Ia adalah salah satu pianis jazz terbaik Indonesia kala itu. Ia bukan saja ahli dalam bidang musik. Tapi juga dalam beberapa bidang, termasuk pendidikan. Itu terbukti dari gelar yang tertera di kartu namanya: Dr. Idang Rajidi, M. Ed., Ph. D., lengkapnya.
Dalam acara tersebut, ia bertindak sebagai Ketua Dewan Juri dalam festival Band. Dan satu-satunya pembicara dalam workshop musik. Peserta yang hadir dan mengikuti acara ini berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Sekitar dua puluhan sekolah.
Dalam mewujudnyatakan acara ini aku bukan pelaku tunggal. Aku tidak sendiri. Aku dibantu oleh rekan-rekanku yang lain. Mereka adalah: Suryadharma A. M. Noya, guru Musik SHB yang akrab dipanggil Ari. Dan Mudini, guru Olahraga untuk kelas-kelas kecil (1 -- 3 SD).
Tapi aku boleh berbangga karena akulah yang menelorlontarkan ide awal yang edan ini. Ide yang mustahil menurut masyarakat umum di sekolahku ini. Ya, tidak soal. Maka aku berusaha membuat menyiapkan konsep dasarnya secara detail. Dan, sukses!
Pembaca yang terhormat, aku ingin berbagi sedikit informasi tentang kedua temanku ini. Karena mereka berdua telah menjadi bagian dari sejarah hidupku. Mereka juga menjadi inspirasiku dalam mengajar.Â
Ari kini membuka les musik sendiri khusus instrument musik gesek (biola, dan sejenisnya) di rumahnya di Cirebon, Jawa Barat. Sedangkan Mudini, kini menjadi dosen Bahasa Inggris di Universitas Muhammadyah Tangerang setelah menyelesaikan S2 Pendidikan Bahasa Inggris di Unindra Jakarta.
Kami bertiga sangat gigih dalam usaha ini walaupun melewati berbagai rintangan. Rintangannya adalah dalam hal dana dan pembicara. Dari segi dana, sepeser pun tidak dibantu oleh yayasan atau sekolah. Maka yang kami lakukan adalah 'memaksa' beberapa perusahaan merogoh koceknya untuk mendanai acara dimaksud.
Dari segi pembicara, kami harus bergadang bermalam-malam bahkan sampai pagi. Kami seperti tidak memperdulikan kesehatan demi bisa bertemu bapak Idang Rasjidi. Kami bernegosiasi dan berkonsultasi dengannya. Sangat melelahkan. Makhlum orang sibuk!
Aku bangga. Namun kebanggaan itu tak dapat kunikmati. Keberhasilan penyelenggaraan itu justru membukukan nama orang lain. Ia dianggap penentu pencapaian prestasi kerja itu. Ia dianggap tokoh kunci keberhasilan. Ia mendapatkan penghargaan dari atasan. Entah dalam bentuk apa?
Sebab kami dijanjikan akan mendapat penghargaan setelah berhasil menyelenggarakan acara Festival Band & Workshop Musik ini. Namun hingga sekarang kami tidak menerima secarik kertas butut pun yang berisi pengakuan atau ucapan terima kasih. Apalagi piagam atau hadiah lain dari pemimpin. Maybe next time!