Mohon tunggu...
Yohana Hartriningtyas
Yohana Hartriningtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

Seorang ibu rumah tangga dengan seorang anak lelaki, pernah berprofesi sebagai guru dan pernah menjadi buruh pabrik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masih Muda Menikah? Paham Risikonya?

19 April 2021   12:42 Diperbarui: 19 April 2021   12:47 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa tahun belakangan "Pernikahan dini" menjadi sorotan dari berbagai kelompok. Banyak pihak termasuk pemerintah didalamnya tak setuju dengan trend ini, namun banyak kalangan selebriti, tokoh masyarakat bahkan orang tua anak melakukan atau merestuinya. "Dari pada anak diam-diam pacaran dan hamil duluan malah menciptakan aib bagi keluarga" adalah alasan dasar pernikahan dini tersebut. Tak salah dengan alasan tersebut tetapi rasanya kurang bijak saja walau kedua mempelai menyetujui. Bagaimana disebut bijak jika calon mempelai tidak tahu apa-apa tentang "pernikahan".

Bagi kaum muda dengan adrenalin tinggi pengetahuan tentang penikahan itu sangat dangkal. Ironisnya orang tua merasa belum waktunya memberi edukasi dan gambaran tentang sebuah pernikahan. 

Kaum muda secara tak sengaja mencari tahu sendiri tentang apa itu "menikah" dan sayangnya lebih banyak yang gembar-gembor kebahagian pasca menikah ketimbang kesulitanya. 

Tentu saja, tak ada orang yang mau aibnya terbongkar bukan? dan itu menjadi salah satu sumber penyebab kaum muda salah mendeskripsikan tujuan menikah. Otak mereka yang polos hanya tahu pokok yang menguntungkan:

1. Pernikahan membuat mereka terbebas dari aturan orang tua,
2. Menikah membuat mereka bebas melakukan seks dengan pasangan,
3. Menikah membuat hubungan mereka tak jadi bahan gunjingan,
4. Menikah adalah salah satu bentuk ibadah dengan niat mulia.

Benar. Tak ada yang salah dengan point diatas. Tetapi setelah menikah mereka akan menyadari bahwa point diatas hanyalah sepenggal petunjuk permainan yang belum selesai dibaca. Akibatnya sudah bisa ditebak, yang beruntung akan bahagia meskipun perjuangan berdarah-darah. Lainnya akan menjalani kehidupan KDRT, peselingkuhan, perceraian, saling dendam dan menyalahkan, bahkan pembunuhan. Tragis bukan? Semoga tak ada lagi yang mengalami hal tersebut.

Sebagai seorang wanita yang bisa dibilang menikah dengan umur matang (27) tahun saja kaget dengan realita kehidupan pasca menikah. Bukan karena buta tentang pernikahan seperti pelaku pernikahan dini, tetapi sungguh praktek lebih berat dari pada teori dan cerita yang saya dapat.

1. Pernikahan bukan sekedar menyatunya dua ingsan

Jika seorang yang ingin menikah mempunyai pemikiran poit ini saya sarankan pikir lagi. Jangankan yang masih "dini" yang sudah dianggap matang pun banyak yang berpikir demikian. Pernikahan adalah menyatunya dua ingsan melewati suka dan duka adalah janji mereka, tetapi perlu anda ketahui cangkupan disininya bukan hanya tentang aku dan kamu tetapi keluargamu dan keluargaku. Baik yang wanita maupun pria harus pandai-pandai menjadi penengah jika kedua orang tua mereka berselisih paham dalam segala jenis masalah yang timbul setelah mereka menikah. Misalnya saja memilih tinggal dimana, saling iri karena merasa jatah menimang cucu kurang, atau salah paham ketika pengantin ini memberikan sejumlah uang. Itu masih dari orang tua, belum kalau timbul perselisihan antar saudara.

2. Adaptasi pasca menikah itu sulit

Pelaku pernikahan dini biasanya berpikir sudah mengenal pasangan luar dalam, tetapi kenyataannya? Cobalah berpikir mundur ketika belum menikah. Anda tidak setiap hari bertemu dengan pasangan bukan? Ketika janjian bertemu bukankah anda akan berdandan sebaik-baiknya? Bersikap seromantis-romantisnya. Bertengakar mungkin pernah tetapi ada jeda beberapa waktu tak bertemu dan memberi waktu anda secara tak langsung menjernihkan pikirann. Ketika menikah anda baru menemukan keburukan pasangan, misalnya malas mandi misalnya. Cuek karena merasa sudah memiliki atau terhadap keluarga, malas melakukan pekerjaan rumah. Saya yakin banyak pasangan yang merasa menikahi orang "asing" dengan raga yang sama setelah menikah.

3. Bebas dari aturan 10 aturan, masuk dalam 20 larangan
Terkadang menikah adalah jalan pintas agar terlepas dari peraturan orang tua. Para pelaku "pernikahan dini" biasanya melihat hal ini sebagai sebuah bentuk menghindar dan memang berhasil. Tapi bagi yang sudah melakukan pernikahan akan merasakan seolah-oleh keluar dari kandang sing masuk dalam kandang buaya. Yap, setepah menjalani pernikahan mungkin anda akan terlepas dari aturan sebagai "anak" tetapi aturan sebagai suami atau istri itu lebih pelik. Contoh utama tugas suami adalah mencukupkan nafkah istri dan menyayangi istri.Kalau dulu saat belum menikah bertemu atau membelikan makanan saja sudah membuat istri bahagia dalam menikah itu tidak cukup. Bukan karena istri menuntut tapi kenyataan dalam pernikahan butuh bayar listrik, bayar cicilan, uang makan, sandang, papan yang layak. Apakah anda berpikir akan numpang seterusnya? Sedangkan tugas para istri yang terdengar paling gampang adalah mengurus rumah dan mengelola keuangan. Mengurus rumah itu tak cuma menyapu, ngepel dan masak. Ada cuci baju, jemur, setrika, beli bahan makanan, mengolahnya, cuci piring, dan lainnya dan semua membutuhkan tenaga. Mengatur keuangan rumah tangga itu lebih rumit dari saat anda single, tagihan membengkak bisa terjadi kapan saja. Yang tak cukup harus dicukup-cukupkan. Selanjutnya tentang norma sosial, jika sendiri masih bisa keluar dengan siapa saja maka saat anda menikah banyak pasang mata yang mengawasi anda dimana saja. Jika ingin pergi dengan seseorang apalagi lawan jenis anda perlu alibi yang kuat agar tak menjadi sumber pertengkaran dengan pasangan maupun bahan ghibah tetangga.

4. Seks hanyalah kegiatan sempat atau disempat-sempatkan
Dimata orang yang belum menikah seks seakan menjadi sebuah kegiatan yang membuat penasaran. Membuat ketagihan karena terdengar sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan. Benar seks merupakan kegiatan intim bersama pasangan namun pikiran anda jangan mengira akan seindah yang anda dengar, baca maupun lihat dalam situs porno internet. Tidak, seks tidak sedangkal itu. Yang membuatnya indah adalah kesempatan. Kesibukan dan kelelahan biasanya membuat kegiatan intim ini tak bisa dilakukan. Jika pasangan tak saling paham dan menemukan solusi "jajan" dan "perselingkuhan" terkadang menjadi jalan pintas yang penuh resiko dilakukannya.


5. Ekonomi pasca menikah yang morat-marit

Pasangan pernikahan dini kebanyakan belum memilik kehidupan ekonomi yang matang. "Menikah saja dulu, nanti jalan rejeki pasti dibukakan" begitulah kira-kira kalimat yang sering menjadi semangat untuk mereka memaksakan diri menikah. Kalimat itu menjadi harapan semu bahwa setelah menikah mereka pasti punya uang bahkan bisa kaya. Setelah menjalai pernikahan kekecewaan dan penyesalan yang didapat jangankan rejeki, yang datang malah tagihan dan kebutuhan. Emosi yang labil akan membuahkan pertengkaran, saling tuduh dan kihidupan pernikahan perlahan menjadi goyah. Kalau sudah begini siapakah yang salah?

6. Mengalah itu bukan kunci permasalahan
Selanjutnya dengan mengalah permasalahan akan selesai. Hidup akan adem ayem kembali. Beberapa iya namun tidak semuanya. Mengalah saja tak akan membuat semua selesai malah bisa bertumpuk terus menerus yang dapat teridentifikasi sebagai bom waktu. Memikirkan solusi bersama dengan saling melihat dari sudut pandang pasangan merupakan hal bijak yang dapat saya sarankan tetapi memerlukan logika dan kedewasaan dalam berpikir. Jika pelaku masih punya pemikiran yang labil saya yakin semua malah akan menuju ke tahap selanjutnya.

7. Kemarahan berujung KDRT
Kemarahan yang bertumpuk, suami atau istri merasa dituntut dan tertekan memicu respon tubuh melakukan KDRT. Sebagai orang lain yang tidak terlibat dalam masalah tak jarang kita berpikir "kok bisa ya?" Tetapi sebagai pelaku banyak motif yang mendasari hal itu. Jarang KDRT dilakukan spontan dalam satu kesalahan, biasanya dipicu dari beberapa kesalahan sebelumnya dan kekecewaan. Mengerikannya menampar masih dalam golongan ringan sekarang bahkan bisa berujung pembunuhan.

6. Drama baru saat punya anak
Sedikit jauh dari point diatas adalah drama saat mulai saat hamil hingga punya anak. Sudah banyak bukan dibaha tentang resiko lebih besar dialami wanita dengan umur di bawah 18 tahun. Percayalah walaupun anda mengikuti kursus parenting maupun membaca seribu tumpuk teori tentang bayi hanyalah membatumu sedikit. Hamil membuat ibu bayi punya perasaan yang cepat berubah-ubah. Jangan kira setelah lahir itu selesai. Tidak! Selamat datang didunia yang susah dikendalikan. Perasaan ayah, perasaan ibu dan anak begitu kuat saling mempengaruhi. Hal itu bagus namun menyikapi dengan salah akan membuat hidup ada seolah seperti neraka. Bagaimana tidak, jika salah satu dari orang tua emosi anak akan ikut rewel. Dilain sisi orang tua baru merasa kelelahan. Depresi dan babyblues sering mampir menjadi penyakit tak terdeteksi pada ibu. Ketidak siapan mental orang tua dimana masih bersikaplabil dalam segala kondisi akan menjadikan masa itu menakutkan. Bukankah kematian bayi atau anak oleh orang tuanya sendiri sudah sering anda dengar?

Point diatas hanyalah garis besar masalah yang dapat saya paparkan lewat tulisan berdasarkan fenomena beberapa kasus yang terjadi disekitar saya. Orang yang dinila sudah cukup umur saja masih banyak yang tak mampu melewati cobaan dalam rumah tangga, apalagi yang masih belum dewasa. Emosi yang sering meledak-ledak entah itu rasa bahagiaan, kemarahan atau yang lainnya mampu setiap saat memporak-porandakan kehidupan. Kematangan emosi, kehati-hatian, dan kepekaan sangat diperlukan sebagai bekal untuk menikah.  

Jika patokan menikah dalam pikiran anda masih berupa iming-iming kebagaiaan anda belum siap. Terlalu dini melakukan pernikahan hanya membuat janji pernikahan anda ternoda oleh penyesalan. Penyesalan itu bisa berbentuk perasaan belum puas menikmati masa muda maupun perasaan merasa salah memilih psangan atau bahkan menyalahkan keputusan menikah telah menghalangi tercapainya cita-cita anda. Stop menikah dini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun