[caption id="attachment_385272" align="aligncenter" width="565" caption="Ilustrasi Bandara Soekarno-Hatta. (Kompas Nasional/RADITYA HELABUMI)"][/caption]
Pada 13 Desember lalu, harusnya saya terbang ke Yogyakarta untuk urusan keluarga yang sangat penting. Naik salah satu budget airlines di Terminal 3 Soekarno Hatta. Jadwal flight pukul 5.20, tapi berkat kebodohan saya sendiri, saya terlambat dan ditolak untuk check in (saya lupa untuk web checkin T_T).
Karena sudah janji dan tidak bisa diwakilkan, mau tidak mau saya harus terbang pagi ini juga. Saya cek next flight, ada yang pukul 6. Tapi sudah penuh. Ada penerbangan selanjutnya yang available pukul 10 pagi. Saya sudah telat.
Saya coba pindah jurusan. Cek jurusan Solo via internet. Karena acara keluarga sebenarnya di Solo. Saya terbang ke Jogja karena rata-rata tiket ke sana lebih murah dari yang langsung ke Solo. Adanya malah sore. Lha terus gimana donk?
Satu pintu tertutup, dua jendela terbuka. Kepercayaan yang menggelora di dalam dada. Pasti ada cara untuk mendapatkan tiket penerbangan. Banyak jalan menuju Solo! Akhirnya saya pindah ke Terminal 1A, coba tanya ke sales counter maskapai yang plesetannya Late is Our Nature. Penuh juga.
Mampus... saat saya sudah siap dimarahin keluarga sekampung, saya iseng-iseng mengelilingi Terminal 1. Niatnya sih menyambangin semua kantor maskapai dari 1A sampai Terminal 2. Ga berapa lama berjalan, saya didekati bapak-bapak:
“Mas, Solo Mas? Ini ada tinggal satu.”
Wah, bau-bau calo nih.
“Berapa Pak?” tanya saya iseng.
“Berangkat pagi ini juga, jam 8. Satu koma empat saja.”
Gile ni orang. Masa ke Solo doank 1,4 juta. Apalagi kalo mau ke Amerika?
