Mohon tunggu...
Yas Arman Prayatna
Yas Arman Prayatna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ilmu untuk Hidup dan Hidup Untuk Ilmu

Baca apa yang harus dibaca, Berfikir apa yang semestinya difikir, dan kerjakan apa yang Harus untuk di Kerjakan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada Masa Covid di NTB, Amankah?

5 November 2020   07:23 Diperbarui: 5 November 2020   07:27 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di  awal tahun 2020 lalu, dunia digemparkan dengan meunculnya sebuah virus baru yakni Corona Virus Disease (SARS-Cov-2) atau lebih populer disebut dengan COVID 19. Virus ini pertama kali diklaim di temukan pada akhir tahun 2019 di Wuhan China, kemudian menyeba keseluruh dunia. 

Pada akhir bulan Agustus tercatat hampir 215 Negara telah mengkonfirmasi keberadaan kasus Covid 19 di negara masing-masing. Update yang dilakukan oleh situs World Health Organization (WHO) per bulan oktober ini infeksi kasus virus corona di seluruh dunia tembus ke angka 44,8 juta dan lebih dari 1,1 juta orang meninggal dunia.

Dalam kurun waktu beberapa bulan saja lonjakan virus ini menyebar keseluruh dunia. Negara-negara yang paling parah terkena dampak antara lain Amerika, India dan Berazil, lalu beberapa negara di bagian Eropa, termasuk negara-negara bagian asia seperti Indonesia. 

Data pe bulan oktober  2020, dari 219 negara yang mengkonfirmasi keberadaan Covid 19 , Indonesia berada pada posisi 23 dengan kasus positif 406.945 orang dan 13.782 meninggal dunia.

Dari 34 Provinsi di Indonesia, Nusa Tenggara Barat tidak luput dari serangan virus mematikan ini. Tercatat per oktober ini jumlah kasus di NTB sudah masuk angka 3.966 orang dengan total meninggal dunia sebanyak 221 orang. 

Berbagai macam cara dilakukan oleh pemerintah NTB untuk menanggulangi penyebaran virus Corona ini, salah satunya diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran Penyakit Menular di Provinsi NTB. Perda ini merupakan perda pertama di Indonesia daalam hal penegakkan aturan protokoler covid 19.


Keberadaan perda di NTB ini tentu bertujuan hanya untuk satu, yakni melindungi segenap masyarakat dari penularan virus corona. Namun sangat di sayangkan, keseriusan pemerintah disetiap daerah dalam menangani Covid 19, tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, salah satunya adalah pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 tetap di laksanakan, meski dalam suasana Covid. 

Aneh memang, di saat seluruh sektor sedang berjibaku dalam mengantisipasi dan melakukan pemulihan setelah diberlakukannya New Normal, pemerintah pusat malah memunculkan kebijakan yang bisa membuat penularan virus ini bisa lebih besar lagi.

Perhelatan pilkada harus benar-benar difikirkan aspek keselamatannya, mengingat proses penularan covid sangat cepat, untuk itu pilkada dengan standar protokoler kesehaatan hampir mustahil untuk di lakukan. 

Bagaimana tidak, melakukan kampanye, baik pertemuan terbatas maupun kampanye besar mustahil untuk dilakukan dengan protokoler kesehatan, pengumpulan masa tentu tidak akan terhindarkan, lantas siapa yang akan bertanggung jawab?. Keseriusan pemerintah dalam menangani virus corona tentu dipertanyakan, amankah pilkada di masa covid?

Provinsi Nusa Tenggara Barat akan mengikuti pilkada serentak tahun 2020 sebanyak 7 kabupaten/kota di antaranya Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima. 

Tahapan pilkada sudah dilakukan mulai pada akhir bulan Juli lalu, sampai pada tahapan kampanye bulan Oktober dan November, lalu kemudian akan pemungutan suara pada tanggal 09 Desember 2020 mendatang. 

Para calon kada sudah mulai bergerilya mencari dukungan masyarakat masing-masing, dimulai dengan pemasangan sepanduk, alat peraga kampanye, bahan kampanye dan lain sebagainya.

Sampai tak jarang para calon kada melakukan pertemuan-pertemuan tatap muka bersama masyarakat pendukung dan simpatisannya secara langsung. Dengan dalih tetap memberlakukan protokoler kesehatan covid 19.

Namun, secara standar kesehatan  pemberlakuan protokoler kesehatan yang dilakukan cakada hanya sebatas formalitas semata, jika melihat antusias masyarakat yang mengikuti setiap kampanye. 

Standar ventilator kesehatan misalnya seperti penggunaan masker, cuci tangan menggunakan sabun seakan sering di anggap sepele oleh para timses semua cakada. Kami takut, selesainya pilkada ini malah akan menambah catatan kasus virus corona di Indonesia. 

Kita tentu harus belajar dari negara-negara terparah seperti Amerika, India dan Brasil, yang kasus Covidnya tinggi hanya karena satu kata "lalai". Kita di Indonesia todak boleh lalai sedikitpun dan tidak menganggap remeh sedikitpun covid 19 ini, karena penyesalan hanya datang di akhir cerita bukan di awal.

Pemerintah harus menjamin secara total keselamatan masyarakat pada Pilkada 2020 mendatang ini. Semua tahapan pemungutan suara harus benar-benar steril dan aman untuk masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya. 

Tahapan pemungutan suara harus benar-benar sesuai dengan protokoler kesehatan covid, mulai dari fisikal distancing, sosial distancing harus benar-benar di desain se minimal mungkin. 

Jika di perlukan, standar yang di berlakukan harus standar kesehatan, tentunya dengan melibatkan Gugus Tugas Covid saampai pihak tenaga Medis. Pengecekan berkala petugas penyelenggara pemilu juga harus secara rutin, mengingat banyalnya tahapan. Apa lagi jika memungkinkan para pemegang hak suara juga harus melakukan rapid tes, guna memastikan ke seterilan semua tahapannya.

Melindungi keselaamatan warga negara (masyarakat) tentu harus menjadi perioritas utama yang harus dilakukan pemerintah dan penyelenggara. "Negara ini tidak akan pernah hancur karena tidak terlaksananya pilkada atau pemilu, namun negara ini akan hancur jika tidak ada warga negaranya". 

Kunci sebuah kedaulatan bangsa ada pada tangan rakyatnya, jika sudah rakyat tidak ada maka tunggulah kehancuran negara. Untuk itu sebagai warga negara penulis berpesan kepada seluruh elemen bahwa perhatikan dengan serius keselamatan warga negara pada pilkada 2020 ini.

Aman tidaknya pilkada 2020 ada pada tangan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Pertanyaan selanjutnya adalah serius tidaknya pemerintah mengantisipasi segala macam resiko yang dihadapi di depan nanti. 

Bukankah, mencegah lebih baik dari pada mengobati, begitu pepatah sederhanya, siapkan payung sebelum hujan begitu kira-kira logika berfikirnya. Maka segala macam resiko baik yang besar ataupun sekecil apapun harus di antisipasi sedini mungkin, dengan cara cepat, efisien dan akurat. 

Karena ini berhubungan soal kehidupan masyarakat , kehidupan warga negara daan tentunya keberlangsungan bangsa kedepan. Ingat, perjalanan bangsa ini baru 75 tahun, jangan karena kesalahan sedikit menjadikan bangsa ini terpuruk kembali, seperti sejarah-sejarah kelam masa lalu. Semoga tidak terjadi...!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun