Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Operasi Damai Kartenz dan Dampaknya di Papua

19 Agustus 2025   17:00 Diperbarui: 19 Agustus 2025   17:00 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Yanius Tipagau

Melihat realitas kekerasan militer Indonesia mengatasnamakan "operasi damai kartenz". Yang disebut dengan operasi damai hanya label atau sekilas wacana agar dipandang masyarakat Papua dan dunia sebagai tugas yang menghadirkan kedamaian dan keamanan di Papua. Melihat faktanya justru sebaliknya. Operasi damai kartenz sebelum disebut dengan Operasi Trikora pada tahun 1961-1962 yang dibentuk sejak orde presiden Soekarno. Berjalannya waktu operasi-operasi tersebut terus diubah hingga orde Prabowo yang disebut dengan operasi damai kartenz.

Pertama, dalam tulisan ini penulis menyajikan tujuan kehadiran operasi Trikora 1961-1962 hingga saat ini disebut dengan Operasi Damai Kartenz. Kedua, peristiwa dan dampak apa yang terjadi melalui operasi tersebut dari tahun ketahun? Ketiga, histori Operasi-operasi militer di Papua Dan keempat, alasan dari topik tersebut. Semoga tulisan mengubah hati para pembaca untuk melihat dan memahami akar kekerasan aparat keamanan Republik Indonesia di tanah Papua melalui berbagai operasi militer.

Apa Tujuan?

Tujuan dari beraneka operasi militer di Papua terdiri atas dua intensi yakni melawan TPN-PB yang negara menyebutnya dengan KKB (kelompok kriminal bersenjata) dan menumpas seluruh perjuangan OPM (organisasi Papua merdeka). Namun kedua tujuan tersebut intensi sesungguhnya untuk merampas kekayaan serta mengeksploitasi SDA (sumber daya alam) Papua. Akhirnya bermulai dari 1961-2025 tidak memandang orang Papua (rakyat) sebagai manusia namun dengan kekuatan militer mengintimidasi orang Papua, merampas hak-hak orang Papua, merendahkan martabat orang Papua dengan berbagai stigma, pembunuhan massal secara fisik melalui gencatan senjata, menjatuhkan bom-bom drone, pengungsian massal dan dengan berbagai kekerasan lainnya. Dari berbagai kekerasan tersebut dapat melanggar hukum internasional yang tak pernah selesaikan hingga saat ini.

Peristiwa Apa yang terjadi?

Melalui berbagai operasi militer Indonesia di Papua tidak bisa dapat diatasi. Bukan berarti tidak bisa menemukan titik solusi namun negara Indonesia sungguh-sungguh bisu dan tuli terhadap orang Papua yang korban akibat berbagai macam kekerasan. Kejahatan militer Indonesia yang dapat mengakibatkan krisis genosida, etnosida dan ekosida. Negara tidak pernah menangkapi dan merespon solusi yang ditawarkan oleh berbagai elemen dan lembaga di Papua.

Kekerasan militer Indonesia bersenjata yang terjadi sejak 1961-2025 di seluruh tanah Papua dengan berbagai operasi mengakibatkan jutaan jiwa orang Papua korban. Sesungguhnya membuktikan bahwa orang Papua bukan bagian dari negara Indonesia.

Yang menjadi bahan lelucon dan pertanyaan ialah ketika pemerintah atau wakil rakyat Papua meminta pemerintah pusat (presiden dan menteri) untuk penarikan militer Indonesia tidak pernah mengindahkan. Ketika pemerintah memohon TNI-POLRI untuk menghentikan kekerasan juga tidak pernah mengacuhkan. Mereka konsisten dengan berbagai alasan seperti menjalankan visi negara dan lain-lain. Pertanyaannya jika demikian maka apakah visi negara Indonesia untuk membunuh? Mencuri sumber daya alam? Memenjarakan orang yang tidak bersalah? Memerkosa?

Histori Operasi Militer Di Papua

Dibagian ini penulis menyajikan sejumlah Operasi Militer yang bermulai dari 1961-2025 di tanah Papua. (https://nirmeke.com/2023/07/22/daftar-beberapa-operasi-militer-yang-terjadi-di-papua-dari-tahun-1961-hingga-2023/) Pertama, Operasi Trikora (1961-1962) Operasi militer yang dilancarkan oleh Presiden Soekarno untuk merebut Papua Barat dari Belanda. Operasi ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah Papua Barat dan memaksa Belanda menyerahkan wilayah tersebut ke Indonesia melalui Perjanjian New York pada 1962 Berdasarkan sumber (https://arsip.jubi.id/operasi-militer-di-west-pa) Kedua, disebut Operasi Sadar, dimulai tahun 1965 dan berakhir setelah dua tahun; Ketiga, Operasi Barathayuda, dimulai tahun 1967. Melalui operasi ini dikabarkan 3.500 orang Papua meninggal; Keempat, Operasi Wibawa (Operasi Otoritas), tahun 1969. Elieser Bonay, gubernur pertama Provinsi Papua, menyebutkan sekitar 30.000 masyarakat Papua mengalami pembunuhan oleh militer Indonesia antara tahun 1963 dan 1969. Frank Galbraith, Duta Besar Amerika Serikat untuk Jakarta saat itu, melaporkan kepada Washington (1969), bahwa operasi militer Indonesia telah mengorbankan ribuan orang asli Papua dan dikhawatirkan seperti dalam rumor yang beredar, ada "niat genosida";Kelima, operasi militer pada tahun 1977, sasaran utamanya di Jayawijaya. Dalam operasi itu sekitar 12. 397 masyarakat Papua dibunuh;Keenam, Operasi Sapu Bersih I dan II, diawali tahun 1981. Dalam operasi ini sedikitnya 1.000 orang di Kabupaten Jayapura dan 2.500 di Kabupaten Paniai telah terbunuh; Ketujuh, pada tahun 1982 militer Indonesia mulai meluncurkan Operasi Galang I dan II. Dalam operasi ini sedikitnya ribuan masyarakat Papua telah terbunuh; Kedelapan, disebut Operasi Militer Tumpas (Annihilation Operation). Yang dimulai tahun 1983 dan 1984; Kesembilan, Operasi Sapu Bersih. Dalam operasi tersebut pasukan militer telah membunuh sedikitnya 517 orang dan sekitar 200 rumah dibakar; Kesepuluh, sering disebut Operasi Mapenduma. Operasi ini dilakukan tahun 1996. Sedikitnya 35 orang ditembak mati, 14 perempuan diperkosa, 13 gereja dimusnahkan dan 166 rumah dibakar. Ketika itu 123 masyarakat sipil meninggal dunia karena sakit dan kelaparan di hutan.Pada tahun 1998 militer Indonesia ditarik kembali dari Papua. Status Daerah Operasi Militer (DOM) dicabut. Tetapi orang Papua yang pergi berburu di hutan masih dicap sebagai separatis; Kesebelas, operasi militer yang diselenggarakan pada tahun 2001 di Kabupaten Manokwari. Dalam operasi ini 4 orang terbunuh, 6 lainnya mengalami penyiksaan, 1 perempuan diperkosa, dan 5 orang tidak ditemukan; Keduabelas, operasi militer yang diluncurkan antara bulan April dan November 2003 di Wamena, Jayawijaya dan sekitarnya. Ditutup dengan lingkaran penjagaan di seluruh wilayah. Akses kelompok kerja gereja dan pekerja HAM ditolak selama operasi. Dalam operasi itu 9 orang terbunuh, 38 orang mengalami penyiksaan dan 15 lainnya ditahan secara sewenang-wenang. Ribuan masyarakat dari 25 kampung mengalami pengungsian, disertai kematian sekitar 42 orang yang mengungsi. Aparat militer juga membakar rumah, gedung gereja, sekolah dan pos kesehatan seluruh kampung itu; Ketigabelas, operasi militer yang diselenggarakan di Kabupaten Puncak Jaya pada tahun 2004. Sedikitnya 6.000 orang Papua dari 27 kampung sekitarnya mengungsi di hutan, sekitar 35 orang (termasuk 13 lainnya anak-anak) meninggal di kamp dimana mereka mengungsi. Seluruh wilayah itu dikuasai pasukan militer dan melarang serta membatasi kelompok kerja kemanusiaan. Keempatbelas, Operasi Nemangkawi dibentuk pada Januari 2008 dan berakhir pada Desember 2021. Operasi ini kemudian digantikan dengan Operasi Damai Cartenz yang mulai beroperasi pada awal Januari 2022. Operasi Damai kartenz artenz, jutaan warga ditempak mati, jutaan warga mengungsi, aset warga dibakar, pemboman warga dan singkatnya kekerasan masih berlanjut. Seperti Intan Jaya, Puncak Jaya, Pengunungan Bintang, Yahukimo, Maybrat dan Dogiyai. Ribuan pelanggaran memupuk namun Indonesia sibuk dengan negara lain seperti Palestina dan Gaza. Negara Indonesia buta melihat diri.

Apa yang perlu dilakukan negara Indonesia atas kekerasan di Papua?

Berdasarkan realitas kekerasan militer sebagimana disoroti dan dibahas diatas mengsarankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, keutuhan manusia dan keutuhan alam ciptaan. Dalam video singkat 16 Agustus 2025 menyongsong HUT 17 Agustus Indonesia, para petinggi negara Indonesia menegaskan pentingnya menerapkan dan memasifkan nilai-nilai Pancasila dan keutuhan sumber daya alam. Juga menyerukan perdamaian dan kemerdekaan Palestina dan Gaza. Setuju dengan sikap negara tersebut. Namun menjadi pertanyaan; apakah pelanggaran HAM (hak asasi manusia), pembunuhan, pengunaan bom-bom drone yang dijatuhkan ditempat-tempat konflik, pengungsian massal dan berbagai kekerasan di Indonesia sudah diselesaikan? Apakah keutuhan alam ciptaan ditegaskan lagi? Atau hanya agar negara lain menilai sebagai negara yang adil, aman, damai dan keutuhan ciptaan tetap terjaga. Padahal realitas justru eksistensi negara memperalatkan militer untuk membunuh, mengintimidasi dan merusak alam Indonesia secara khusus di Papua.

Terbukti bahwa eksistensi operasi-operasi militer di Papua dari tahun yang silam hingga saat ini amat kejam dan tidak manusiawi yang mengakibatkan genosida, etnosida dan ekosida.

Jadi, sebenarnya kepala negara Indonesia membuka diri terhadap pemerintah Papua bukan saja untuk menguasai dan menamakan modal-modal investasi di Papua melainkan mengatasi kekerasan militer Indonesia dengan cara penarikan kembali militer non organik dan menghentikan operasi-operasi militer yang dibangun dari awal hingga saat ini disebut dengan operasi damai kartenz. Karena visi negara bukan untuk membunuh dan merampas hak-hak masyarakat. Terakhir sebagai negara demokrasi semestinya membuka ruang dan membuka diri. Alasannya karena demokrasi Indonesia bukan hanya ilusi, namun kenyataannya demikian.

Sumber:

(https://nirmeke.com/2023/07/22/daftar-beberapa-operasi-militer-yang-terjadi-di-papua-dari-tahun-1961-hingga-2023/)

(https://arsip.jubi.id/operasi-militer-di-west-papua/)

)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, Abepura-Papua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun