Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Ketika Capres Justru Menjadi Pesaing Partai Pengusung

11 September 2018   19:12 Diperbarui: 12 September 2018   09:30 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andi Arief. Foto: KOMPAS.com/Kristian Erdianto

Kekhawatiran Partai Gerindra akan mendapat keuntungan elektoral dari pencapresan Prabowo Subianto yang dilontarkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief sangat menarik. Bukan saja memprovokasi PKS dan PAN, pernyataan tersebut menjadi penegas secara de facto Demokrat sudah hengkang dari koalisi.

Andi Arief menggunakan logika saat ini PAN, PKS dan Demokrat harus berjuang memenangkan Prabowo yang notabene Ketua Umum Partai Gerindra, dan Sandiaga Uno di ajang Pilpres 2019.

Meski resminya bukan kader lagi, namun "bau" Gerindra masih sangat kental karena baru keluar setelah didapuk menjadi cawapres. Tidak ada jaminan kelak Sandiaga tidak kembali menjadi pengurus teras Partai Gerindra. Saat ini keluar-masuk partai, bahkan menduduki posisi penting, bukan sesuatu yang rumit karena faktor kepentingan lebih menonjol dibanding ideologi.

Ajakan Andi Arief kepada partai-partai pengusung Prabowo untuk mendiskusikan pembagian "keuntungan" elektoral yang didapat dari mengusung Prabowo-Sandiaga disambut baik oleh Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin.

Kader Gerindra, Habiburokhman juga tidak terlalu mempersoalkan. Entah karena untuk meredam agar kader-kader Demokrat tidak terlalu jauh "merusak" soliditas koalisi atau memang benar ada kemungkinan keuntungan elektoral yang akan dinikmati sendiri oleh Gerindra.

Ada dua hal yang menarik dikaji. Pertama, siapa yang diuntungkan dari sisi elektoral, partai atau capres? Seperti diketahui Pemilu dan Pilpres 2019 digelar serentak. Dengan demikian kampanye akan dilakukan bersamaan. Baik PDIP dan Gerindra tidak ada masalah karena mereka mengusung kader sendiri.

Namun tidak demikian halnya dengan Demokrat, PAN dan PKS di kubu Prabowo-Sandiaga serta Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, Perindo, PKPI, PSI yang bersama PDIP mengusung pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Selama ini dipahami, partai-partai tersebut akan mendapat keuntungan elektoral dengan mengusung capres. Contohnya Nasdem, Golkar dan PSI yang sejak awal memproklamirkan dukungan kepada Jokowi karena meyakini bisa mengatrol elektabilitas partai. Sangat mungkin kelak ada pemilih yang mencoblos gambar PSI karena Jokowi.

Namun hal itu rupanya berlaku bagi Demokrat. Andi Arief khawatir jika Demokrat, PAN dan PKS hanya fokus mempromosikan Prabowo-Sandiaga, kemungkinan Gerindra akan mendapat cipratan suara dari pendukung ketiga partai.

Masyarakat yang memilih Prabowo kemungkinan juga akan memilih Gerindra. Artinya, Prabowo bukan sosok yang dapat memberi nilai lebih pada elektabilitas partai pengusung di luar Gerindra, namun justru beban koalisi.  

Padahal masing-masing partai harus berjuang keras agar bisa meraih suara besar, minimal memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun