Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 9

8 April 2021   05:42 Diperbarui: 8 April 2021   05:43 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mayang memperhatikan sahabatnya dengan seksama, seakan di wajah Utari ada tahi lalat sebesar gajah, "Ini aneh. Tidak biasanya Pak Bagus bersikap manja seperti itu."

"Honorer baru sepertiku memangnya siapa yang tidak usil untuk mengganggu?" Utari menahan rasa kesal di hatinya.

"Iya, juga. Termasuk foto panen raya dengan beliau? Itu kesempatan langka Ri, dan aku tidak keberatan jika Ibu Bupatinya itu kamu."

"Ngayal terus!"

Tanpa dapat dicegah, sepasang mata bening Utari singgah di meja Bagus. Dia tidak mengira, jika posisi duduk pria itu menghadap langsung kepadanya. Seperti ada benang yang menghubungkan mereka, pria itu juga terlihat tengah menatap kepadanya. Bagus memang terlihat sibuk berbincang dengan Kepala desa dan lainnya, namun beberapa kali matanya mengawasi Utari.

Bagus Pandhita tersenyum bukan karena kelakar yang terlontar di sekitarnya, tetapi lebih pada rasa gemas melihat ekspresi wajah Utari yang berubah-ubah. Terkadang wajah jelita itu terlihat cemberut, hingga bibir tipisnya mengerucut lucu. Terkadang juga wajah Utari terlihat sangat senang, hingga senyum lebar yang menampilkan deretan gigi putihnya yang rata tercetak demikian mempesona.

Bagus menyukai gadis itu yang apa adanya. Termasuk sifat pembangkangnya yang tidak mau memakai cincin pemberian darinya. Meski pertamanya Bagus tidak berminat mendekati Utari, namun dia harus mengikat gadis itu. Utari yang tersesat di taman miliknya, bukan gadis lain.

Setelah suasana makan siang yang akrab, akhirnya rombongan Bagus Pandhita kembali ke kota. Pria itu masih melihat, ketika beberapa pemuda aktifis desa meminta berfoto dengan Utari. Gadis itu melayaninya dengan sopan, hingga membuat darah Bagus Pandhita seperti mendidih.

Andai dapat dilakukan, dia ingin sekali menyeret tangan gadis itu dan memasukkan ke dalam mobilnya sendiri. Melihat Utari dapat begitu akrab dengan orang lain, membuat hatinya sedikit iri. Hingga keinginan untuk memiliki gadis itu, semakin besar saja.

"Kamu tidak lupa acara nanti malam, kan?" tegur Rika begitu Utari menginjakkan area dapur. Dia baru saja tiba di rumah, bahkan belum sempat berganti pakaian.

"Acara apa, Ma?" Utari mengambil sebotol air dingin dari dalam lemari pendingin. Dia kemudian mengambil sebuah gelas, dan duduk di meja makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun