Profesi mulia seorang guru adalah saat di mana kita berbagi ilmu kepada anak didik dengan penuh keikhlasan. Dengan semangat juang yang tinggi kita mencoba menularkan energi positif, membangun jiwa dan raga para penerus bangsa. Rasanya keringat yang bercucuran tak akan menjadi sebuah kesia-siaan jika berita sebuah prestasi dari para murid terukir. Hilang semua lelah. Lenyap semua susah. Bahagia. Ya, itu sebuah kata yang sudah cukup mewakili.
      Menciptakan insan-insan  berkualitas tentulah memerlukan sebuah proses yang panjang. Mengajar dan mendidik tidak serta merta tercipta secara instan. Seorang guru akan melalui fase bersusah payah yang tak dapat dihindari. Namun itulah sejatinya seorang guru, perjuangan kita menapaki jalan yang terjal adalah hal biasa. Pantang menyerah adalah ruh kita. Nikmati saja, Insya Allah usaha tak akan mengkhianati hasil.
      Dalam perjalanan menunaikan tugas, ada kala rasa jenuh menghinggapi. Pun begitu dengan seorang guru. Mengalami kejenuhan saat mengajar adalah hal yang dapat menghinggapi sebagian besar manusia yang bergelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini. Hal tersebut dapat dialami salah satunya akibat dari adanya anggapan bahwa mengajar adalah sebuah rutinitas yang terjadi terus menerus dalam waktu yang panjang. Di samping itu, kegiatan ini dilakukan tanpa variasi, tak ada perubahan dari masa ke masa. Rutinitas ini berubah menjadi beban, bukan kesadaran dan keihkhlasan diri. Kesadaran bahwa mengajar adalah kewajiban kita sebagai seorang guru dan hak murid mendapatkan ilmu. Keikhlasan untuk mentransfer ilmu dengan sebaik-baiknya metode yang dapat kita berikan.
Mengkreasikan berbagai metode pembelajaran sebenarnya akan dapat dilakukan andaikan kita sendiri ada keinginan untuk mempraktekkannya. Terlebih adanya berbagai media informasi yang dapat kita akses dan mengimplementasikannya sesuai kebutuhan. Internet, youtube, ataupun aplikasi lain sangat dekat dengan ujung jari kita. Informasi apa yang tidak tersedia pada benda pipih yang selalu kita bawa ke mana pun tersebut? Semua begitu mudah, semudah mata berkedip. Pilihan? Tentu ada di tangan kita sendiri.
      Pair Cards (Kartu Berpasangan) adalah salah satu solusi atasi jenuh saat pembelajaran. Metode yang satu ini akan membuat siswa berpikir dan melakukan mobilitas secara aktif. Seorang guru cukup menyiapkan dua jenis kartu, Kartu Pertanyaan dan Kartu Jawaban. Namun ingat, jumlah kartu harus sama dengan jumlah siswa, dengan komposisi berimbang. Jika siswa di kelas berjumlah ganjil, bukanlah masalah. Biarkan saja apa adanya. Itu artinya akan ada satu kartu pertanyaan yang tidak memiliki jawaban. Sebagai catatan, jenis permainan ini cocok untuk berbagai mata pelajaran, baik bahasa maupun non-bahasa.
Media yang dibutuhkan dalam permainan Pair Cards ini adalah:
- Kartu Pertanyaan, misal: berwarna kuning, ukuran 7x15 cm (sesuaikan kebutuhan), banyaknya separuh jumlah siswa. Kartu ini telah ditulisi berbagai pertanyaan yang berbeda terkait materi yang dibahas.
- Kartu Jawaban, misal: berwarna merah, ukuran 7x15 cm (sesuaikan kebutuhan), banyaknya separuh dari jumlah siswa. Kartu ini telah ditulisi dengan jawaban yang terkait Kartu Pertanyaan.
Tekhnis pelaksanaan:
- Guru menjelaskan tujuan pembelajaran di awal kegiatan.
- Guru menjelaskan pula bahwa pembelajaran akan dikombinasi dengan permainan Pair Cards, di mana siswa harus mencari pasangan kartu yang dimilikinya yakni kartu yang berbeda warna.
- Guru mengulas sedikit materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya dan materi pada hari tersebut masih berkaitan dengan materi tadi.
- Guru membagikan Kartu Pertanyaan dan Kartu Jawaban  secara acak, disimpan di atas meja siswa secara tertutup.
- Siswa disilakan membuka kartunya masing-masing. Membaca pertanyaan dalam hati dan memahaminya.
- Siswa mulai bergerak, mencari siapa pasangannya. Guru membatasi waktu, disesuaikan dengan kebutuhan, misal: 5-7 menit.
- Siswa yang telah mendapatkan pasangan, duduk pada bangku di depan meja  yang sama. Agar berurut dan teratur, tentukan dari sisi sebelah mana mereka harus mulai menduduki bangkunya sehingga pasangan lain bisa mengikutinya duduk di belakang. Lanjutkan terus posisi sehingga membentuk formasi spiral; jajaran 1 dan 3 dari depan ke belakang sedangkan jajaran 2 dan 4 dari belakang ke depan. Aturan formasi ini boleh ditentukan sesuai keinginan sendiri.
- Secara bersama-sama, siswa dan guru mengecek kesesuaian jawaban dengan cara menyuruh mereka berdiri di tempat dan membacakan kartunya secara bergantian.
- Siswa yang mendapat pasangan yang sesuai akan mendapat julukan "Best Couple" dan diberi poin nilai.
- Siswa yang mendapat pasangan yang salah, dikoreksi dan tetap diapresiasi.
- Guru menyimpulkan materi.
Cukup mudah, kan? Memang kita membutuhkan sedikit tenaga untuk mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelumnya. Namun saat melihat siswa begitu antusias, senyum kita akan terukir. Lelah dan jenuh hilang, bahagia pun datang. Tetap semangat para guru. Jadikan diri kita panutan para siswa. (YR)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI