Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 34

22 Mei 2021   09:37 Diperbarui: 22 Mei 2021   16:52 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bagus Pandhita menghela napas panjang. Hal itu hanya berarti satu hal. Ucapan Utari tidak dipungkiri pria itu. Selain mantan kekasih Bagus Pandhita yang terkenal seantoro jagad Indonesia, ternyata masih ada nama Windri. Bahkan mungkin wanita lain juga.

"Mas tidak ingin mengandaikan apapun. Toh, sekarang Mas sudah memiliki kamu. Jadi, kamu hanya harus percaya jika Mas tidak akan pernah menduakanmu."

Mungkin rasa cemburunya memang terlalu berlebihan. Tapi Utari hanya wanita biasa. Jadwal kegiatan harian yang padat, intensitas pertemuan yang tidak teratur, ditambah pria itu justru bisa pergi dengan wanita lain. Hati siapa yang tidak akan curiga?

"Aku akan mencoba mempercayai apapun perkataan Mas Bagus. Tapi tolong, jaga hati Riri. Karena hati ini sangat rapuh. Riri tidak ingin jatuh berkeping-keping."

Utari menyurukkan kepala ke dalam pelukan sang suami. Dia tidak akan pernah rela, dada bidang itu menjadi sandaran kepala wanita lain. Bagus Pandhita hanya miliknya. Maka mulai sekarang, dia akan bertekad mempertahankan pria itu. Dia akan melakukan, bagaimanapun caranya.

"Mas tidak mau berjanji, jika Mas tidak bisa menepati. Tapi, Mas hanya bisa berkata, jika Mas akan melakukan yang terbaik untuk hubungan kita. Kita akan melalui semua, bersama-sama. Mas juga ingin, agar Riri lebih memahami sifat Mas dari sekarang."

"Jangan pergi, tidak bilang-bilang dulu sama Riri!" rajuk Utari sambil melepaskan diri. Namun Bagus Pandhita justru menahan tengkuknya, dan menempelkan bibir hangatnya di atas bibir Utari.

"Sejauh apapun Mas pergi, hanya kamu satu-satunya tempatku berlabuh." Bagus Pandhita kembali mengecup bibir Utari, hingga membuat wanita itu tersipu.

"Sarapan dulu, Mas!" seru Utari mencoba mengurai tangan sang suami. Namun bukannya menurut, Bagus justru mengangkat tubuh Utari ke dalam pelukan, "Mas Bagus! Nanti Mas telat ngantor!"

"Siapa suruh membiarkan Mas, tidur sendirian di sofa?" Bagus menyeringai nakal, ketika Utari menjerit-jerit minta diturunkan.

"Turunin, Mas! Nggak enak kalo diliat sama Bibi!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun