Mohon tunggu...
I Putu Yoga Purandina
I Putu Yoga Purandina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Dharma Acarya STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Aktif dalam penelitian bidang pendidikan dan pengajaran bahasa terutama bahasa Inggris untuk Anak, Pendidikan berbasis Cerita Anak, Pendidikan Karakter, Kesantunan Bertutur Kata, Literasi Digital untuk Anak, Serta aktif membahas isu aktual baik sosial dan budaya. www.purandinacollege.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudahkah Merdeka Mengajar dalam Merdeka Belajar?

2 Mei 2021   22:21 Diperbarui: 4 Mei 2021   10:17 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Selamat Hari Pendidikan Nasional, Minggu 2 Mei 2021. Setiap tahunnya kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). 2 Mei dijadikan sebagai tanggal untuk memperingati Hardiknas tentu memiliki sebuah historis tersendiri, yang merupakan tanggal lahirnya tokoh pendidikan Indonesia. 

Beliau merupakan pendiri sekolah Taman Siswa,"National Onderwijs Institut Taman Siswa". Beliau adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara, seorang Bapak Pendidikan Indonesia, sebagai pembangun pondasi pendidikan di Indonsia.

Taman siswa ini didirikan pada masa kolonial sebagai bentuk perlawanan terhadap deskriminasi pendidikan di masa kolonial. Pendidikan di masa kolonial tentu jauh dari pendidikan yang mampu menyentuh ke segala lini lapisan masyarakat. Hanya segelintir orang pribumi yang dapat mengenyam pendidikan pada masa ini. 

Ketika itu Belanda menerapkan sistem pendidikan yang berlapis atau bertingkat yang disesuaikan dengan strata atau lapisan status sosial masyarakat. Rakyat jelata tentu berbeda perlakuan pendidikannya dengan dari golongan ningrat ataupun bangsa mereka sendiri. Kalaupun dapat mengenayam pendidikan paling hanya sampai tingkat sekolah dasar yang waktu itu disebut dengan sekolah rakyat (SR).

Tentu jauh dari yang namanya merdeka, dan memang waktu itu kita masih dijajah, sehingga pendidikan kita masih belum merdeka. Cukup unik, pola pola pembelajaran di Sekolah Taman Siswa ketika itu telah sangat revolusioner, dengan menanamkan jiwa perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme. Namun yang lebih menarik adalah prinsip dasar dari Sekolah Taman Siswa ini yang dikenal dengan Patrap Triloka.

 Patrap Triloka sesungguhnya merupakan pedoman bagi seorang guru yang diilhami dari Maria Montesori di Itali dan Rabindranath Tagore (India/Benggala). 

Adapun 3 (tiga) pedoman tersebut yaitu (1) Ing Ngarsa Sung Tuladha, yang berarti 'di depan memberi contoh', (2) Ing Madya Mangun Karsa, yang berarti 'di tengah membangun semangat', (3) Tut Wuri Handayani, yang berarti 'di belakang memberikan dorongan'.

Dari konsep di atas kita ketahui bahwa seorang guru semestinya memegang erat tiga pedoman tersebut. Guru harus terdepan memberikan contoh yang baik bagi siswanya, guru harus mampu memberi semangat di dalam atau di tengah siswa, dan mampu mendorong atau memotivasi siswa untuk dapat belajar dengan penuh suka cita. 

Memang kita menerapkan pendidikan yang berpedoman pada siswa sendiri (Students Centered), dimana siswa sendirilah yang membangun pengetahuannya sendiri dengan penuh motivasi yang menantang dirinya untuk menyusun segala informasi yang menjadi sebuah pengeatahuan. 

Tapi peran guru tetap paling utama, tidak bisa jika siswa hanya dibiarkan menyusun pengetahuannya sendiri dengan bebasnya. Perlu juga pengawasan, atau arahan guru dalam meyusun pengetahuannya tersebut.

Dalam konteks ini, seperti yang digaungkan sekarang adalah Merdeka Belajar. Merdeka belajar tentu memiliki tujuan yang sangat baik bagi para siswa-siswa di seluruh Indonesia. Hal ini disambut euphoria oleh para kalangan pendidikan dimana sangat merubah pola pendidikan sebelumnya yang sangat kaku. 

Namun apakah para pendidik kita telah mengetahui sepenuhnya apa yang dimaksud dengan Merdeka Belajar? Atau apakah sebatas euphoria semata, tanpa mau merubah pola-pola kaku terdahulu? 

Kita ketahui program ini dicetuskan oleh Mas Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, yang kemudian baru-baru ini berubah kembali menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Sangat brilian memang dimana para siswa memiliki kemerdekaan dan kemandirian dalam menentukan pembelajarannya. Kurikulum dibuat lebih fleksibel sesuai dengan minat dan bakatnya. 

Siswa mendapatkan pembelajaran dengan cara-cara yang fleksibel baik itu materi, metode, pendekatan, tempat, dan sarana belajarnya. Yang terpenting tidak adanya tekanan atau paksaan terhadap suatu pembelajaran.

Namun dibalik euphoria tersebut, apakah pendidikan telah mampu memahmi konsep Merdeka Belajar ini. Sudahkan pendidik menerapkan konsep ini di dalam pembelajarannya? 

Sebelumnya menjawabnya mari kita telusuri lebih lanjut. Di dalam merdeka belajar sesungguhnya yang pertama harus dirubah adalah mindset guru itu sendiri. 

Sudahkan pendidik atau guru merubah dirinya untuk lebih merdeka dalam pemebelajaran yang diterapkannya? 

Kebebasan atau kemerdekaan guru ini sebagai sebuah kunci utama dalam kemerdekaan siswa dalam belajar. Bagaimana bisa siswa merdeka menentukan pilihan pembelajarannya, sedangkan guru masih sangat kaku dalam mendesain pemebalajarannya? Nah ini lah yang harus deperhatikan demi menuju kemerdekaan dan kemadirian siswa.

Bagaimana caranya? Pertama, pendidik haruslah kreatif dalam mendesain pembelajarannya. Kreatif memilih pendekatan, metode, strategi, teknik, media, dan sarana pembelajaran yang varaitif dengan memperhatikan minat dan bakat siswa itu sendiri. 

Kedua, pendidik harus mampu keluar dari bayang-bayang aministratf yang kaku dan tidak efetif yang selama ini membebani tugas guru hanya sebatas guru administratif. 

Ketiga, Pendidik hendaknya mengasampingkan segala ego-sektoral yang menganggap diri paling baik, paling pintar dalam proses pmebalajaran. Hendaknya pendidik selalu belajar baik antar sesama sehingga selalu dapat memperbaiki diri untul lebih up to date sesuai dengan perkembangan zaman. 

Keempat, pendidik seharusnya selalu berkolaborasi, bekerjasama dengan sesam pendidik, baik di dalam satua pendidikan maupun dengan berbagai lintas pendidikan. Kelima, yang utama adalah pendidik selalu menjadi contoh, penyemangat, pendorong siswa di dalam pemenuhan proses merdeka belajar siswa itu sendiri.

Sehingga, Merdeka Belajar sesungguhnya diawali oleh merdeka mengajar. Kemerdekaan dan kemandirian guru untuk selalu berkreasi dalam mendesain pembelajarannya tentu menjadi hal yang paling penting. 

Marilah para pendidik di berbagai pelosok nusantara untuk merubah mindset yang kaku ini menjadi lebih merdeka dan mandiri dengan berani dan kreatif membimbing siswa untuk menemukan kemerdekaan belajarnya. Merdeka!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun