Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melarik Rindu

4 Agustus 2020   19:12 Diperbarui: 4 Agustus 2020   21:27 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara burung di antara pepohonan bergantian dengan teriakan anak-anak kota yang sudah bosan di rumah saja. Suara sandal anak-anak yang berlari menjemput senja berganti dengan tawa canda penjaga komplek perumahan tempat Rindu bermukim. Sesekali deru motor mengiringi lantunan ayat suci dari pengeras suara di masjid belakang rumah. Rindu masih duduk di atas kursi jati dengan lengan melengkung beralaskan busa kasur terbungkus kain sprei bermotif garis. Es krim vanila pemberian Rani sudah habis. Rindu masih malas bergerak. 

Sudah masuk bulan kelima Rindu terpaku di ruang keluarga. Kursi sofa yang patah sudah diganti kasur dengan tumpukan bantal bersarung kain kuning nan lembut. Bantal-bantal besar bertumpuk di sudut kanan kursi jati besar favorit Rindu. 

"Alhamdulillah akhirnya beres juga ya, Teh!" Kata Rindu. Rani, putri sulungnya sedang berbicara dengan Ita, staf administrasi, akuntansi, dan keuangan yang baru bergabung di Rumah KerLiP. 

"Bu, Ita pamit tuh!" Rani setengah berteriak menyampaikan pesan Ita. Rindu menjawab tanpa bergeser sedikit pun dari tempat duduknya. Rindu juga menjawab pesan Eka, adik angkatan di  kampus Gajah. Eka sedang mengerjakan proposal dengan sahabat-sahabat di Jawa Barat. 

"Ini revisi yang keempat kali sejak Direktur yayasan di Makassar itu mengontak saya pada Maret 2020, " terdengar suara Rindu yang disambut ucapan hamdalah dari Eka.

Hm, ibu pasti cerita. Rani bergegas naik menghampiri ibunya. 

"Bu, waktu kita tinggal 2 hari lagi untuk menyelesaikan rencana homestay. Tadi teteh minta Ita menyusun RAB untuk mendekor common room kita, " Rani berkata pelan. Ia menyodorkan secangkir es krim vanila. 

"Gigi ibu gimana?" Tanya Rani agak khawatir. Rindu kembali menderita sakit gigi sejak awal Ramadhan. Beberapa minggu yang lalu sudah pergi ke My Dental Clinic di jalan Merdeka, tapi Rindu hanya berani scalling dan kuret gusi. 

"Gigi ibu masih ada, "jawab Rindu singkat. 

Jawaban konyol sebenarnya. Sakit gigi yang tak tertahankan itu tetap tidak menghalangi ibu menikmati makanan kesukaannya. Padahal dua hari yang lalu ibu kesakitan setelah makan siomay Bima. Beberapa malam sebelumnya ibu sampai menelan 3 butir Cataflam selama 8 jam. Sakit giginya kumat setelah makan lotek buatan Bi Julianti. Ibuku memang begitu. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun