Setelah setahun lebih pandemi virus Corona melanda Indonesia, satu hal yang mulai mengakrabi masyarakat adalah kebijakan pemerintah yang cukup rajin bergonta-ganti nama.
Ini jadi satu kearifan lokal yang unik, karena di saat negara-negara lain kompak menerapkan lockdown, entah total maupun parsial, di sejumlah kesempatan, pemerintah Indonesia justru terkesan sangat mengharamkan penggunaan kata lockdown.
Sebagai gantinya, muncul beberapa kebijakan dengan berbagai nama. Mulai dari PSBB, PSBB Transisi alias New Normal, PSBB ketat, PPKM, PPKM Darurat, sampai yang  paling gres PPKM Level 4.
Banyak warganet yang menyebut rentetan kebijakan ini sebagai "lockdown low budget", karena pemerintah tak menjamin penuh biaya hidup masyarakat. Ada bansos untuk masyarakat kelompok rentan, tapi ternyata ada oknum pejabat nakal yang kedapatan korupsi, meski sampai sekarang belum jelas apa vonisnya.
Saya sendiri lebih suka menyebut rentetan kebijakan ini sebagai "kebijakan rasa skripsi" dengan revisi tiada henti, karena terus berubah nama.
Jika diibaratkan skripsi, judulnya seperti "PSBB", lalu berubah menjadi "PSBB Revisi", "PSBB Revisi Fix", dan "PSBB Revisi Fix Banget", saking seringnya mendapat revisi. Mungkin, dosen pembimbing skripsinya memang "killer".
Perubahan nama ala file skripsi itu mungkin sudah terlalu mainstream. Jadi, pemerintah lalu menggunakan level saat PPKM Darurat diperpanjang, dengan sejumlah kelonggaran. Hasilnya, muncul PPKM Level 4. Seperti menu ayam geprek.
Mungkin, pembuat kebijakan ini memang mendapat inspirasi nama kebijakan, saat sedang makan ayam geprek pedas Level 4. Atau, jangan-jangan ide ini datang saat makan Boncabe, yang terkenal punya puluhan level pedas.
Untungnya, ide nama itu bukan datang saat sedang nonton video mukbang alias makan besar. Kalau sedang nonton mukbang, mungkin namanya jadi "PPKM Mini Jumbo", "PPKM Super Jumbo", atau "PPKM Super Duper Jumbo".
 Benar-benar "out of the box".