Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi di KPK harus diaudit karena ada potensi dulu menjadi bagian dari permainan uang.
Mantan politisi PKS yang kini berlabuh di Partai Gelora tersebut meminta Ketua KPK Firli Bahuri untuk menjelaskan kasus yang disebutnya sampah dari masa lalu. Fahri bahkan mengaku sudah mendengar lebih banyak lagi kasus serupa.
Seperti diketahui, sebelumnya KPK mengumumkan telah menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan. KPK menyebut perkara yang dihentikan itu terkait penyelidikan di kementerian, BUMN,lembaga-lembaga negara, hingga DPRD dan DPR. Bahkan menurut Plt Jubir KPK Ali Fikri, ada juga yang diduga melibatkan aparat penegak hukum.
Namun Fikri menyebut penyelidakn kasus-kasus yang menjadi perhatian publik seperti Century, BLBI, Sumber Waras hingga suap terkait divestasi saham Newmont yang menyeret nama mantan Gubernur Nudsa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, tidak termasuk yang dihentikan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan penghentian penyelidikan itu sudah melalui mekanisme yang diatur UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di mana terhadap kasus yang belum selesai selama 2 tahun dapat dihentikan penyelidikannya, bahkan ketika sudah sampai di tingkat penyidikan dan penuntutan sebagaimana bunyi pasal 40 ayat 1.
Nyatanya penghentian kasus di tingkat penyelidikan bukan baru terjadi di masa kepemimpinan Firli Bahuri. Jubir KPK menyebut selama 5 tahun terakhir sejak 2016, KPK pernah menghentikan 162 penyelidikan. Hal itu tidak dilarang karena sesuai UU KPK sebelumnya yakni UU Nomor 30 Tahun 2002 khususnya pasal 40 hanya melarang penghentian kasus di tingkat penyidikan dan penuntutan.
Sebagai informasi, penyelidikan adalah proses hukum paling awal dan biasanya hanya diketahui oleh penyidik. Pada tingkat ini, belum ada tersangka. Jika penyidik menemukan bukti kuat maka kasusnya akan ditingkatkan menjadi penyidikan dan biasanya diikuti dengan penetapan tersangka.
Terungkapnya fakta KPK menghentikan kasus di tingkat penyelidikan cukup mengejutkan karena selama ini publik tidak pernah mendapat informasi terkait hal tersebut. Pimpinan KPK sebelumnya cenderung tertutup terhadap penghentian kasus di tingkat penyelidikan. Tidak mengherankan jika penghentian 36 kasus yang diumumkan KPK saat ini menimbulkan kecurigaan seperti juga yang disampaikan orator Aksi 212 di sekitar Patung Kuda, Monas Jakarta Pusat. Â
Tetapi  apakah "lubang" ini, bahwa KPK dapat menghentikan proses penyelidikan, benar-benar dimanfaatkan oleh oknum KPK untuk mendapatkan uang seperti disinyalir Fahri Hamzah?
Agar tidak menjadi fitnah, ada baiknya memang dilakukan audit. Transparansi penegakan hukum harus dilakukan agar citra KPK tidak berlumur noda yang dihasilkan dari opini liar atau sekedar sakwasangka. Â
Tetapi bagaimana dengan hak para terduganya? Jika kasusnya dibuka, otomatis KPK harus menyebutkan lembaga atau oknum yang pernah dijadikan objek penyelidikan dan kemudian dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti untuk dibawa ke jenjang penyidikan.
Sangat mungkin mereka keberatan karena begitu namanya dicuatkan ke publik meski hanya inisial, berpotensi akan merugikan citranya.
Langkah terbaik adalah dengan melakukan audit internal oleh Dewan Pengawas KPK. Jika memang ada indikasi permainan uang dalam menetapkan objek penyelidikan, bisa saja dilakukan penindakan secara hukum.
Dengan demikian pihak-pihak yang menjadi objek penyelidikan dengan tujuan di luar penegakan hukum tidak perlu dipublikasikan terkecuali jika terbukti ada oknum penyidik KPK yang melakukan permainan dengan motif untuk mendapatkan uang atau keuntungan pribadi lainnya.
Salam @yb