Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Cinta Orang Tua Berbuah Prestasi (Rekaman Kick Andy Show)

2 September 2010   08:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_247197" align="aligncenter" width="500" caption="sumber : ksupointer.com"][/caption] Hadir dalam acara Kick Andy lagi-lagi memberikan keberkahan tersendiri buat saya. Acara yang selalu mengangkat tema-tema inspiratif ini memang sayang untuk dilewatkan. Bersama beberapa teman serta kompasianer Suri Nathalia saya menikmati tema yang diangkat yaitu tentang dorongan dan dukungan orang tua pada anaknya, hingga anaknya mempunyai prestasi luar biasa yang membanggakan buat keluarga dan bangsanya. Berikut intisari dari kisah-kisah yang saya dapat semalam dari narasumber yang olahragawan semua. 1. Doni Tata Pradita ( Pembalap ) Pemuda berusia 19 tahun ini merupakan satu-satunya pembalap Indonesia yang pernah turun dalam MotoGP kelas 250 CC di tahun 2008. Mengenal dunia otomotif dari kedua orang tuanya yang sama-sama pembalap. Sang orang tua, Kiswadi dan Haryani, selalu membawa Doni melihat aksi mereka di sirkuit. Doni mengikuti even pertamanya di usia 9 tahun bermodalkan motor hasil jerih payah orang tuanya dan memakai baju balap ibunya, maklum ketika itu baju balap untuk anak kecil belum diproduksi. Selanjutnya dunia Doni tak bisa dipisahkan dari otomotif. Rentetan prestasi diraihnya. Mulai dari even lokal hingga even dunia seperti all Japan Championship 2007. Bapak Kiswadi dan ibu Haryani mendukung prestasi Doni dengan penuh pengorbanan. Dulu ketika Doni belum mendapatkan sponsor untuk mengikuti kejuaraan, ayah dan ibunya memodifikasi motor pribadi untuk dipakai Doni membalap. Kata pak Kiswadi, "Motor itu dipakai buat saya, ibunya dan Doni berangkat ke arena balap. Sampai di sana motor di preteli spare partnya dan diganti dengan spare part untuk balap dengan berbagai modifikasi. Lalu setelah selesai dipakai balapan, motornya diganti lagi spare partnya untuk dipakai pulang." Doni menyebut keluarganya sebagai Family team. Karena ayahnya yang menjadi mekanik untuk motor balap Doni, dan ibunya menjadi manajer buat Doni. Jerih payah orangtuanya itu terbayar dengan segenap prestasi yang telah di raih Doni. Meski jalan kesuksesan yang lebih besar masih panjang, namun dengan dukungan orang tuanya, Doni optimis bisa mencapai semua yang diimpikan. 2. Victoria Chandra Tjiong ( Pegolf ) Usianya baru 13 tahun tapi sudah menduduki peringkat 7 Pegolf Junior Dunia dalam kelompok umurnya. Mengenal golf karena sering melihat ayahnya, bapak Rudi, main golf. Mengikuti even pertamanya dalam usia 9 tahun. Saat itu dia tidak mendapat hasil yang menggembirakan. Namun itulah titik balik seorang Vicky, panggilan akrabnya. Sejak itu di bantu oleh orang tuanya dia berlatih keras. Hasilnya dia menyabet gelar Overal Best Nett dalam kejuaraan Ladies Open 2008. Selanjutnya meraih gelar Best Nett II dalam Filipina Ladies Open tahun 2009. Meski punya prestasi cukup cemerlang dalam golf di usia muda, ibu Rita dan bapak Rudi, orangtuanya, tetap menekankan sekolah sebagai yang utama. Karena katanya, talent yang tak dibarengi dengan knowledge jadinya akan sia sia. Tak hanya di support oleh orang tuanya, Vicky juga di support oleh pengprov PGI Bali, tempatnya bernaung kini. Dengan dukungan ini keinginan Vicky untuk menjadi pegolf profesional seperti idolanya, Tiger Woods dan Lorena Ochoa, nampaknya akan tercapai. 3. Krisna Bayu ( Pejudo ) Krisna mengenal Judo dari ayahnya, Amin Pambudi yang pelatih Judo. Krisna merupakan salah satu dari 5 anak pak Amin yang mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi pejudo. Krisna kecil mulai mendapat latihan judo dari ayahnya ketika berumur 9 tahun. Karena dulu tak punya matras, ibunya membuat matras dari karung yang di isi dengan sekam ( batang padi ). Usia 13 tahun, Krisna diketahui mengidap epilepsi. Tapi ini tak menggoyahkan niatnya untuk terus meraih prestasi dalam olahraga Judo. Kata Krisna, "Jangan jadikan kekuranganmu sebagai penghambat. Justru jadikan itu sebagai pendorong semangat. Tetap fokus pada tujuan." Latihan keras yang di dapat dari ayahnya membuahkan hasil dengan menjadi juara dalam banyak kompetisi. Puncaknya adalah memperoleh medali emas dalam SEA Games di Laos tahun 2008. Padahal ketika itu Krisna sedang cedera betis, jalanpun terpincang pincang. Tapi fokusnya satu, membawa harum nama bangsa. Kata Krisna, "Apa sih yang bisa diberikan seorang atlet pada bangsanya ? Kibarkan bendera dan buat lagu kebangsaan berkumandang di negara itu. Bendera dan lagu kebangsaan hanya berkumandang saat presiden datang ke neraga itu, atau pada saat ada acara kenegaraan, dan ada atlet yang menang dalam pertandingan Internasional." Fokus krisna selanjutnya adalah SEA Games 2011. Dan ayahnya telah mempersiapkan Krisna dengan cara mencari lawan latih tanding yang seimbang. Ada yang mau menjadi lawan latih tanding Krisna bayu ? 4. Irene Kharisma Sukandar ( Pemain catur ) Lahir dari orangtua yang suka olahraga. Bapak Singgih, ayahnya, adalah pemain tenis meja amatir. Karena itulah tenis meja merupakan olahraga pertama yang diajarjan kepada Irene. Irene hanya beberapa bulan mendalami tenis meja. Kemudian dia berganti ganti jenis olahraga sampai akhirnya ayahnya mengajarinya catur. Di olahraga inilah Irene berprestasi akhirnya. Diantaranya meraih gelar The Best Woman Player pada Malaysia Open 2008. Juara 1 dalam Brunei Invitational IM Tournament 1 dan juara 2 dalam Brunei Invitational Tournament 2 tahun 2010.  Di Indonesia sendiri Irene adalah pemegang rekor Muri tahun 2009 sebagai Grand Master Wanita Pertama. Bapak Singgih melatih Irene dengan disiplin tinggi. Contohnya, bila dalam latihan ada kesalahan yang dilakukan maka Irene harus lari mengelilingi Gelora Bung Karno tempatnya berlatih. Tapi kesiapan mental yang telah ditanamkan sejak dini oleh orang tuanya membuat Irene menjalani latihan dengan semangat tinggi. Bukan hanya dalam fisik dan mental saja orangtuanya mendukung Irene, namun juga dalam bentuk materi. Ayahnya merelakan 2 rumahnya dijual untuk membiayai Irene agar berprestasi di dunia catur. Irene mempunyai cita-cita untuk meraih gelar Grand Master dan menjadi juara dunia. 5. Frans Kurniawan dan Fernando Kurniawan ( Pebulutangkis ) Dari dunia bulutangkis ada kakak adik Frans dan Edo yang jugacukup berprestasi. Ibunya yang telah bercerai dari suaminya membawa 2 kakak beradik ini hijrah dari Palembang ke Jakarta. Sendirian ibu Halimah menafkahi kedua anaknya. Ibu Halimah membuka usaha empek-empek untuk mencukupi segala kebutuhan anaknya. Frans dan Edo mengenal bulutangkis ketika melihat permainan Haryanto Arbi dalam kejuaraan di televisi. Sejak itulah kedua kakak adik ini ingin terjun mengikuti Haryanto Arbi. Namun karena berasal dari keluarga yang buta sama sekali dengan bulutangkis, membuat mereka berlatih apa adanya awalnya. Namun akhirnya mereka bisa masuk dalam satu klub bulutangkis, dimana klub itu memberi jalan pada mereka untuk meraih beasiswa dari klub Djarum. Kegiatan Frans di bulutangkis membuat sekolahnya berantakan. Dan membuat ibunya dengan berat hati meluluskan keinginan Frans untuk berhenti sekolah dan lebih fokus pada bulutangkis. Hasilnya, saat ini Frans dan Pia ( pasangannya dalam ganda campuran ) menempati peringkat 18 Dunia. Sementara Edo meraih gelar juara III dalam New Zealand Open Grand Prix 2009 dan Juara III Chandra Wijaya Men's Doubles Championsip 2009. Frans dan Edo bertekad untuk berprestasi dalam dunia yang dipilihnya, selain untuk mengharumkan nama bangsa, adalah juga untuk mengangkat derajat keluarganya. "Hidup dengan orang tua yang single parent membuat pandangan orang pada kami selalu negatif," kata Frans. "Kami ingin membuat orang melihat bahwa anak-anak hasil didikan single parent juga bisa berhasil jadi orang," lanjutnya lagi. Walaupun telah berhasil mendidik anaknya hingga memperoleh prestasi seperti sekarang, ibu Halimah tetap berjualan empek-empek olahannya. Dan ibu yang baik hati ini memberikan 5 kantong plastik empek-empek olahannya untuk hadiah doorprize. Jangan iri pada saya ya... karena saya nggak termasuk yang menang doorprize. 6. Febby Angguni ( Pebulutangkis ) Awalnya tertarik dengan bulutangkis karena sering melihat ibunya bermain bulutangkis. Ketertarikan ini didukung pula oleh ayahnya yang hobi tinju. Kelas 4 SD ayahnya merencanakan memasukannya dalam asrama pelatihan agar lebih fokus berlatih bulutangkis. Tapi ditolak dengan alasan Febby masih terlalu kecil. Namun akhirnya bisa masuk asrama dalam usia 12 tahun. Beberapa prestasinya adalah Juara 1 Sirkuit Nasional Jabar 2010, Juara 1 Sirkuit Nasional Jakarta 2010, Juara III Badminton Asia Youth Malaysia 2009, Juara I Auckland International 2009 dan Juara I Malaysia International Challenge 2008. Ketika kecil ayahnya melatih Febby dengan keras. Push up dan lari keliling lapangan merupakan makananya sehari hari. "Kalau Febby nggak bisa berprestasi di bulutangkis, dia akan saya jadikan atlit tinju saja ," begitu kata ayahnya. Ibunya pun tak kurang memberikan dukungan. Di satu kejuaraan ibunya yang sedang hamil 9 bulan memaksakan diri untuk menonton Febby bertanding. Dan ibunya melahirkan di detik-detik menjelang Febby berjuang dalam final. Akhirnya kelahiran adiknya memotivasi Febby untuk memenangkan pertandingan. "Ini kado buat adik saya," begitu kata Febby. Febby bercita cita menjadi atlet profesional dan ingin mempunyai klub sendiri nantinya. Namun bila itu tak tercapai Febby memilih menjadi penyanyi dangdut saja. Dan itu dibuktikan dengan memberikan hiburan kepada audience Kick Andy berupa goyangan dangdut di iringi lagu "Keong Racun". Goyangan ini membuat studio heboh luar biasa dan Andy Noya jadi salting karenanya... hahahaha. Dari keseluruhan kisah ini, saya mengambil kesimpulan bahwa orang tua tak harus berprestasi dulu agar anaknya bisa mempunyai prestasi juga. Orang tua biasa juga bisa membuat anaknya jadi luar biasa. Yang paling penting adalah bagaimana orang tua mendukung dan tak henti mengalirkan cinta pada anaknya agar bisa mencapai semua impiannya. Saya teringat dengan sebuah note dari Mario Teguh, "Bila keberhasilan itu tidak terjadi di jaman kita, mungkinkan itu terjadi di jaman anak-anak kita." Malam itu saya tinggalkan studio Metro TV dengan ilmu luar biasa dan 2 buku gratis ( Oscar Pistorius, atlet lari yang tak punya kaki dan Panggil Aku King ) serta rasa pusing karena berhasil foto berdua dengan Doni Tata Pradita ( kenapa pusing ? ah... mau tau saja.... hahahaha ). Note : Episode ini akan ditayangkan setelah Lebaran

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun