Suatu hari, saya menemukan lowongan kerja yang lebih baik dan menawarkannya. Ia diterima. Di momen itu saya sampaikan dengan lembut, "Ini adalah pemberian Allah. Sebagai tanda syukurmu pada-Nya, ayo mulai mengaji lagi, dan perlahan lepaskan pergaulan yang dulu."
Penerimaan Tanpa Syarat (unconditional positive regard)
Dalam proses ini, saya mencoba menerapkan prinsip Carl Rogers tentang penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard). Saya tidak mengkritik perilakunya, tidak menghakimi pilihannya. Saya hanya berusaha menerima dirinya apa adanya, dengan keyakinan bahwa rasa aman dan kasih tanpa syarat adalah tanah subur bagi perubahan sejati.
Benar saja. Ketika ia merasa diterima, topengnya mulai runtuh. Ia berbicara jujur, terbuka, dan apa adanya. Ia tidak lagi perlu berpura-pura kuat. Ia menjadi pribadi yang genuin, sebagaimana disebut Rogers---manusia yang otentik, selaras antara perasaan dan tindakannya.
Memilih dan Memutuskan
Suatu hari, ia berkata lirih, "Saya ingin menyenangkan Ibu. Saya ingin berubah." Kalimat itu sederhana, tetapi bagi saya, itu tanda bahwa hatinya telah pulang.
Kini, ia kembali aktif di pengajian. Dalam perjalanan pulang, ia pernah berucap pelan, "Banyak orang sebenarnya ingin kembali ke akarnya, tapi mereka takut ditolak karena dosanya."
Saya tertegun. Betapa banyak jiwa yang ingin pulang, tapi merasa pintu rumah telah tertutup oleh penilaian dan amarah. Padahal, sebagaimana diajarkan oleh Maslow dan Rogers, penerimaan dan kasih adalah dasar dari pertumbuhan, dan rasa aman adalah jembatan untuk kembali kepada fitrah.
Makna Peristiwa
Kadang, jalan pulang tidak dimulai dari nasihat, tapi dari pelukan. Tidak dari kritik, tapi dari penerimaan. Karena di balik setiap jiwa yang tersesat, selalu ada cahaya kecil yang rindu menemukan rumahnya kembali.
Â