Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Beda Nasib Dua Tim Juara

12 April 2020   16:33 Diperbarui: 13 April 2020   03:18 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maradona (kiri) dan Mario Kempes (kanan). Sumber gambar: Gettyimages.co.uk

Tim Tango generasi Mario Kempes dkk mampu menjadi satu tim yang padu, di bawah arahan Cesar Luis Menotti, pelatih nyentrik asal Rosario, yang kini menjadi Direktur Teknik Timnas Argentina. 

Pada prosesnya, Menotti sempat membuat keputusan kurang populer, dengan tak menyertakan Diego Maradona, yang kala itu masih remaja.

Tapi, meski menampilkan permainan cantik sepanjang turnamen dan meraih gelar juara, tim asuhan Menotti ini hanya diingat sebagai "tim juara dunia". 

Para pemain yang bersinar pun tak dijadikan "benchmark" untuk pemain generasi selanjutnya. Tak heran, hingga kini tak ada pemain muda berbakat asal Argentina, yang punya embel-embel "The Next Mario Kempes" atau "The Next Daniel Passarella".

Kalaupun ada warisan istimewa dari tim ini, warisan itu adalah permainan cantik ala Menotti. Pendekatan ini menjadi penyeimbang dari paham pragmatis-defensif, yang sebelumnya sempat dipopulerkan, antara lain oleh Helenio Herrera, Argentino yang sukses besar saat membesut Inter Milan di era 1960-an.

Apalagi, Piala Dunia 1978 kala itu memang coba dimanfaatkan oleh Junta Militer Argentina, yang dipimpin Jenderal Jorge Rafael Videla, sebagai ajang publisitas global, dengan pesan: "Argentina baik-baik saja". Sebuah politisasi terang-terangan.

Kebetulan, pemerintahan Videla kala itu banyak dihinggapi tuduhan, terkait masalah dugaan pelanggan HAM. Bahkan, sepanjang turnamen, ada ban hitam yang dipasang di tiang gawang, sebagai bentuk protes simbolis kepada Videla dan kolega.

Aksi Kempes di final Piala Dunia 1978 (Goal.com)
Aksi Kempes di final Piala Dunia 1978 (Goal.com)
Selebihnya, semua terlihat wajar.  Turnamen ini hanya akan dianggap sukses, selama Argentina bisa jadi tuan rumah yang baik, kalau perlu jadi juara, mumpung bermain di negara sendiri.

Perlakuan sebaliknya, justru diterima Tim Tango generasi 1986. Di bawah arahan Carlos Bilardo, dengan Diego Maradona sebagai kapten tim, gaya main Tim Tango cenderung lebih pragmatis. Rumusnya pun sederhana: serahkan bola kepada Maradona, dan biarkan dia menuntaskan semuanya.

Alhasil, Timnas Argentina-nya Bilardo, kala itu terlihat seperti tim yang terdiri dari Diego Maradona dan sepuluh pemain lainnya. Tapi, kebintangan El Diego yang kala itu bersinar terang, terbukti mampu mengantarkan Tim Tango berjaya di Meksiko, dengan gol "Tangan Tuhan" dan "gol cumlaude" Maradona ke gawang Inggris di babak perempat final, sebagai highlight utama.

Gol Tangan Tuhan Maradona (Kompas.com)
Gol Tangan Tuhan Maradona (Kompas.com)
Kemenangan Tim Tango kala itu menjadi pelipur lara publik Argentina, setelah kegagalan di Piala Dunia 1982 dan kekalahan atas Inggris di Perang Malvinas (1982). Boleh dibilang, ini adalah trofi penuh makna, dari tim yang sebelumnya diragukan melaju jauh, apalagi menjadi juara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun