Mohon tunggu...
Budiyanti
Budiyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pensiunan guru di Kabupaten Semarang yang gemar menulis dan traveling. Menulis menjadikan hidup lebih bermakna.

Seorang pensiunan guru dan pegiat literasi di Kabupaten Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Fiksi Mini: Kacamata Hitam

26 Mei 2024   05:54 Diperbarui: 26 Mei 2024   06:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marni segera mencari kacamata yang dipunyainya. Kacamata berwarna hitam itu dibeli pas ada pasar malam. Kacamata  kesayangan itu akan dipakai esok karena  ia akan berwisata dengan ibu-ibu PKK.

Kacamata hitam itu  dicarinya di tas kecil warna  biru yang baru saja digunakan saat jalan-jalan bersama suaminya sore  kemarin.  Namun, sudah dikeluarkan semua barang yang ada di tas tak juga ketemu. Ia pun mulai mencari di laci meja rias tetapi tetap tak ditemukan. Kacamata hitam itu juga tak ditemukan di tempat -tempat biasa menyimpan barang penting.

"Duhh ke mana sih kamu kacamata, kan besok untuk mejeng bersama ibu-ibu," gerutu Marni sambil memonyongkan bibirnya. Ia gelisah kalau tidak ketemu. Dengan kacamata dirinya pede jika berfoto bersama. Ya,  tak dipungkiri jika jalan-jalan dengan ibu-ibu,  berfoto ria seolah sudah jadi kewajiban.  

Ia pun memutuskan untuk tidak mencari lagi karena lelah. Badannya dijatuhkan di kursi panjang. Dibukalah HP. Wanita yang belum punya momongan ini akan menghubungi temannya yang rumahnya tak jauh dari sini.

Belum juga menghubungi temannya, terdengar suara deru sepeda motor. Suara khas sepeda motor suaminya. Segera ia berdiri menghampiri Marno.


"Mas tahu gak kacamata hitamku?" tanya Marni ketika Marno, suaminya baru saja masuk rumah.

"Marni, Marni...suami datang itu disambut dengan baik. Dibuatkan minum gitu. Eh malah ditanya tentang kacamata," Marno sedikit berang.

"Pusing-pusing tahu gak!" Marno melempar tas cangklong lalu mengambil air minum air mineral di kulkas. Tangan kirinya memegang kepala. Seolah ada beban yang menindih.

Marni jadi merasa bersalah, ia pun segera menuju ke dapur untuk membuatkan segelas kopi manis. Biasanya setelah minum kopi, rasa pusing akan reda.

"Maaf Mas, ini diminum kopinya!" ucap Marni dengan lembut. Didekatinya lelaki belahan jiwanya lalu memijit lengan suaminya dengan penuh kemesraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun