Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Sudahlah, Prabowo!

22 Mei 2019   11:52 Diperbarui: 22 Mei 2019   12:30 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seakan belum puas, muncul juga narasi gerakan "people power" saat "deadline" pengumuman hasil resmi pilpres di Jakarta, pada tanggal 22 Mei. Memang, KPU lalu membuat kejutan, dengan mengumumkan hasil "real count" pilpres sehari lebih cepat.  Ini layak diapresiasi, karena rasa penasaran publik akhirnya terjawab.

Tapi, karena situasi sudah "siaga", semua jadi serba was-was, termasuk saya sendiri. Kebetulan, kantor saya terletak di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat. Jadi, saya merasakan betul, situasi macam apa yang saya rasakan pada Selasa, 21 Mei 2019 lalu.

Perasaan pertama yang muncul adalah bingung, karena jalanan lebih macet dari biasanya, akibat adanya ruas jalan yang ditutup untuk mengontrol situasi. Ditambah lagi, tak sampai satu jam setelah sampai di kantor, yakni pada pukul setengah sebelas siang, saya diminta untuk segera pulang ke kost.

Saya sendiri baru pulang ke kost pada pukul tiga sore, karena harus membereskan sedikit pekerjaan, membereskan dan membawa pulang peranti kerja, serta mempersiapkan keperluan logistik. Beruntung, semua baik-baik saja, walaupun, saya (seperti halnya mayoritas pekerja di ibukota) harus rela mendapat "libur darurat" atau harus bekerja secara darurat di rumah masing-masing pada 22 Mei 2019, untuk mengantisipasi keadaan.

Bagi saya, situasi ini seperti "libur darurat" akibat bencana alam. Dulu, saat masih tinggal di Yogyakarta, saya pernah tiga kali mengalami "libur darurat" akibat bencana alam. Sekali karena gempa bumi (tahun 2006), dan dua kali karena letusan gunung berapi (2010 dan 2014). Seperti namanya, "libur darurat" tak pernah menyenangkan, makin lama liburnya, makin merepotkan. Tak ada yang bisa dilakukan, semua serba kacau.

Kalau penyebabnya karena faktor alam, tentu sangat bisa dimaklumi, karena alam punya "kegiatan" di luar kendali manusia, yang tak boleh diganggu gugat sampai "kegiatan" itu selesai. Lagipula, kita para manusia hanya "numpang tinggal" di alam ini, jadi, kita harus menghormati sang "tuan rumah".

Tapi, kalau penyebabnya hanya karena ego segelintir pihak yang tak legowo dalam menerima hasil pilpres, ini sulit dimengerti. Bagaimana bisa mereka tega membuat banyak orang berada dalam situasi was-was? Bagaimana bisa mereka tega membuat banyak orang terjebak dalam situasi tak menentu? Kenapa mereka bisa sebegitu egois?

Berangkat dari sinilah, saya berharap, Prabowo tak lagi maju di pilpres berikutnya. Bukan karena ia tak mampu, tapi jika ini memang bukan takdirnya, berapa kali pun dicoba, hasilnya akan sama saja. Apalagi, jika pendekatan strategi dan sikap yang digunakan selalu sama. Bagaimanapun, rakyat tak butuh atraksi gebrak meja podium. Pilpres bukan lomba memasak soto gebrak.

Maka, ada baiknya jika setelah rangkaian drama pemilu ini berakhir, Prabowo mau "madheg pandita". Dalam artian, ia menjadi "king-maker" dengan memberi kesempatan kepada generasi muda, dan tak lagi maju secara langsung di kontestasi politik. Kebetulan, peran ini sempat sukses dijalaninya di dua edisi pilkada DKI Jakarta, saat mengusung Joko Widodo dan Anies Baswedan.
 
Tentunya, ini sama sekali tak berhubungan dengan kemampuan dan kelayakan seorang Prabowo. Tapi, sebagai seorang negarawan, seharusnya ia tahu, menjadi presiden bukan satu-satunya cara untuk menjadi seorang pemimpin atau patriot. Ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan, lewat berbagai macam bidang.

Lagipula, seorang pemimpin atau patriot layak mendapat sebutan tersebut, hanya jika khalayak yang menyebutnya demikian, dan ada banyak hal baik yang ia lakukan secara nyata, bukan sebatas lewat klaim kosong tanpa bukti nyata. Satu lagi, ia minimal mau bersikap ksatria.

Jadi, sudahlah Prabowo, kami sudah lelah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun