Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Raja Jokowi", Atribut Siluman yang Dipasang Genderuwo

13 November 2018   16:58 Diperbarui: 13 November 2018   19:00 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kader PDIP menurunkan atribut kampanye bergambar Jokowi mengenakan pakaian raja. Foto: detik.com

Masyarakat Jawa Tengah dibuat heboh dengan munculnya atribut kampanye bergambar calon presiden petahana Joko Widodo dengan pakaian ala raja Jawa lengkap dengan mahkotanya. Mengapa PDI Perjuangan mendadak gusar dan memerintahkan pencopotan atribut "Raja Jokowi" yang disebutnya siluman? Benarkah yang memasang genderuwo?

Sepintas spanduk dan poster bergambar Jokowi dalam balutan pakaian raja Jawa, merupakan alat peraga  kampanye milik PDIP. Di samping logo partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut tertera dengan jelas, warna dasar yang digunakan juga "milik" PDIP.

Namun Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto membantah. Bahkan PDIP telah memerintahkan untuk mencopotinya karena dianggap downgrade campaign yang merugikan pihaknya. Meski demikian, Bambang mengaku belum mengetahui siapa yang telah memasang atribut tersebut.

Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari menuding ada pihak yang melakukan sabotase. Eva beralasan gambar tersebut bukan gambar resmi dan ada yang dipasang di pohon yang sudah dilarang KPU. Bahkan Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira menyebut "Raja Jokowi" menurunkan nilai diri Jokowi yang pekerja keras dan merakyat. Andreas menuding, atribut "Raja Jokowi" berasal dari kaum anti Jokowi.

Jika bukan kader atau simpatisan PDIP atau simpatisan Jokowi, lalu siapa yang memasang?  Jika melihat kualitas dan kuantitasnya, pelakunya memiliki cukup modal. Sebab bukan hanya poster, stiker juga dipasang di angkutan umum yang memakan biaya besar, terlebih jika pakai uang sewa.

Kubu Prabowo Subianto yang menjadi lawan Jokowi di Pilpres 2019 telah membantah melakukan hal demikian karema membutuhkan biaya sangat besar. Bahkan menurut Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman spanduk Prabowo -- Sandiaga Uno saja belum banyak dicetak karena keterbatasan biaya.

Habiburokhman meminta PDIP tidak ada tuduh dan menyarankan supaya kasus tersebut dilaporkan ke polisi agar terungkap siapa pelakunya.

Kita sepakat kasus ini dibawa ke polisi supaya clear. Namun sebelum ke sana, sebaiknya PDIP melakukan cross-check ke dalam. Sebab gambar Jokowi mengenakan pakaian raja mungkin saja terinspirasi dari peristiwa sebelumnya. Pada saat menghadiri Festival Keraton Masyarakat Adat Asia Tenggara (ASEAN) ke-V di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur tanggal 20 Oktober 2018, Jokowi dan Ibu Negara Iriana berpakaian ala raja Jawa. Gambar di atribut kampanye mirip dengan foto Jokowi saat berpakaian raja dalam festival tersebut.

Presiden Jokowi mengenakan busana raja. Foto: Rusman/Biro Pers Setpres
Presiden Jokowi mengenakan busana raja. Foto: Rusman/Biro Pers Setpres
Kedua, Jawa Tengah merupakan basis PDIP meski pada Pilgub 2018 lalu perolehan pasangan petahana jagoan PDIP Ganjar Pranowo -- Taj Yasin menang kurang meyakinkan melawan Sudirman Said -- Ida Fauziah yang tidak memiliki akar politik di Jateng. Ganjar sendiri mengaku kaget karena hanya mampu meraih 58,78 persen suara padahal dalam survei-survei sebelumnya, elektabitasnya di atas 70 persen.

Mungkin saja, sekali lagi, mungkin saja, ada pihak-pihak di internal PDIP yang kuatir Jateng tidak lagi menjadi kandang banteng pada Pemilu dan Pilpres 2019 sehingga melakukan kampanye dengan memasang gambar "Raja Jokowi" dengan tujuan untuk memikat pemilih pedesaan, khususnya di daerah eks karesidenan Surakarta dan Kedu yang memang masih kental dengan unsur keraton.

Namun demikian, tetap terbuka kemungkinan lain, yakni dipasang oleh lawan dengan tujuan seperti dikatakan Bambang Wuryanto. Sebab mengaku atau menganggap diri sebagai raja, tentu akan menjadi bahan gunjingan di tengah masyarakat. Meski dalam hierarki kekuasaan saat ini, raja-raja di Nusantara tidak lagi menjadi pemimpin wilayah, kecuali Raja Yogyakarta dan Paku Alam karena berstatus Daerah Istimewa, tetapi sosok raja tetap dihormati dan menjadi panutan di bekas wilayah kekuasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun