Mohon tunggu...
Yonathan Lu Walukati
Yonathan Lu Walukati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Panggil saja Jo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Study Tour, Sebuah Catatan Anak Rantau

23 Juli 2018   12:25 Diperbarui: 25 Juli 2018   08:14 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | clipart-library.com

STUDY TOUR, Sebuah Catatan Anak Rantau

Setelah melihat seberapa besar jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk melakukan Study Tour dari selebaran kertas yang ada digenggamannya, seorang teman saya dari Sumba berkata dengan logatnya: "gila! Biaya study tour 1 koma memang nah". Kemudiaan sambil menyeruput kopi panasnya, dia bertanya kepadaku: "Eh ko ikut study tour kah?". Lantas saya melirik selebaran kertas yang berada digenggamannya itu untuk melihat apa yang menjadi kegundahan dihatinya. 

Kemudian saya menjawabnya: "Saya tidak ikut". Dalam pikiran saya, muncul pertanyaan: apakah Study Tour adalah wadah untuk "memperkaya diri atau mengkayakan diri?". Namun saya tidak mengungkapkan pertanyaan tersebut. Bukan tanpa alasan, tapi dengan penuh pertimbangan akhirnya saya urungkan niat saya untuk bertanya.

Study tour sebenarnya bisa dikategorikan sebagai metode pembelajaran yang berbentuk rekreasi. Metode pembelajaran yang dibungkus dengan "proses" menyenangkan sehingga siswa diharapkan mampu untuk mempelajari, berinteraksi dan menarik hikmah saat berada di lokasi tempat study tour dilaksanakan. 

Tapi melihat tempat tujuan study tour yang tidak sesuai atau tidak berkaitan dengan ilmu atau wawasan akademik tentang program study yang ditempuh, timbul pikiran aneh dalam diri saya bahwa kelihatannya telah terjadi perubahan makna tentang study tour yang sebenarnya. Study tour yang seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah terkesan hanya sebagai kegiatan rekreasi belaka. Pikir saya, jangan sampai yang terjadi hanyalah, bersenang-senang, sibuk berbelanja, foto-foto atau malah sekedar hura-hura  (Maklumlah, saya hanyalah orang kampung yang penuh dengan pertimbangan ini dan itu jika harus mengeluarkan uang).

Ketika dijelaskan oleh senior saya di kampus bahwa study tour ini bersifat "WAJIB" dan hanya diadakan "2 tahun sekali", jika tidak ikut tahun ini maka tahun berikutnya "HARUS" ikut dengan catatan bahwa biaya yang dikeluarkan tentunya lebih banyak lagi dari yang saat ini. Dan penjelasan-penjelasan lainnya yang menggiring opini kami bahwa "kami harus ikut" kegiatan ini. Sebab ini sudah dapat ijin dari inilah itulah dan lain sebagainya. 

Sungguh, disini saya merasa bahwa ini adalah sebuah paksaan. Mungkin bagi siswa yang mampu ini tidak akan menjadi masalah baginya. Tapi, mari kita pikirkan siswa yang orang tuanya kurang mampu, tetapi ingin agar anaknya menjadi orang pintar dan berprestasi. Jika terjadi pemaksaan seperti ini, bukan tidak mungkin opini mereka (orang tua siswa yang kurang mampu) berpikir bahwa hal ini bisa jadi dianggap pungli.

Jika anda ragu, maka sebagai salah satu dari siswa yang mengeluhkan ini, saya ingin mengajak anda: "mari kita berhitung matematika dengan "soal bercerita" berikut!":

Dimisalkan tour ke Jawa 3 hari 2 malam.

jumlah siswa X harga - (biaya transportasi/akomodasi) = keuntungan.

1. Jumlahh siswa 100 org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun