Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Lain Boleh Belajar Online, tapi Siswa SD dan SMP Harus PTM

13 Januari 2022   11:46 Diperbarui: 13 Januari 2022   11:48 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan di masa pandemi bagi kami di daerah terluar dan tertinggal boleh dikatakan hampir tak punya hasil apapun. Ini bukan asal omong. Ada faktanya. 

Anak saya yang kelas V SD, setiap kali pulang sekolah bercerita tentang beberapa temannya yang tidak bisa membaca. Ia mengatakan bagaimana ibu guru mau mengajar cepat, membaca saja bagi beberapa orang teman, masih harus mengeja-eja.

Sementara seorang guru SMP bercerita tentang beberapa muridnya di kelas VII tidak bisa sama sekali mengikuti pelajaran. Alasannya apa? Menurut ibu guru yang minta namanya tidak disebutkan itu, karena masih harus membimbing mereka untuk membaca agar lebih lancar.

Istri saya yang guru SMA berkisah tentang para siswanya yang tidak mengumpulkan tugasnya secara daring karena tidak memiliki handphone android. Maka bagaimana ia bisa memperoleh nilai?

Penulis sendiri bertemu dengan beberapa orang mahasiswa semester I di sebuah Sekolah Tinggi. Ketika menjawab soal-soal ujian tengah semester, penulis kaget karena tulisan mahasiswa tidak bisa dibaca sama sekali karena hurufnya jelek atau dengan kata lain, seperti orang baru belajar menulis.

Inilah beberapa fakta awal yang memang mungkin tidak bisa dijadikan kesimpulan tentang lemahnya merosotnya pendidikan kita selama masa pandemi karena tidak didukung oleh berbagai fasilitas dan kebiasaan belajar on line.

Pentingnya PTM

Harus diakui bahwa tidak semua wilayah di Indonesia, bisa melakukan pelajaran secara on line. Mengapa? Karena adanya keterbatasan-keterbatasan, seperti: 

Signal internet.

 Tidak semua daerah telah dilewati jaringan telekomunikasi. Beberapa wilayah di NTT, khususnya kabupaten Belu di Perbatasan dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste belum memiliki jaringan telkom.

Di beberapa tempat, orang mesti mencari signal hp di titik tertentu bahkan harus memanjat pohon. Di tempat lain, orang harus menggantung hp-nya di sudut rumah atau kamar tertentu yang bisa menangkap signal. Artinya ketika menjawab telpon dan beranjak sedikit dari tempat itu, jaringan hilang dan tamatlah riwayat telponnya. 

Tidak punya HP Android

Kalau di tempat tertentu sudah bisa ditemui signal telkomsel, soal ikutannya adalah tidak memiliki HP apalagi HP Android. Ibu guru bercerita bahwa ia pergi mengunjungi rumah siswanya untuk memastikan keikutsertaannya dalam pelajaran on line atau daring. Sesampainya di rumah, orang tua menunjukkan HP yang mereka pakai yaitu Noksen alias Nokia Senter. Artinya tidak bisa dipakai untuk belajar daring.

Tidak Punya Uang Untuk Isi Pulsa

Lain lagi keberatan orang tua siswa bahwa mereka sudah berjuang untuk memiliki HP Android yang dibeli dari tukang loak. Tapi soal berikutnya adalah dari mana mereka mendapatkan uang untuk mengisi pulsa. Sementara untuk makan saja mereka hanya berharap pada bansos dari pemerintah.

Tidak Ada Jaringan WIFI

Soal lain lagi dari ibu dan bapak guru.  Beberapa siswa sudah siap untuk belajar daring. Tapi gurunya kehabisan pulsa data. Artinyta sulit lagi untuk pelajaran. Pihak sekolah sudah berjuang untuk meminta pemasangan jaringan WIFI dari Telkomsel. Tapi lagi-lahi jawabannya, "wilayah ini belum bisa masuk wifi karena belum ada akses ke sana". Pada hal ada tiga sekolah Negeri (SD, SMP, dan SMA) dengan jumlah siswa dan guru yang cukup banyak. Jarak antara akses jaringan wifi terakhir dengan ketiga sekolah tersebut hanya kira-kira 500 meter hingga 1 km. Pada hal kalau bisa dilayani pemasangan wifi oleh Telkomsel, akan membantu guru dan siswa dalam pelajaran daring tersebut.

Atas dasar itu tidak ada pilihan lain bagi sekolah-sekolah di daerah-daerah ini selain Pelajaran Tatap Muka (PTM). Selain PTM memungkin interaksi guru dan siswa lebih intens, juga siswa yang kurang mampu bisa mendapat pendampingan lebih serius. Sementara soal pandemi, bisa tetap diberlakukan protokol kesehatan yang ketat seperti memakai masker, menjaga jarak agar tidak selalu bersentuhan tubuh di antara siswa dan guru; mencuci tangan (sering), dan menghindarkan diri dari kerumunan. 

Hanya dengan PTM, mutu pendidikan kita bisa lebih ditingkatkan karena dasar-dasar pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan di atas.  sekali lagi tidak semua daerah juga tidak semua siswa dapat melakukan belajar daring. Boleh mahasiswa melakukan PJJ, tetapi siswa SD, SMP dan (juga SMA) mestinya sudah harus melakukan pelajaran secara Tatap Muka. Terima kasih. ***

Atambua, 13 Januari 2022, bertepatan dengan HUT Istriku yang ke-51.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun