Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jawab 6 Pertanyaan Ini Sebelum Memutus Nasib 600 Eks ISIS

7 Februari 2020   19:51 Diperbarui: 8 Februari 2020   07:42 4668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Forum Selamatkan NKRI - DIY saat berada di Kantor DPRD DIY. Forum Selamatkan NKRI - DIY menyatakan menolak pemulangan WNI eks ISIS ke Indonesia.(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Nasib 600 (ada yang menyebut 660) orang WNI yang pernah bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) semakin tidak jelas. Pro-kontra bukan hanya terjadi di luar Istana, namun juga di antara pembantu Presiden Joko Widodo.

Terlebih Presiden Jokowi sendiri sepertinya sengaja melempar wacana untuk menjaring aspirasi masyarakat ketika mengatakan dirinya tidak setuju dengan pemulangan 600 orang tersebut, namun hal itu belum dibahas dalam rapat.

Artinya, meski Presiden tidak setuju, namun bisa saja setelah dilakukan rapat terbatas dengan para pembantunya dan lembaga terkait, keputusan akan berbeda.

Mengapa sangat sulit, setidaknya jika mengikuti "perdebatan" di ruang-ruang publik, memutuskan nasib 600 orang itu? Benarkah karena banyak yang lebih mengedepankan sentimen politik- juga hal lain, di luar ketentuan UU?

Jika ingin disederhanakan, sebenarnya pemerintah tidak perlu melakukan tes ombak, mengukur reaksi masyarakat, dalam mengambil keputusan. Pemerintah dapat langsung mengambil keputusan untuk menyudahi polemik di media. Tetapi entah apa yang merasuki, pemerintah sepertinya lebih senang membiarkan isu ini semakin liar.

Mari kita bantu pemerintah dengan menjawab 6 pertanyaan ini. Gunakan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sebagai dasar jawaban. Jangan gunakan asumsi, apalagi didasari kebencian karena preferensi politik, sentimen keagamaan atau fobia pada isu-isu di luar konteks.


Pertama, apakah Indonesia mengakui ISIS sebagai negara?

Kedua, apakah mereka yang menjadi kombatan pemberontak di negara lain, dengan bahasa berbeda, menjadi tentara bayaran, secara otomatis sudah berpindah kewarganegaraannya?

Ketiga, apakah ketika kepala keluarga (bapak) kehilangan kewarganegaraan, secara otomatis hal yang sama berlaku untuk istri?

Keempat, apakah jika orang tuanya (bapak dan ibu) berpindah kewarganegaraan, anaknya secara otomatis kehilangan status kewarganegaraan Indonesia (WNI)?

Kelima, apakah tidak mengakui simbol negara (seperti merobek paspor) secara otomatis menghilangkan haknya sebagai WNI?

Keenam, apakah terhadap seseorang yang memiliki potensi menjadi penjahat (baca: teroris) negara dapat menggugurkan status WNI-nya?

Sudah punya jawabannya? Jika belum, mari kita coba bahas satu persatu.

Terhadap pertanyaan pertama, rasanya semua sepakat bahwa ISIS bukan sebuah negara berdaulat sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Montevideo. 

Meski menguasai wilayah dan "memiliki" penduduk, namun tidak pernah ada hubungan dan pengakuan dari negara lain yang menjadi syarat keempat dan kelima konvensi tersebut.

Dari pemahaman ini, maka mereka yang bergabung dengan ISIS tidak sertamerta kehilangan status WNI karena belum pernah beralih kewarganegaraan yang menjadi penyebab utama gugurnya status WNI.

Bagaimana jika telah menjadi kombatan pada kesatuan bersenjata lain, termasuk kelompok pemberontak sebagaimana dimaksud pada pertanyaan kedua?

Silakan lihat UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaran sebagaimana telah dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.

Pasal 31 ayat 1 huruf (c) menyatakan seseorang kehilangan status WNI jika "masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden".

Kemudian pada huruf (e) disebutkan, "secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut".

Dari poin ini jelas, mereka yang telah menjadi tentara asing (terlepas apakah negara atau pemberontak) dengan sendirinya sudah bukan WNI. Demikian juga terhadap mereka yang telah mengangkat sumpah setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut (bisa dimaknai sebagai wilayah bukan negara).

Apa artinya? Hanya mereka ini yang kehilangan status WNI. Dari pemahaman ini maka perlu dilakukan kajian, profiling yang mendalam terhadap individu yang kini berada di Suriah dan diyakini pernah tinggal di wilayah ISIS. 

Benarkah mereka semua pernah bersumpah setia kepada ISIS? Ataukah hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa yang menjadi kombatan?

Lalu, jika kemudian suami dari suatu keluarga diketahui telah mengangkat sumpah setia kepada ISIS, apakah istrinya, meski tidak ikut mengangkat sumpah, otomatis ikut kehilangan status WNI sesuai pertanyaan ketiga?

Jika mengacu pada ketentuan pasal di atas, tentu tidaklah demikian. Jika dipaksakan, maka akan ada banyak lagi istri kombatan ISIS yang kehilangan status WNI padahal mereka tidak pernah ikut ke wilayah ISIS dan sampai saat ini masih tinggal di Indonesia.

Jika pasal kehilangan status WNI itu hanya diterapkan kepada istri yang ikut ke wilayah ISIS, tentu tidak memenuhi asas keadilan dan persamaan di depan hukum (equality before the law).

Bagaimana jika kedua orang tuanya (bapak dan ibu) kehilangan status WNI, apakah anaknya juga ikut kehilangan hak itu?

Jawabannya, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan demikian. Hak itu tetap melekat sepanjang tidak melakukan delapan hal yang menjadi penyebab gugurnya status WNI, dari huruf (a) hingga (h) pasal 31 UU Kewarganegaraan.

Apakah merobek dokumen kenegaraaan seperti paspor dapat menghilangkan status WNI seseorang? Lagi-lagi, jawabannya tidak. Jika pun itu pelanggaran, maka hukumannya adalah pidana, bukan pencabutan status kewarganegaraan.

Terakhir, apakah terhadap seseorang yang memiliki potensi menjadi penjahat (baca: teroris) negara dapat menggugurkan status WNI-nya? Sayangnya jawabannya tidak. 

Buktinya, terhadap mereka yang jelas-jelas sudah melakukan aksi terorisme, contohnya pengeboman sambil menyeru jihad, tidak pernah dihukum dengan pencabutan status kewarganegaraannya.

Apalagi hanya baru asumsi, dugaan, atau bahkan hanya fobia sekelompok orang. Terlepas suka atau tidak, UU yang ada tidak memberi ruang untuk menghukum sampai dengan pencabutan status WNI. Jadi jangan membuat aturan sendiri di luar ketentuan UU.

Jika memang ada masalah, dianggap tidak mewakili perasaan atau keinginan warga bangsa lainnya, maka segera lakukan perubahan atau revisi UU. Tetapi hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menghukum seseorang dengan aturan yang belum ada karena UU tidak berlaku surut.

Langkah terbaik pemerintah, mestinya tidak dengan mengumbar pernyataan kontraproduktif karena hanya akan menimbulkan pro-kontra. 

Silakan pemerintah mengambil kebijakan berdasarkan kajian hukum yang ada. Jika keputusannya masih mengakui mereka yang kini terkatung-katung di Suriah sebagai WNI, segera berikan solusi dan perlindungan.

Bukankah kita telah sepakat tidak ada penghakiman di luar persidangan? Jadi jangan langsung menuding mereka bersalah sebelum adanya putusan pengadilan.

Bukankah kita telah sepakat, hukuman tidak dimaksudkan sebagai ajang balas dendam? Buktinya diadakan lembaga pemasyarakatan. Jika setelah melalui proses peradilan terbukti mereka bersalah, lakukan pembinaan dengan menggunakan badan atau lembaga-lembaga yang ada. 

Bahwa prosesnya rumit, memakan waktu lama dengan kemungkinan gagal, tidaklah lantas memberikan hak pada siapa pun untuk berlaku barbar dengan mengabaikan hukum dan aturan yang ada.

Bijaklah sejak dari pikiran, terhadap musuh sekali pun!

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun