Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Sri Mulyani Harus Mundur?

19 Januari 2024   11:18 Diperbarui: 20 Januari 2024   08:35 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Kompas.com

Belum reda isu pemakzulan, kini muncul desakan agar menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) mengundurkan diri sebagai gerakan moral menyikapi banyaknya kebijakan Presiden Joko Widodo yang berpotensi membahayakan pondasi hukum dan ekonomi nasional.

Adalah ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri yang pertama menggaungkan bakal mundurnya beberapa seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Hanya saja, kata Faisal, baru Sri Mulyani yang benar-benar telah siap meninggalkan kabinet.    

Faisal Basri meminta masyarakat ikut mendesak mantan Managing Director World Bank tersebut  segera mundur. Gerakan itu disebutnya akan mempercepat bedol kabinet sehingga memberi tekanan serius terhadap pemerintah sekaligus menyadarkan Presiden Jokowi yang dianggap tidak netral dalam Pemilihan Presiden 2024.

Seruan Fasial Basri mendapat dukungan sejumlah pihak, terutama kelompok prodemokrasi dan civil society seperti Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistura yang menyebut mundurnya Sri Mulyani akan berdampak pada kepercayaan investor dan kreditur kepada Indonesia.

Sementara Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana membantah ada keretakan di tubuh KIM. Ari menjamin kabinet masih solid, dan akan menyelesaikan tugas sampai akhir pemerintahan Presiden Jokowi.

Seberapa besar kemungkinan Sri Mulyani mundur dari kabinet? Sebagai menteri profesional, yang diangkat presiden bukan berdasar bagi-bagi kekuasaan (power sharing) dengan partai pengusung dan pendukung, Sri Mulyani tidak memiliki beban politik seperti Menteri Basuki yang merupakan kader PDIP.

Meski Presiden Jokowi tidak mengharuskan menteri dari partai yang tidak mengusung anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, mundur dari kabinet, tetapi tentunya mempengaruhi nuansa kerja kabinet. Kondisi ini semakin terasa bagi menteri dari PDIP seperti Basuki, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly, dll.

Serangan keras Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan para kadernya kepada Jokowi yang tidak tunduk pada garis kebijakan partai dalam menentukan capres dan cawapres untuk Pilpres 2024, mau tidak mau menciptakan "jarak" antara kader-kader PDIP di kabinet dengan Presiden Jokowi.

Ditambah lagi dugaan ketidaknetralan Jokowi yang membawa pengaruh terhadap pejabat dan aparat baik di pusat maupun daerah. Ketika ada relawan Ganjar yang digebuki oknum TNI, ketidaknetralan Jokowi ikut dituding sebagai pemantiknya.      

Namun demikian, sebagai profesional, Sri Mulyani justru memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar. Menteri kelahiran Telukbetung, Lampung itu, tentu tidak ingin dikenang sebagai ekonom yang tidak memiliki integritas karena mendukung rezim yang melanggar etika bernegara.

Sulit bagi Sri Mulyani mendapat panggung lagi jika tetap bertahan di KIM sampai akhir kekuasaan Presiden Jokowi, Oktober mendatang. Andai pun Prabowo -- Gibran, yang mengeklaim sebagai penerus Jokowi, memenangi pilpres, Sri Mulyani dipastikan tidak berada dalam daftar kabinet mendatang.

Saat masih menjadi rival Jokowi, Prabowo sering mengkritik Sri Mulyani. Contohnya, pada November 2018, Prabowo mengkritik tata kelola ekonomi yang buruk sehingga tax ratio Indonesia lebih rendah dari negara-negara Afrika.

Ketegangan terulang setelah Prabowo menjadi Menteri Pertahanan. Pemicunya terkait permintaan anggaran jumbo Kemenhan yang ditolak Sri Mulyani. Bahkan dalam debat capres ketiga, Prabowo menyebut menurunnya kinerja pertahanan menurut standar minimum essential force yang ditanyakan Ganjar, akibat banyaknya program Kemenhan yang ditolak oleh Kemenkeu, dan juga adanya recofusing anggaran akibat pandemi.

Demikian juga andai Ganjar Pranowo - Mahfud MD yang menang pilpres. Nama Sri Mulyani bukan pilihan utama. Meskipun penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif presiden, namun sebagai partai pengusung, PDIP (baca: Megawati) tentu tidak akan merestui masuknya "orang-orang Jokowi".

Bagaimana jika Anies Rasyid Baswedan -- Muhaimin Iskandar yang memenangkan Pilpres 2024? Bisa dipastikan Sri Mulyani, yang juga pernah menjadi Menkeu era Susilo Bambang Yudhoyono, tidak akan dilirik untuk mengisi tim ekonomi.

Anies-Muhaimin (AMIN) tentu ingin mengoreksi beberapa kebijakan Jokowi yang digawangi Sri Mulyani termasuk dalam hal utang luar negeri yang terkesan jor-joran hingga akhirnya membebani APBN. Sebagai catatan, saat ini utang negara mencapai Rp 8. 144,69 triliun.
 
Belum lagi terkonsentrasinya perhatian pemerintah hanya pada IKN Nusantara hingga pembangunan di daerah lain tidak merata yang dapat dilihat dari banyaknya infrastruktur yang rusak, terutama jalan dan gedung sekolah.

Kepatuhan Sri Mulyani dalam mengalokasikan anggaran bantuan sosial (bansos) juga menjadi catatan AMIN. Terlebih bansos ditengarai menjadi instrumen pemenangan salah satu kontestan pilpres.

Fokus anggaran untuk bansos berdampak pada terabaikannya persoalan lain seperti kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok yang tidak cukup diselesaikan dengan bansos. Terlebih ketika bansos tidak semata digunakan sebagai jaring pengaman sosial sehingga tidak tepat sasaran.

Oleh karenanya, mundur saat ini bagi menteri yang pernah dijuluki "ratu utang" oleh ekonom Rizal Ramli (alm), menjadi pilihan terbaik. Selain soal moral dan integritas, keberanian meninggalkan biduk yang telah salah arah dan melanggar aturan navigasi hingga berpotensi karam, juga dapat memberi keuntungan politik ke depan.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun