Kadang seorang anak tidak menjauh karena benci pada nilai-nilai rumahnya, tetapi karena merasa tidak lagi diterima di sana. Ia mencari tempat di mana dirinya dihargai, meski di jalan yang berbeda. Kisah ini tentang bagaimana cinta tanpa syarat, sebagaimana diajarkan Maslow dan Rogers, bisa menjadi jembatan bagi jiwa yang ingin pulang ke akar spiritualnya.
Pencarian Diri
Sudah cukup lama anak kami yang dahulu rajin datang ke pengajian menjadi jarang hadir. Ia kini lebih banyak menghabiskan waktu di dunia barunya---lingkungan yang relatif bebas, tetapi di sana ia diterima apa adanya. Sebenarnya, di dunia itu ia masih termasuk anak yang baik. Hanya saja, jika diukur dengan nilai-nilai rumah dan lingkungan tempat ia tumbuh, tampak seolah ia telah meninggalkan akarnya.
Menyelam Untuk Memahami
Sebagai orang tua, tentu kami cemas. Namun saya mencoba menahan diri untuk tidak menilai, karena saya sadar bahwa setiap anak memiliki jalan tumbuhnya sendiri. Saya teringat dua tokoh besar psikologi humanistik: Abraham Maslow dan Carl Rogers, yang sama-sama percaya bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk berkembang menuju dirinya yang sejati (self-actualization).
Maslow menjelaskan bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar hingga puncaknya, yaitu kebutuhan untuk mewujudkan diri. Salah satu tahap penting dalam tangga kebutuhan itu adalah kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan (esteem needs). Saya mulai dari sana---dari apa yang paling ia butuhkan.
Jejak Self Esteem
Selama ini, anak kami mencari penghargaan lewat pergaulan di luar. Ia mengikuti ajang ketangkasan di panggung jalanan yang digelar gabungan ormas dan geng. Di sana, ia diakui dan dikenal banyak orang. Ia menemukan rasa percaya diri dan kebanggaan, sesuatu yang barangkali belum cukup ia rasakan di rumah. Saya belajar memahami bahwa di balik semua itu, ada kebutuhan yang sangat manusiawi: kebutuhan untuk dihormati dan merasa berarti.
Menemukan Celah Self Esteem
Ketika ia ingin bekerja untuk mendapatkan pengakuan yang lebih baik, saya memilih untuk mendukungnya. Saya ikut membantu melamar pekerjaan, bahkan mengantarnya. Alhamdulillah, ia diterima dan mulai berkembang di tempat kerjanya. Ia dipercaya oleh majikannya dan menunjukkan tanggung jawab yang besar.
Suatu hari, saya menemukan lowongan kerja yang lebih baik dan menawarkannya. Ia diterima. Di momen itu saya sampaikan dengan lembut, "Ini adalah pemberian Allah. Sebagai tanda syukurmu pada-Nya, ayo mulai mengaji lagi, dan perlahan lepaskan pergaulan yang dulu."
Penerimaan Tanpa Syarat (unconditional positive regard)
Dalam proses ini, saya mencoba menerapkan prinsip Carl Rogers tentang penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard). Saya tidak mengkritik perilakunya, tidak menghakimi pilihannya. Saya hanya berusaha menerima dirinya apa adanya, dengan keyakinan bahwa rasa aman dan kasih tanpa syarat adalah tanah subur bagi perubahan sejati.
Benar saja. Ketika ia merasa diterima, topengnya mulai runtuh. Ia berbicara jujur, terbuka, dan apa adanya. Ia tidak lagi perlu berpura-pura kuat. Ia menjadi pribadi yang genuin, sebagaimana disebut Rogers---manusia yang otentik, selaras antara perasaan dan tindakannya.
Memilih dan Memutuskan
Suatu hari, ia berkata lirih, "Saya ingin menyenangkan Ibu. Saya ingin berubah." Kalimat itu sederhana, tetapi bagi saya, itu tanda bahwa hatinya telah pulang.
Kini, ia kembali aktif di pengajian. Dalam perjalanan pulang, ia pernah berucap pelan, "Banyak orang sebenarnya ingin kembali ke akarnya, tapi mereka takut ditolak karena dosanya."
Saya tertegun. Betapa banyak jiwa yang ingin pulang, tapi merasa pintu rumah telah tertutup oleh penilaian dan amarah. Padahal, sebagaimana diajarkan oleh Maslow dan Rogers, penerimaan dan kasih adalah dasar dari pertumbuhan, dan rasa aman adalah jembatan untuk kembali kepada fitrah.
Makna Peristiwa
Kadang, jalan pulang tidak dimulai dari nasihat, tapi dari pelukan. Tidak dari kritik, tapi dari penerimaan. Karena di balik setiap jiwa yang tersesat, selalu ada cahaya kecil yang rindu menemukan rumahnya kembali.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI