Mohon tunggu...
Yavis Nuruzzaman
Yavis Nuruzzaman Mohon Tunggu... Writer

Exploring the intricate tapestry of our world, one article at a time. Driven by curiosity and a desire to foster informed discussions. Join me in dissecting current affairs, sharing insights, and uncovering new perspectives.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dengung Harapan di Perbatasan Ladang: Meredam Konflik Manusia-Gajah dengan Suara Lebah

2 Oktober 2025   17:51 Diperbarui: 3 Oktober 2025   01:23 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah konflik satwa liar yang seringkali tragis, sebuah solusi inovatif dan elegan muncul dari sumber tak terduga: dengungan seekor lebah

Di tengah lanskap konflik satwa liar yang seringkali berakhir tragis, sebuah solusi inovatif dan elegan muncul dari sumber yang tak terduga: dengungan seekor lebah. Di berbagai belahan dunia, dari Afrika hingga Asia, para ilmuwan dan komunitas lokal kini beralih ke suara lebah sebagai 'pagar tak terlihat' untuk melindungi ladang dari gajah, menawarkan harapan baru untuk koeksistensi damai.

Konsep yang dikenal sebagai pagar akustik cerdas ini adalah evolusi teknologi dari sebuah penemuan biologis yang menakjubkan.

Akar Masalah: Ketika Jalur Kuno Bertemu Ladang Baru

Konflik antara manusia dan gajah, terutama di Sumatra (Aceh, Riau, Lampung), bukanlah cerita tentang gajah yang "jahat" atau petani yang "rakus". Ini adalah tragedi ekologis yang lahir dari penyempitan habitat. Gajah, sebagai makhluk dengan ingatan spasial yang kuat, terus menyusuri jalur migrasi kuno yang telah mereka lalui selama berabad-abad. Masalahnya, jalur-jalur itu kini telah berubah menjadi perkebunan, ladang, dan pemukiman manusia.

Akibatnya, kerugian timbul di kedua belah pihak. Petani kehilangan sumber penghidupan dalam semalam, sementara gajah seringkali menjadi korban perburuan atau racun sebagai aksi balasan. Solusi tradisional seperti parit raksasa atau pagar listrik terbukti mahal, sulit dirawat, dan terkadang mematikan bagi satwa.

Penemuan Kunci: Ketakutan Terbesar Sang Raksasa

Penelitian yang dipelopori oleh Dr. Lucy King dari Universitas Oxford dan organisasi Save the Elephants mengubah segalanya. Melalui proyek risetnya yang terkenal, "The Elephants and Bees Project", ia membuktikan secara ilmiah apa yang telah menjadi pengetahuan informal di beberapa komunitas Afrika: gajah sangat takut pada lebah madu.

Mengapa? Ternyata, gajah memiliki kulit tebal yang sulit ditembus sengatan lebah, kecuali di area-area sensitif seperti di dalam belalai, di sekitar mata, dan di belakang telinga. Kawanan lebah yang agresif dapat menyerang titik-titik rentan ini, menyebabkan rasa sakit luar biasa. Anak gajah, dengan kulit yang lebih tipis, bahkan lebih berisiko. Memori akan serangan menyakitkan ini membuat gajah secara naluriah menghindari area di mana mereka bisa mendengar atau mendeteksi keberadaan koloni lebah.

Evolusi Solusi: Dari Sarang Lebah Nyata ke Suara Digital

Penemuan ini pertama kali diaplikasikan dalam bentuk pagar sarang lebah (beehive fences). Petani menggantungkan sarang-sarang lebah di sepanjang perbatasan ladang mereka, dihubungkan oleh seutas kawat. Ketika gajah mencoba menerobos dan menyentuh kawat, sarang akan bergoyang, memicu keluarnya lebah yang marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun