam situasi, tapi kalau boleh jujur, saya paling benci menunggu dalam satu situasi begini: pihak yang ditunggu muncul seenaknya, lalu menuntut untuk cepat bergerak di awal, bahkan memberi deadline cukup mepet, tapi meng-ghosting kemudian.

Kalau kata Dian Sastro:

Bilang-bilang sayang

Lalu hilang tanpa bayang, sesuka diri

Saya sangat benci situasi ini, karena rasanya seperti jadi sandera. Fokus kesini rasanya percuma karena stagnan, kalau fokus ke yang lain, yang ini malah bisa mengganggu kapan saja. Maju kena, mundur kena.

Dalam situasi begini, saya biasa bergerak sebisanya. Saat ada hal lain yang bisa dikerjakan, saya mengalihkan perhatian kesana dan segera menyelesaikannya.

Mungkin, tindakan saya ini terlihat tidak loyal, tapi saya merasa ini jauh lebih baik daripada diam menunggu tanpa daya. Jika hanya terdiam, saat harus bergerak, saya hanya akan mati langkah karena tidak tahu harus berbuat apa.

Sekali kena pukul, bisa langsung ambruk. Kalau sudah begini, butuh waktu lagi untuk mau bergerak lagi. Andai dapat kabar baik, malah bingung harus berbuat apa.

Bagian lain yang tak kalah menyebalkan adalah, kalau misalnya pihak yang ditunggu ini memberi jawaban halus tapi berbelit-belit, yang intinya cuma satu kata: ya atau tidak. Padahal, kalau mereka bisa jujur sejak awal, saya tidak perlu tersandera atau ter-ghosting. Semua pihak juga bisa bergerak lebih lincah.

Kalau bisa simpel, kenapa harus rumit?

Entah sudah berapa kali saya mengalami, tapi situasinya kurang lebih selalu sama. Dari pengalaman saya, dengan kondisi fisik cacat sejak lahir, menunggu adalah hal paling menyebalkan, yang akan makin menyebalkan kalau pihak yang ditunggu membungkus jawaban "tidak" dengan kata-kata ala motivator, atau menghilang tanpa jejak.

Oke, saya tahu, Anda tidak butuh saya, tapi maaf, saya pun tidak butuh omongan dan sikap Anda yang seperti itu. Tidak ada gunanya, kalau bisa saya hapus, pasti akan saya hapus.

Zaman sudah modern, tapi gayanya masih primitif seperti ini. Apa jujur memang sesulit itu?

Kalau situasinya bisa dibalik, saya yakin, mereka pasti jengkel juga, mungkin mereka akan bertanya: Maunya apa sih?

Datang semaunya, menghilang seenaknya, tapi merasa tersakiti saat tertolak. Membingungkan.

Andai mereka juga merasakan sendiri, pasti kebiasaan buruk ini akan ditinggalkan. Kecuali, kalau mereka tidak kapok.

Saya tidak bermaksud mendoakan atau menyumpahi, tapi kebiasaan buruk seperti ini sebetulnya rawan membuat pelakunya kena kualat. Apalagi, kalau yang dibegitukan sampai ada ribuan orang.

Jika terbiasa menghambat, suatu saat pasti akan gantian terhambat. Jika terbiasa meng-ghosting, suatu saat pasti akan gantian kena ghosting. Kalau sudah begini, tak ada seorang pun yang bisa playing victim.

Makanya, saya benci ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun