Sejarah dan Makna Hari Raya Waisak
Hari Raya Waisak, atau dikenal pula sebagai Tri Suci Waisak, adalah salah satu momen suci yang sangat dihormati oleh umat Buddha di seluruh dunia. Setiap tahunnya, perayaan ini diperingati untuk mengenang tiga peristiwa agung dalam kehidupan Siddhartha Gautama, yaitu kelahirannya, saat mencapai pencerahan sempurna (Bodhi), dan wafatnya menuju Parinibbana. Uniknya, ketiga peristiwa besar tersebut diyakini terjadi di hari yang sama menurut kalender lunar, yakni ketika bulan purnama muncul di bulan Waisak, yang biasanya jatuh antara Mei hingga Juni.
Awal Mula Hari Raya Waisak
Siddhartha Gautama, yang kelak menjadi Buddha, lahir sekitar tahun 623 SM di sebuah taman bernama Lumbini, yang kini berada di wilayah Nepal. Ia adalah putra Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya dari kerajaan kecil Kapilavastu. Sejak kecil, Siddhartha tumbuh dalam kemewahan istana, namun hatinya penuh dengan pertanyaan tentang penderitaan manusia.
Di usia 29 tahun, ia memilih meninggalkan kehidupan istana dan kemewahan untuk mencari makna sejati kehidupan dan jalan mengatasi penderitaan. Setelah bertahun-tahun bermeditasi dan bertapa, akhirnya di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India, Siddhartha mencapai pencerahan dan menjadi Buddha. Selanjutnya, hingga usia 80 tahun, ia mengajarkan Dharma, atau ajaran kebenaran, sebelum akhirnya wafat di Kusinara (sekarang Kushinagar, India), memasuki Parinibbana, yakni pelepasan akhir dari siklus kelahiran dan kematian.
Di Indonesia sendiri, Hari Raya Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1983. Penetapan ini menegaskan pentingnya Hari Raya Waisak tidak hanya bagi umat Buddha, tetapi juga sebagai bagian dari keragaman budaya bangsa.
Tradisi Perayaan Waisak di Indonesia
Di Indonesia, perayaan Waisak paling megah biasanya berlangsung di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Rangkaian acaranya dimulai dari Candi Mendut, lalu para peserta berjalan kaki menuju Candi Pawon, dan akhirnya berakhir di Candi Borobudur. Perjalanan ini merupakan bentuk pradaksina, yakni ritual mengelilingi candi searah jarum jam sambil mengucapkan doa atau mantra.
Beragam kegiatan spiritual mewarnai Hari Raya Waisak. Salah satunya adalahÂ
Puja Bhakti, yakni sembahyang dan meditasi di vihara. Selain itu, ada pula tradisi Pindapata, di mana para bhikkhu berjalan berkeliling menerima dana makanan dari umat. Kegiatan ini melambangkan rasa saling berbagi dan merendahkan diri. Yang paling ditunggu-tunggu adalah ritual pelepasan lampion. Ribuan lampion diterbangkan ke langit malam, menjadi simbol harapan, doa, dan pencerahan batin. Puncak acara Waisak ditandai dengan detik-detik Waisak, yakni saat bulan purnama berada tepat di posisi tertinggi. Pada momen ini, para umat berkumpul dalam keheningan, bermeditasi, dan mengucapkan doa bersama.
Makna Spiritualitas Waisak