Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

PPP, Jangan Ketinggalan Kereta Lagi!

15 November 2022   14:53 Diperbarui: 22 November 2022   06:40 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono | Foto: Kompas.com

Hengkangnya NU, yang kemudian membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggerus basis PPP. Meski masih ada Parmusi, setelah PSII mengikuti jejak NU, PPP nyaris kehilangan identitas. Berbeda dengan PKB yang berhasil menjadi representasi politik kaum Nahdliyin, PPP tidak memiliki basis massa fanatik.

Jika sampai saat ini masih bisa eksis meski megap-megap, sangat mungkin karena ketokohan sejumlah pengurusnya, bukan karena warna benderanya. Orang NU yang memilih PPP lebih karena kedekatan dengan figur tertentu di PPP, bukan karena lambang Ka'bah-nya. Demikian juga jika ada kelompok lain yang "terpaksa" memilih PPP. Semata karena kedekatan dengan orang per orang di dalamnya.

Faktor ketiga yang menyebabkan PPP gagal menjadi partai tengah, apalagi pemenang, ada pada strategi politik saat menghadapi isu-isu besar. Sejak 2004, PPP selalu menjadi bagian dari pemerintah sehingga "suaranya terikat".

Terhadap isu-isu strategis yang mendapat perhatian luas seperti kenaikan harga BBM, pencabutan subsidi, upah buruh, hingga calon presiden, suara PPP seolah "terkunci". Cenderung samina watona kepada semua kebijakan pemerintah. Bahkan kalah garang dibanding masa Orde Baru, di mana PPP masih memiliki kader-kader vokal seperti Hj Aisyah Aminy yang konsisten memperjuangkan kesetaraan gender.

Di tangan Mardiono, kini PPP sedang mencoba berbenah. Masih ada waktu untuk mempersiapkan diri agar mampu "naik kelas" menjadi partai medioker, syukur-syukur papan atas. Salah satu caranya tentu dengan mulai aktif menceburkan diri ke dalam isu-isu panas, bahkan kontroversial, termasuk tidak ketinggalan kereta dalam memilih calon presiden (capres) yang akan diusung.

Untuk itu, pertama, PPP harus berani meninjau ulang keberadaannya di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Partai Golkar. PPP tidak memiliki kewajiban untuk terus bertahan di KIB jika hanya diposisikan sebagai pelengkap. 19 kursi di DPR sangat berharga jika melihat konstelasi politik saat ini, sehingga dapat menjadi alat tawar yang sesuai kepentingan PPP.

Kedua, pengurus pusat harus berani menjaring aspirasi anggotanya, dan juga suara-suara yang berkembang di masyarakat. Jangan diputuskan oleh satu-dua orang pengurus. Dengan demikian PPP tidak "menjual perahu kosong" dan bisa menghindari potensi perpecahan di tingkat akar rumput.

Ketiga, PPP harus memiliki tim survei sendiri untuk menentukan capres. Tidak mengikuti tren survei yang telah dikondisikan oleh kelompok atau tokoh tertentu yang memiliki agenda politik sendiri yang sangat mungkin tidak sejalan, bahkan bertentangan, dengan jati diri PPP.

Keempat, ini yang paling penting, sudah saatnya PPP berani memperjuangkan capres yang mungkin berbeda dengan arus utama di Istana, tetapi secara faktual memiliki pendukung fanatik dari kelompok floating mass.

Mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang notabene kader PDIP atau Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, secara logika sulit mendapatkan efek ekor jas (coat-tail effect).

PPP harus berani mendukung capres yang tidak terikat dengan partai mana pun sehingga terbuka peluang untuk menambah suara di Pemilu 2024. Ini yang dilakukan Partai Nasdem dalam banyak gelaran elektoral, baik tingkat daerah maupun nasional sehingga, meski masih baru, namun sudah mampu menjadi partai medioker.

Ayo PPP, jangan ketinggalan kereta lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun