Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adakah Orang Indonesia di Sini?

12 Juni 2019   23:29 Diperbarui: 12 Juni 2019   23:49 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://ibumega.blogspot.com

Dari situ, mereka mengkonstruksi identitas baru, jati diri, dan karakter Indonesia. Namanya: Pancasila! Selain sebagai jati diri, juga dijadikan semacam rumah bagi semua. Tempat berteduh, beristirahat, berlindung, bersenda gurau, maupun bekerja. Inilah rumah yang harus dituju ketika pulang kalau pergi atau berkelana.

Di dalamnya ada lima kamar (baca: Sila). 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan; dan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Itulah karakter, jati diri, identitas kita. Itu juga yang menjadi rumah bagi 269 juta jiwa penduduk Indonesia, yang terdiri dari lebih 300 kelompok etnis atau 1.340 kelompok suku bangsa, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Tanpa kecuali, semua berwajiban merawatnya dalam bersikap dan bertindak dari waktu ke waktu.

Menolak kewajiban itu, sama halnya menyangkal diri, jati diri. Akibatnya keindonesiaan kita pasti punah. Boleh saja kita tetap tinggal di tempat yang sama, namun de facto bukan bangsa Indonesia yang dikehendaki. Mungkin hanya setara dengan gerombolan, kerumunan massa, kelompok-kelompok, atau individu-individu egois yang sewaktu-waktu bisa berkelahi, berperang bila dipicu.

Perlu diperjuangkan 

Sebagai ideologi, kendati sudah diterima tetapi perlu terus diperjuangkan sepanjang hayat di berbagai aspek kehidupan, oleh siapa saja, dan dalam posisi apa saja.

Karakter Pancasila perlu dijadikan cermin sebelum, pada saat, maupun setelah bertindak. Jangan sampai kita memecahkan cermin karena "wajah" kita tampak buruk pada pantulan cermin. Atau jangan sampai kita teriak-teriak demi NKRI, Pancasila, UUD 1945, tetapi kelakuan kita malah menghancurkannya.

Dalam peristiwa Pemilu umpamanya. Banyak tindakan kita yang melecehkan nilai-nilai ideologi. Bukan saja oleh dan di kalangan penganut faham khilafah atau syariah Islam saja. Tetapi nyaris seluruh rakyat Indonesia yang mengaku Pancasilais. Penyebaran hoax, menghina, memfitnah, membuat kerusuhan, mendiskreditkan lembaga seperti KPU dan Bawaslu, atau Pemerintah, merencanakan pembunuhan para tokoh adalah sekelumit contoh sikap dan tindakan yang jauh dari karakter Pancasila.

Tuhan dalam agama apa pun tidak menghendaki itu. Tak satu pun nilai kemanusiaan yang adil dan beradab di situ. Mustahil bisa mengukuhkan persatuan kita sebagai anak bangsa di situ. Juga tidak ada nilai musyawarah mufakat maupun keadilan sosial di situ.

Tetapi itulah yang sudah dan cenderung terjadi, yang mengindikasikan penyangkalan diri, jati diri, atau karakter Pancasila yang seharusnya diperjuangkan.

Coba misalnya bertanya apa kira-kira yang dikatakan Tuhan atas sikap dan tindakan kita saat Pemilu atau bekerja atau berkomunkasi dengan sesama anak bangsa. Jangan kira Tuhan setuju hoax, menyebar fitnah, menyalahgunakan jabatan, korupsi. Jangan dikira Tuhan mau orang yang teriak persatuan, tetapi isi pikiran dan tindakan menyebar permusuhan, memecah belah, mengkafir-kafirkan yang tidak sealiran atau seagama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun