Akan tetapi bagaimana realitas di lapangan, sangat jauh berbeda. Ada begitu banyak keluarga yang siap-siap kehilangan sumber hidup. Ada juga pekerja muda yang mimpinya tidak bisa jadi kenyataan. Â Ada PMI yang tidak bisa lagi membantu keluarganya di kampung. Malah terpaksa harus pulang tapi tak punya ongkos kapal.
Pegawai honorer di kantor diberhentikan. Buruh kontrak, yang dari awal bekerja dengan status paling tidak pasti, justru jadi yang paling mudah dilepas.Â
Kalau kondisi seperti  ini dibiarkan terus, maka lama-lama yang hilang bukan hanya pekerjaan, tapi juga rasa aman dan nyaman masyarakat. Maka tuntutan para demonstran cukup beralasan dan untuk itu tuntutan mereka mesti didukung.
Upaya-Upaya Pemerintah
Berhadapan dengan "17+8 Tuntutan Rakyat" itu, apa yang bisa dilakukan pemerintah dalam hal ini ?Â
Pertama-tama, tentu saja pemerintah harus bisa mencegah perusahaan mengambil jalan pintas dengan merumahkan para pekerja begitu saja.Â
Kedua, Pemerintah perlu mengawal agar skema pembagian insentif diperkuat. Misalnya dengan memberikan subsidi gaji dengan syarat perusahaan tidak melakukan PHK.Â
Model seperti ini pernah dipakai pada saat pandemi covid-19 dan terbukti bisa menahan laju PHK di beberapa sektor. Maka kalau dulu bisa, kenapa sekarang tidak dicoba sekali lagi?
Ketiga, pemerintah dapat memperkuat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan memberikan insentif kepada sektor padat karya sehingga dapat mengurangi dampak PHK bagi para pekerja.
Keempat, pemerintah perlu membentuk satuan tugas PHK untuk memfasilitasi dialog antara perusahaan dan pekerja untuk mencari jalan tengah yang terbaik.
Kelima, soal ketrampilan tenaga kerja. Mungkin ada tenaga buruh kontrak yang terjebak di satu bidang keahlian sehingga begitu perusahaan goyah, mereka kesulitan mencari alternatif pekerjaan.Â
Karena itu pemerintah harus serius memperbaiki program ketenagakerjaan melalui BLK bukan sekadar menyelenggarakan kursus yang formalitas saja.